Baru kali Embun benar-benar merasakan berkah tiada henti dari dari Tuhan. Dia bersama lima sahabatnya akhirnya kembali menjadi mahasiswa. Pilihan jatuh pada salah satu universitas swasta di Bogor. Jurusan yang diambil pun tidak jauh-jauh dari kimia.Biaya masuk perkuliahan ditanggung bersama sesuai kemampuan. Embun yang kondisi keuangannya paling pas-pasan, sebenarnya malu dan tidak mau merepotkan. Tapi apalah daya kalau semua memaksa dengan dalih persahabatan dan demi masa depan. Bahkan muncul ucapan one for all, all for one.
Keputusan Embun itu lagi-lagi membuat Bapak dan ibunya di kampung geleng kepala keheranan.
"Lah opo uangnya sudah cukup to, Nduk? Kok sudah mau kuliah lagi. Bapak nggak nuntut apa-apa sama kamu. Maksud Bapak, kamu nikmati saja dulu, baru mulai kerja, ya nikmati saja dulu gajinya. Lah ini tiap bulan malah kamu kirim sebagian ke bapak. Sekarang malah mau lanjut kuliah. Piye?" Nada khawatir begitu terdengar dari suara Pak Iman di seberang sana.
Embun memberi kabar orang tuanya, memberitahukan apa-apa saja yang sudah direncanakan dan sudah sampai mana langkahnya. Walaupun Pak Iman selalu mendukung penuh, tapi Embun merasa harus tetap minta izin. Menurut gadis itu, semua akan menjadi mudah dan ringan dengan doa restu orang tua.
"Insyaallah cukup, Pak. Buat biaya masuk, temen-temen baik Embun urunan biar semua bisa kuliah bareng," ucap Embun menjelaskan.
Embun memang satu-satunya anak Pak Iman yang beda sendiri. Di saat saudara-saudara tidak ingin sekolah jauh, Embun malah memilih merantau. Berkali-kali Pak Iman dikejutkan dengan tingkah putrinya itu dari zaman sekolah menengah.
Beberapa kali Embun didatangi teman-temannya saat SMP maupun SMA. Bukan hanya hitungan jari. Tapi seringkali belasan temannya datang. Mancing di kolam yang berada di kebun, memasaknya rame-rame lalu makan bersama di rumahnya yang jauh dari kesan lega. Tapi Pak Iman sama sekali tidak pernah melihat Embun minder dengan kondisi rumah atau keluarganya.
Kejutan lain saat pertengahan masa kuliah. Embun memberi kabar bahwa teman-teman kuliahnya akan menginap beberapa hari di rumah. Pak Iman bangga sekaligus haru karena Embun yang tidak pernah merasa rendah diri. Ketiadaan dan keterbatasan ekonomi tidak pernah membuat Embun merasa kecil. Justru sebaliknya. Embun selalu ingin membuktikan bahwa tidak punya bukan berarti tidak bisa.
"Nduk, gimana pekerjaanmu yang sekarang? Lebih enak atau lebih berat dibanding pekerjaan yang dulu. Kamu tau nggak to, Nduk. Bapak sampai nggak bisa tidur beberapa hari pas kamu hilang mau pindah kerja. Apalagi Ibumu. Tiap malem cuma kethap-kethip, kepikiran. Ealah... Embun tuh bocah piye... Udah dapet kerjaan bagus, baik malah pindah. Bapak Ibu masih kepikiran sampai sekarang," seru Pak Iman panjang lebar.
Embun hanya menanggapi dengan tawa. "Alhamdulillah kerjaan baru lebih enak, Pak. Apalagi tetep bisa tinggal di Bogor. Adem. Pokoknya beruntung Embun pindah kerja. Bapak sama Ibu doain aja biar semuanya lancar. Segala urusan dipermudah."
"Kalau yang itu sudah pasti to Nduk. Namanya orang tua itu selalu mendoakan yang terbaik buat anak-anaknya. Biar diberi kemudahan semuanya. Yo wis. Sak karepmu saja, Nduk. Kalau memang mau kuliah sekarang, bapak hanya bisa mendoakan. Mau ikut mbiayain juga nggak bisa to. Yang penting nggak berat buat kamu. Kamu bisa hidup cukup dan layak di sana." Pak Iman menutup pembicaraan dengan doa-doa keselamatan untuk putrinya yang berada ratusan kilometer darinya.
Embun mengembuskan napas panjang. Gadis itu meyakini, semua yang terjadi, semua yang didapat, segala kemudahan dan kelancaran urusannya selama ini tentu tidak lepas dari doa bapak dan ibunya.
Hidup sebatang kara tanpa saudara atau keluarga di Bogor, membuat Embun memperoleh banyak keluarga baru. Keluarga dari teman dan sahabatnya yang baik dan selalu menerimanya apa adanya.
Bisa bertahan dengan segala kekurangan, dikaruniai sahabat-sahabat sejati yang selalu ada adalah rezeki tak terperi. Semua anugerah Tuhan yang harus terus dia syukuri.
Ternyata memang benar. Rezeki tidak selalu berupa harta, atau segala yang dinilai dengan uang. Orang-orang baik yang didekatkan padanya adalah berkah tak terkira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice Of Life (Cerita Kita)
General FictionManusia tidak akan pernah tahu kehidupan di depan sana. Tidak bisa mengira walau hanya semenit saja. Begitu juga aku. Untukku, hidup seperti menaiki tangga. Untuk mencapai tangga ke seribu aku hanya perlu menapakinya satu per satu