Hari minggu, pukul 11 pagi. Jemaat telah meninggalkan gereja sejak beberapa waktu lalu usai menyelesaikan ibadah dan doa-doa yang beramai-ramai dilantunkan di dalam sana.
Tetapi hingga kini pria manis itu tak juga meninggalkan kursinya, tenggelam pada sekelebat kesalahan masa lalu yang masih membekas setiap kali matanya terpejam. Sepasang tangannya masih saling bertaut sejajar pada dagu, dengan kepalanya yang sedikit tertunduk.
Jaemin tak ingin melarikan diri. Sebab sampai kapanpun, dan sejauh apapun ia pergi, apa yang menjadi dosa-dosanya akan terus membekas pada dirinya. Ia tak ingin menyesal, walau penyesalan itu selalu mengikutinya seumur hidup. Hanya rangkaian kalimat yang terutas dalam benaknya tanpa henti, deretan permintaan ampunan yang setidaknya mampu sedikit menutupi segala keburukan yang selamanya menjadi saksi dalam hidupnya.
Jaemin tak lagi ingin menyalahkan takdir atas kesedihannya.
Jaemin tak ingin mengulang segala kekeliruannya lagi. Ia hanya ingin memperbaiki semuanya, termasuk memperbaiki dirinya sendiri, sampai kapanpun.
Ia hanya ingin dosa-dosanya diampuni.
"Kau masih di sini, Jaemin-shi."
Perlahan Jaemin membuka mata, tersenyum begitu menangkap sosok pendeta yang datang menghampiri dengan senyum hangat. Jaemin membungkuk, memberikan salam sopan, dibalas dengan hal yang sama oleh sang pendeta.
"Kau tidak bersama kekasihmu?" Sang pendeta nampak menengok sepintas ke kanan kiri, seolah sedang mencari seseorang yang biasa berada di sisi pria manis itu setiap kali bertamu di gereja ini.
"Ya... Tadi dia pulang duluan. Kata Nono, ada yang harus dia kerjakan dengan teman kamarnya."
"Begitu. Omong-omong, selamat atas gelarmu, Jaemin-shi. Kuharap kau selalu terberkati."
"Terima kasih banyak, Pendeta Lee. Semoga Tuhan menyertaimu." Kebahagiaan terpancar pada wajah pria manis itu, tak hentinya menampilkan deretan gigi rapi yang menjadi senyuman termanisnya. Matanya menatap sekeliling ruangan yang selama ini selalu menjadi tempat paling teduh untuknya bersinggah.
Bekas properti dan lampu-lampu natal masih tertinggal di segala penjuru tempat suci itu, sehingga nuansa keceriaan perayaan natal masih berbekas pada siapapun yang datang. Tetapi beberapa orang pekerja nampak sedikit demi sedikit berdatangan, yang sepertinya dipanggil untuk bertugas menanggalkan hiasan-hiasan natal di atap dan dinding aula.
"Kalau begitu, aku pergi dulu, Pendeta Lee. Selamat tahun baru." Jaemin membungkuk, menarik tas dan bersiap pergi.
"Selamat tahun baru, Jaemin-shi. Dan juga, selamat atas kelulusanmu."
Jaemin tersenyum, tak lupa pada ucapan terima kasih yang entah sudah berapa kali ia berikan pada pendeta itu hari ini.
Melangkah keluar dari gereja, sejenak ia menatap langit yang semakin terik. Cuaca seakan sedang menyapa, menuntunnya untuk tetap bahagia menjalani hidup walau penghalang akan terus berdatangan seolah menolak dirinya melangkah maju.
Sudah hampir tiga tahun sejak ia menjalin hubungannya dengan Jeno. Dan Jaemin memutuskan untuk merubah hidupnya sejak waktu itu, bersama pria yang selalu mendukungnya hingga saat ini.
Penelitiannya dalam pendidikan telah berhasil. Perayaan kelulusan akan tiba dalam hitungan minggu. Semua berkat Jeno mengapa ia bertahan dan berjuang hingga mencapai titik ini, walau sejujurnya tak mudah untuk ia lalui.
Mengungkit soal Lee Taeyong. Jaemin tak pernah bertemu dengannya lagi sejak kejadian terakhir di apartemen hari itu. Ia sudah menunggu pria manis itu untuk mendatanginya kembali untuk melayangkan tamparan yang kedua, tapi Taeyong tidak pernah terlihat lagi di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You ? (Nomin Remake)
FanfictionOrginal story by @ohpurin on Wattpad. Jaemin tak pernah menyangka bahwa seorang pria dungu tiba-tiba menyapa atensi di antara banyaknya pemuda yang memaki hidupnya sebagai jalang. Jangan membuatnya marah. Siapa pria jelek bergigi kawat itu? ;this fi...