Happy Reading
Semilir angin malam menembus celah jendela yang sedikit terbuka. Pemuda berkulit putih, dengan sedikit rona merah di wajahnya masih setia membaca rangkaian kata yang tertulis dalam buku tebal berwarna hitam. Nampaknya ia begitu menikmati teori-teori filsafat yang begitu memusingkan kepala.
"Kresek..."
Pemuda itu menoleh ke arah jendela yang kini terbuka lebih lebar, menampilkan kain gordain yang bergerak karena semilir angin.
"Ck! Lagi?" decaknya kesal, saraya menutup buku di tangannya.
Ini sudah yang kelima kalinya ia mendengar suara aneh dari luar jendela kamarnya. Win, pemuda yang masih setia dengan bacaannya, kini terpaksa menaruh sastra tebal itu. Melangkah malas menuju sisi jendela. Sedikit berdecak, ia menoleh ke luar jendela, memastikan suara apa yang berusan mengusiknya.
Tak ada apapun diluar sana.
"Mungkin hanya angin." batinnya.
Namun saat hendak menarik jendela, suara itu kembali terdengar. Sontak Win memalingkan wajahnya, menatap semak di ujung kolam.
Win memicingkan mata, mencoba menerka tentang apa yang barusan ia lihat.
"Sudahlah." Tak mau berpikir terlalu jauh, akhirnya ia melupakan tentang apa yang barusan tertangkap oleh manik matanya. Menutup jendela dengan rapat dan menarik gordain. Win melangkah ke ranjangnya yang begitu menggoda untuk berbaring.
Menaruh sastra tebalnya di atas nakas dengan rapi, tak lupa ia mencuci kaki dan mengosok gigi, menaruh kaca mata tebalnya. Pemuda itu memilih untuk terlelap di balik selimut tebalnya.
"Hah... Semoga mimpi indah."
.
.
.
"Aduh, bagaimana ini bang?" Ohm, mahasiswa teknik sipil itu nampak begitu gusar.
"Kenapa? Ada masalah?" Ujar Tay, merasa ada yang tak beres dari anggotanya.
"Kita kekurangan transport untuk ngangkut alat dekor, bang." sahut Ohm.
"Loh? Dua pick up yang kita sewa sudah penuh ?"
"Sudah sangat penuh, tapi barang-barang dekdok belum diangkut."
"Benar-benar gak bisa ? Kita coba lagi ya?"
"Gak bisa bang!" sahut Ohm dengan nada sedikit meninggi dan urat yang tercetak jelas di lehernya.
"Oke-oke." sahut Tay tak mau memperpanjang masalah.
"Lalu bagaimana sekarang, bang? Kalau kita sewa lagi, sudah tak ada waktu."
"Biar kupikir dulu."
Tay mencoba untuk mencari jalan keluar dari masalah anggota divisi perlengkapan. Hingga akhirnya malaikat penolongnya datang. Raut wajahnya seketika cerah, dengan senyum menawan yang lebar.
"Bright!" panggilnya antusias.
Bright mengernyit, sedikit mengangguk lalu berjalan ke arah Tay.
"Kali ini bantuan apalagi?" seolah tau masalah yang dihadapi Ketua Pelaksana. Bright tak heran lagi jika wajah Tay seketika cerah saat melihatnya.
"Hehe kau tau saja. Begini..." Tay merangkul bahu sang ketua Bem yang dikenal dingin dan cuek.
"Langsung saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Keramat [ON GOING]
FanficSiang itu seseorang terdengar mendesah di dalam gudang kosong di belakang gedung Fakultas Olahraga. Tepat di belakang Lapangan tua di bawah pohon beringin. Win tak bisa menahan hasratnya. Dia dengan tanpa rasa takut, masuk ke dalam gudang kosong it...