Good friend, good food, good mood
Begitu kira-kira suasana malam minggu, enam sahabat yang sedang menikmati kebersamaan mereka. Sepulang kuliah, letih menyapa, tapi apa daya perut menuntut haknya. Berakhirlah mereka di tempat sekarang berada.Bukan restoran atau kafe mewah, tapi sebuah warung tenda sederhana yang menyediakan menu pecel lele, pecel ayam dan soto lamongan.
"Besok masih kuliah ya. Capek euy. Bolos yuk," celetuk Bayu.
"Kalau ngomongin capek mah sama atuh, Bay. Semua juga kerja. Tapi gimana lagi, kan udah komit. Sayang kan udah bayar. Anggap aja sekarang ini kita sedang berjuang." balas Embun.
"Berjuang terus, kapan merdekanya dong. Eh, kalian kangen nggak sih bisa bangun siang, paling nggak pas weekend gitu. Terus kita jajan-jajan lagi di Sempur pas minggu pagi," sahut Mas Bara.
"Sebenarnya sih kalau soal jalan atau jajan bareng, kita malah lebih sering ngumpul kan? Tiap sabtu minggu. Tapi ya itu tadi. Ngumpulnya bukan buat bersenang-senang. Kalau kata orang jawa, lara lapa. Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian," ujar Nay menambahkan.
"Nggak nyangka aja, Em, Nay, kalau ternyata capek banget. Capek jiwa dan raga. Kalau gini, kapan dapet jodohnya coba?" sahut Ayyash yang dari tadi sibuk makan es batu yang melimpah di gelasnya dengan suara keremusan yang membuat nyeri siapa saja yang dengar.
Pesanan datang. Abang pecel lele meletakkan piring-piring berisi nasi uduk, lele goreng lengkap dengan sambel lalap, ayam goreng lengkap dengan sambel dan lalap serta mangkuk-mangkuk berisi soto lamongan yang masih mengepulkan asap, menandakan makanan masih panas. Wangi aroma rempahnya menguar begitu saja, menggelitik lidah untuk segera menyantapnya.
Makanan berjejer manis dan berada tepat di depan meja, sesuai dengan pesanan masing-masing.
"Em... Dari kos," sahut Bayu sambil mengulurkan ponselnya. Rupanya ada panggilan dari nomor rumah.
"Angkat atuh," ucap Embun yang sudah memulai menikmati makan malamnya.
"Nggak ah. Pasti buat lo," sahut Bayu sambil menempelkan benda kotak pipih itu ke telinga Embun.
Embun menerima panggilan. Rupanya ada Awan datang, sedang menunggu di rumah kos.
"Aku baru mau makan pecel lele di depan KF, masak iya mau ditinggalin. Gini aja. Bilangin ke Awan buat nyusul ya. Aku tunggu."
Embun menutup panggilan teleponnya."Siapa? Pacar datang?" tanya Bayu menyelidik dengan menekankan kata 'pacar.'
"Cie... Cie... " sahut yang lain.
"Si Awan-awan itu masih sering dateng, Em?" tanya Yani. Tempat kerjanya yang di Sukabumi membuat gadis cantik itu sering kali ketinggalan cerita maupun informasi. Apalagi saat bersama, kami jarang membicarakan orang lain di luar kami berenam.
"Masih... Ya gitu lah kadang-kadang, kalau pas longgar waktunya," jawab Embun santai. Gadis itu masih khusyuk menikmati gurihnya lele goreng yang berpadu dengan pedasnya sambal tomat dan renyahnya lalap. Gurih nasi uduk semakin membuat makan malamnya lezat tak terkira.
"Lagian punya pacar jauh. Berat di ongkos," sahut Ayyash. "Hebat juga itu Awan. Lo nggak pernah sekali-kali gitu nyamperin dia?" lanjutnya
Embun menanggapi dengan gelengan. Memang benar gadis itu belum pernah sama sekali ke tempat Awan.
Mereka berenam khusyuk menikmati makanan masing-masing.
"Orangnya lo suruh ke sini?" tanya Bayu pelan sambil menyenggol lengan Embun dengan siku tangannya.
Embun hanya menjawab dengan anggukan. "Sayang atuh, makanan udah siap santap masa ditinggal. Lo kenapa sih? Masih aja sewot."
Bukannya menjawab, Bayu hanya mendengus, melanjutkan makan tanpa selera.
"Mas Bara-bara-bara, nanti kalau kemalaman, Awan boleh ya nginep di kosnya Mas?" tanya Embun. "Itu juga kalau dia belum ada rencana nginep di rumah temannya yang lain," lanjut gadis itu sambil tertawa.
"Wani piro?" sahut Bara jahil. "Sarapan selama seminggu full ya," lanjutnya bernegosiasi.
"Itu mah namanya mencari kesempatan dalam kesempitan. Mending aku suruh dia tidur di masjid," sahut Embun bercanda. Mas Bara bekerja di perusahaan yang sama dengan Embun. Sering kali pria itu merepotkan. Sebagai junior yang baik, Embun menuruti saja keinginannya.
"Mana orangnya nggak dateng-dateng? Jangan-jangan balik lagi ke Bandung." Nay yang sudah menyelesaikan makannya bersiap menyerang Embun.
"Nggak mungkin banget. Ketemu juga belum," sahut Embun kalem.p
"Assalamualaikum..." Suara Awan menginterupsi obrolan mereka berenam. Semua saling berjabat tangan dengan akrab karena memang sudah saling mengenal.
"Perasaan datengnya selalu malam, Mas," sahut Bayu menyindir.
"Iya. Tadi ada perlu dulu," balas Awan santai.
Sementara Embun hanya mengamati dua pria di sebelah kiri dan hadapannya yang saling melemparkan sindiran.
Bayu yang terus nyinyir dan ditanggapi dengan super santai oleh Awan.
Sepertinya malam ini akan jadi lebih panjang...
![](https://img.wattpad.com/cover/290148194-288-k729105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice Of Life (Cerita Kita)
General FictionManusia tidak akan pernah tahu kehidupan di depan sana. Tidak bisa mengira walau hanya semenit saja. Begitu juga aku. Untukku, hidup seperti menaiki tangga. Untuk mencapai tangga ke seribu aku hanya perlu menapakinya satu per satu