Kini harus aku lewati
Sepi hariku tanpa dirimu lagi
Biarkan kini ku berdiri
Melawan waktuku 'tuk melupakanmu
Walau pedih hati namun aku bertahanAlunan merdu Glenn Fredly menggema memenuhi kamar Embun. Kisahnya bersama Awan berkelebat begitu cepat.
Haruskah menerima di saat hati masih belum yakin sepenuhnya.
Atau sanggupkah melepas, di kala rasa sudah mengakar hingga ke jiwa.
Apa yang disampaikan Awan beberapa hari yang lalu cukup menyita perhatian Embun. Mau tidak mau, gadis itu harus benar-benar memikirkan apa yang menjadi harapannya saat ini. Apa yang diinginkan sekarang.
***
Embun mematut lagi penampilannya di kaca. Tidak terlalu buruk bagi seorang pemula. Sepuluh menit hanya untuk mengenakan kerudung sebagai pelengkap penampilan barunya.
Diliriknya jam dinding di kamarnya. Jam tujuh, artinya dia harus segera bergegas. Embun mematikan televisi empat belas inch yang dia beli dengan menyisihkan dua bulan gajinya. Masih teringat jelas, sebulan lalu, TV itu tersambar petir. Entah siapa yang menonton terakhir dan lupa melepas colokan kabelnya. Biaya ekstra harus dia keluarkan untuk memperbaikinya. Bagaimana lagi, resiko dipakai bersama.
"Mbak, pintunya nggak dikunci kan?" tanya Syila yang sedang mengunyah nasi uduk dan bakwan yang berlumur bumbu kacang. Sangat menggiurkan.
"Kan memang nggak pernah dikunci. Yang penting aku pulang, kamar rapi. Jangan lupa masalah TV tolong kasih tahu yang lain ya Syil," ucap Embun sambil memakai kaos kakinya.
"Siap, Mbak. Oh iya, Mbak Em tambah manis loh pake kerudung," ucapnya menggoda Embun.
"Nggak punya receh, Syl," ujar Embun santai.
"Mapuluhan juga mau, Mbak."
Embun hanya mencebik. Ditepuknya pundak Syila sebagai ucapan pamit.
Hari ini dia begitu bersemangat. Ilmu baru akan dia dapat. Walaupun tugas utamanya memeriksa jumlah partikel dan mikroba dalam ruangan yang akan dipakai proses, tapi dia diperbolehkan melihat prosesnya.
Mulai dari penimbangan material, proses mixing, granulasi, pengeringan granul, proses cetak tablet, coating hingga pengemasannya dalam strip foil.Ilmu mahal yang didapatnya secara cuma-cuma. Bahkan gadis itu diminta bantuan untuk pengambilan sampel validasi. Kesempatan langka yang tentu saja segera dia terima.
"Em, besok titip absen ya," sambut Mas Bara begitu Embun sampai di lab.
"Emang bisa, Mas. Besok ada mata kuliahnya Pak Adi. Diabsennya dipanggil kayak anak SD. Masa nanti pas dipanggil Bara Rajawali, aku yang tunjuk tangan. Kenapa mau bolos?"
"Ini saya dapet jadwal analisa sampel validasi. Banyak banget parameternya. Kamu juga kan yang ambil sampelnya di ruang produksi?" tanya Mas Bara lagi.
"Iya sih. Kan prosedurnya memang begitu. Pengambilan sampelnya di awal, tengah sama akhir proses terus diambil di atas, tengah, bawah jadi ya banyak banget. Ya udah lihat besok ya. Kalau nggak ketat aku absenin," sahutku. "Sate padang jangan lupa ya, Mas," lanjut Embun.
Tidak mudah memang kuliah sambil bekerja. Selalu ada satu hal yang harus diprioritaskan untuk dipilih. Terpaksa bolos kuliah karena pekerjaan urgent yang tidak bisa ditunda.
Terkadang terpaksa lembur sampai malam di kamis atau jumat demi sabtu minggu bisa ikut ujian.
Sungguh tidak mudah. Bisa saja sewaktu-waktu berhenti di tengah jalan bila tidak sanggup bertahan.
Semua tentang komitmen. Selalu ada konsekuensi dari sebuah pilihan.
![](https://img.wattpad.com/cover/290148194-288-k729105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice Of Life (Cerita Kita)
General FictionManusia tidak akan pernah tahu kehidupan di depan sana. Tidak bisa mengira walau hanya semenit saja. Begitu juga aku. Untukku, hidup seperti menaiki tangga. Untuk mencapai tangga ke seribu aku hanya perlu menapakinya satu per satu