Sabtu malam biasanya menjadi waktu yang dinantikan para muda mudi. Begitu juga dengan Embun. Setiap hari sabtu dan minggu dia bebas tugas mengajar privat. Embun sangat menikmati pekerjaannya itu. Walaupun penghasilannya hanya cukup untuk bertahan hidup, ada hal lain yang didapatkannya. Kepuasan batin karena bisa membagikan sedikit ilmu yang dia bisa, tidak bisa ditransfer dengan rupiah.Hari ini Embun bersama empat orang teman wanitanya dengan satu orang pria, siapa lagi kalau bukan Bayu, sedang menikmati nasi goreng favorit mereka. Walaupun berupa warung tenda, dari segi rasa, nasi goreng yang berada di depan kantor pos itu tidak kalah dengan nasi goreng kafe atau restoran.
Ada saja cerita lucu saat mereka makan bersama. Di warung itu tersedia minuman gratis berupa teh hangat. Untuk teh manis dibandrol dengan harga dua ribu rupiah. Sebagai anak kos yang harus pintar mengelola keuangan supaya bisa tetap makan di tanggal tua, mereka ini punya trik tersendiri. Salah satu dari mereka secara bergilir akan membawa gula pasir dari kos untuk bisa menikmati teh manis tanpa membayar. Cerdas kan? He-he...
Malam ini udara cerah, buktinya bulan terlihat bersinar terang bersama bintang-bintang yang bertebaran.
"Rin, gimana? Skripsi udah di ACC lagi?" tanya Embun pada Ririn, teman satu daerahnya di Jawa Tengah sana.
"Yang kemarin aja belum aku revisi, Em. Mumet, pembahasanku dicoret-coret semua. Kayaknya banyakan coretan dan catatan dari Pak Eko dibanding ketikanku. Satu kata dikomenin beberapa kata. Yang bikin aku tambah ngelu, aku nggak langsung betulin setelahnya. Maksudku biarin diendapin dulu. Eh pas buka lagi, aku udah lupa apa yang ditulis Pak Eko. Mana tulisannya diseret begitu. Piye Em?" Ririn menggaruk rambutnya yang keriting kecil-kecil itu dengan kedua tangannya.
"Yo salahmu dewe to. Harusnya langsung dibetulin, terus diajuin lagi biar cepet kelar. Ayo siapa yang mau bareng. Aku mau ngajuin seminar minggu depan," ucap Embun sambil menyeruput capcay kuah berwarna merah penuh cabai. Rasa pedas mulai memberi efek munculnya titik titik keringat di dahi, pelipis dan hidungnya.
"Lo mah makan cabai pakai capcay kalau caranya begini. Gue lihatnya aja ngeri, Em," Bayu hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat hobi sahabatnya berkenaan dengan cabai itu. Diulurkannya dua lembar tisu dari kotak putih yang berada di atas meja.
"Ehm...ehm... Edyan tenaaaan... awakke dewe dadi obat nyamuk cah...cah... Bayu perhatian banget. Aku juga mau dong dilap keringetnya," Ririn mengedip-ngedipkan matanya menggoda Bayu. Bayu membalas dengan lemparan tisu.
"Tahu nggak Rin, bukannya imut, tapi lo kayak orang cacingan kalau kedip-kedip gitu," ucap pria berahang tegas itu.
"Apa tadi lo bilang, Em? Lo mau daftar seminar minggu depan? Terus gue gimana dong?" Bayu menyenggol tangan Embun dengan tatapan gusar.
"Lah, kan lo juga udah selesai Bay, tinggal minta ACC ke pembimbing dua doang," balas Embun santai.
"Pembimbing dua gue rumahnya Cibitung, Em. Gue kan kerja. Gimana caranya gue ke sana?" sahut Bayu bingung. Tapi tak lama, senyum terkembang di bibirnya. "Em, gimana kalau elo yang mintain ACC? Pliss , Em... ya..." Bayu menangkupkan kedua telapak tangannya ke depan dada dengan gaya memelas yang dibuat-buat.
"Tuh, kan. Enak banget jadi Bayu. Skripsi dibikinin, sampai ACC ke pembimbing pun dibantuin. aku juga mau dong, Em." Ririn mulai merajuk.
Suara dering ponsel menginterupsi obrolan mereka. Hanya Bayu yang punya ponsel, karena dia sendiri yang beruntung sudah mendapat pekerjaan sebelum lulus.
"Dari kosan lo, Em." Bayu menyerahkan ponselnya pada Embun.
Wisma Cahaya calling...
"Ya lo angkat lah. Kali aja dari anak kosan gue yang naksir elo. Nama lo tuh terkenal di kos gue."
Bayu hanya manyun kemudian menerima panggilan di kotak hitam itu.
Tak lama kemudian Bayu mengulurkan ponselnya padaku dengan tatapan tajam yang... seram. "Dari Ayu, katanya lo disuruh buru-buru pulang. Pacar lo dateng. Lagi nunggu di kos."
Embun menerima ponsel dan meletakkannya di samping telinga. "Ah, gimana sih Lo, Bay. udah dimatiin ini teleponnya," sahut Embun kesal.
"Lo punya pacar, Em?" Bayu masih menatap Embun menuntut jawaban.
"Loh, piye to iki. Lah tak kiro Embun sama Bayu pacaran. Aku malah mikir, habis lulus kuliah kalian bakalan langsung nikah loh. Kok ada pacar yang lain. Piye to?" Ririn mencecar Embun. Sorot matanya menyelidik. Sudah seperti wartawan gosip saja.
"Apa sih, gue nggak punya pacar. Lagian lo nggak tanya tadi siapa yang datang, Bay?'
Bayu hanya bergeming. diulurkannya ponsel yang dia beli dari gaji pertamanya itu pada Embun. "Pakai aja kalau mau nelepon ke kos," ucap Bayu pelan.
"Nggak usah deh, gue balik aja." Embun meneguk teh hangatnya hingga tandas.
"Gue anter." Bayu ikut beranjak menuju ke Abang nasi goreng lebih dulu untuk membayar.
"Duluan ya semua..." Embun berpamitan pada tiga temannya yang belum ingin beranjak.
"Awas, jangan berantem di jalan," sahut Ririn sambil terbahak.
Bersambung...
![](https://img.wattpad.com/cover/290148194-288-k729105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice Of Life (Cerita Kita)
Ficção GeralManusia tidak akan pernah tahu kehidupan di depan sana. Tidak bisa mengira walau hanya semenit saja. Begitu juga aku. Untukku, hidup seperti menaiki tangga. Untuk mencapai tangga ke seribu aku hanya perlu menapakinya satu per satu