Pekerjaan baru, tempat, teman dan suasana yang semuanya baru membuat Embun harus kembali beradaptasi. Di tempat kerja barunya, sebagian besar karyawan sudah berusia senior. Bahkan usia Embun, sama dengan usia putra putri mereka. Jadi berbeda dengan tempat sebelumnya yang sarat dengan aroma persaingan, di tempat ini Embun seperti pulang. Dalam kehangatan keluarga.Hanya ada lima karyawan lab yang satu generasi dengannya. Mereka-mereka ini generasi young free and single yang memberi warna baru di laboratorium. Meramaikan suasana yang selama ini senyap. Memeriahkan dan menceriakan hari yang selama ini kurang bersemangat.
"Em, nanti sore mau diajak makan colenak," kata Ari, sahabat Embun dari jaman kuliah sekaligus teman satu daerah dari Klaten sana. Dari Ari juga, Embun mendapat informasi lowongan pekerjaan di perusahaan ini.
"Colenak tuh panganan opo?" tanya Embun yang masih asing dengan jenis makanan yang namanya baru saja dia dengar.
"Peuyem yang dibakar, terus makannya pake gula merah cair sama kelapa. Pokoknya uenak. Makanya ayo cobain biar tahu," sahut Ari penuh semangat.
"Tenang, tempatnya cuma di Bondongan situ. Searah sama angkot yang mau ke kosan. Udah gitu, hari ini ditraktir bu Iyut." lanjut Ari seolah bisa membaca pikiranku.
"Oke siap. Aku melu," jawab Embun memastikan.
Embun kembali meneruskan pekerjaannya. Kalau mau jujur, gadis itu tidak terlalu menyukai pekerjaan sebagai analis mikrobiologi. Tapi sebagai fresh graduated, tidak salah rasanya dia mencoba mengambil kesempatan itu.
Dibanding analisa kimia, analisa mikrobiologi hanya sedikit saja didapatnya di bangku kuliah. Beberapa sks teori dan praktik. Satu hal yang Embun sesali, selama perkuliahan dia memandang sebelah mata pada mata kuliah ini. Bahkan setiap praktikum, selalu teman satu grupnya yang mengerjakan tugas praktik maupun laporannya.
Siapa sangka sekarang dia malah bekerja di bidang yang sama sekali tidak diduganya.
Kalau dimana-mana orang sibuk membunuh, mematikan dan menghancurkan kuman, bakteri maupun jamur yang mengganggu, di lab mikro, Embun melakukan kebalikannya.
Jasad renik yang tak terlihat itu justru dibiakkan di lab mikro. Makhluk kecil itu diberi makanan dan nutrisi supaya hidup dengan sehat dan baik.
Di awal bekerja, setiap hari Embun harus membuat berbagai macam media. Dengan jenis media agar yang berupa padatan maupun media broth yang berupa cairan. Semua yang dibuatnya digunakan untuk menumbuhkan bakteri, jamur, maupun bakteri-bakteri patogen seperti : E. coli, Salmonella sp, Pseudomonas aeeuginosa maupun Staphylococcus aureus.
Bagi yang tidak terbiasa, mungkin sudah bergidik ngeri hanya dengan mendengar namanya, maupun melihat penampakan koloninya.
"Mas, tadi lihat media yang aku taruh di ruang timbang nggak?" tanya Embun pada salah seorang operator produksi liquid.
Bukannya menjawab, Yasa, mas operator malah senyum-senyum menggoda Embun.
"Mas, serius nih, udah sore. Aku mau balik."
Embun menarik napas panjang mencoba bersabar. Pemeriksaan mikrobiologi dalam ruangan dengan cara pasif, dilakukan dengan meletakkan media bakteri dan jamur dalam cawan petri, di beberapa titik sampling. Cawan petri berisi media itu dibiarkan selama empat jam, untuk selanjutnya dibawa ke lab mikro untuk diinkubasi.
Setelah 3-5 hari masa inkubasi, Embun akan menghitung koloni yang tumbuh dalam media tadi. Baik jamur maupun bakteri. Kemudian dibandingkan dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan. Hasil yang diperoleh akan digunakan sebagai evaluasi.
Pengambilan sample itu dilakukan sebagai program monitoring untuk ruangan yang sudah dipakai proses. Sedangkan untuk ruangan baru, sampling biasanya dilakukan selama tujuh atau empat belas hari untuk mendapat data sebagai acuan, apakah ruangan sudah boleh dipakai atau belum.
Nah, beberapa kali operator produksi menjahili gadis itu. Mencoret-coret petri, atau menyembunyikannya.
"Baso, yuk," sahut Yasa nggak nyambung.
"Hari ini mau makan colenak, ditraktir Bu Iyut. Makanya ini mana medianya? Dua pasang lagi belum ketemu." Embun mulai kesal melihat tingkah Yasa yang jelas-jelas mengerjainya.
"Kalau gitu saya ikut ya makan colenak," sahut Yasa cuek.
"Ya mana boleh atuh. Aku aja ditraktir."
"Nanti saya bayar sendiri."
"Ribet ah, nanti ditanya-tanya, ngapain Mas Yasa ikut."
"Nanti saya yang jawab."
Rupanya Yasa tidak mau menyerah begitu saja.
"Medianya mana dulu?" tanya Embun, kali ini dia memohon.
Yasa menyerahkan dua pasang media dalam petri dari balik punggungnya.
"Tuh, saya bantuin beresin." Diulurkannya petri-petri itu pada Embun.
"Yas, bisa ke ruangan nggak?" Adi, supervisor Yasa tiba-tiba datang menginterupsi.
Dalam hati Embun bersorak. Yes, dia bisa kabur. Segera dirapikannya media-media yang akan dibawanya kembali ke lab.
Sementara dari samping, dia mendengar gerutuan Yasa yang kesal karena dipanggil atasan, sementara, jam kerja sudah habis.
"Baru mau ikut jajan. Ah, alamat lembur deh," sahutnya kesal."Besok gantinya ya, Kin. Saya yang traktir," ucapnya sambil beranjak menuju ruang supervisor.
Embun hanya menanggapi dengan senyum meledek. Sambil berpikir alasan menolak Yasa besok.
No more love. Dia hanya mau kerja di tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice Of Life (Cerita Kita)
General FictionManusia tidak akan pernah tahu kehidupan di depan sana. Tidak bisa mengira walau hanya semenit saja. Begitu juga aku. Untukku, hidup seperti menaiki tangga. Untuk mencapai tangga ke seribu aku hanya perlu menapakinya satu per satu