22 : Nono

514 77 19
                                    

Langit gelap mulai bertahta sejak beberapa saat lalu, membawa Jeno pada jamuan makan malam oleh pimpinan hotel yang mengetahui kabar bahwa Tuan Lee itu belum kembali ke Tokyo. Tak menghabiskan waktu lama sebab Jeno bergegas membuat alasan klasik untuk dapat pergi dari lingkup perbincangan membosankan para orang tua itu.

Ada begitu banyak perasaan aneh yang menelusup pada batin Jeno sesaat setelah ia memijakkan kaki meninggalkan restoran, menyeret langkah di pesisir pantai.

Sapaan hangat para staf hotel yang melintas pun ia abaikan. Langkahnya terurai di sela beragam tanya yang memenuhi benak. Jeno terlalu sibuk memikirkan apa sebenarnya yang harus ia lakukan pada dirinya sendiri.

Ia menghela napas panjang, tak dapat mengusir rasa keingintahuan perihal Jaemin yang menyimpan segenggam rahasia untuk Nono.

Apa itu? Apa kenyataan yang ingin Jaemin ungkapkan pada sosoknya di masalalu?

Takdir macam apa yang dimaksud oleh pria manis itu? Apa kalimat yang tidak sempat Jaemin ucapkan padanya tiga tahun silam?

"Ada perlu?" Sang pelaku yang memenuhi pikiran, Na Jaemin, baru saja membuka pintu pada Jeno yang terus mengetuk.

"Tidak..."

"Kalau begitu kembalilah ke kamarmu—"

"Na Jaemin." Jeno menahan gagang pintu yang hendak ditutup, "Biarkan aku di sini. Satu malam lagi."

Jaemin menggeleng lelah. "Sudah cukup untuk hari ini."

Jeno tak menggubris jawaban apa yang pria manis itu berikan. Menggunakan kekuatan yang lebih besar, ia mendorong pintu untuk masuk ke dalam secara paksa, kemudian menutupnya kembali.

"Aku sudah menumpahkan semua perasaanku tentang Nono padamu. Kau masih belum memahami keadaanku?" Rasa penat tersalur dalam segala ucapan pria manis itu, memohon dengan kedipan memelas.

"Bukankah kita sudah membuat kesepakatan sebelumnya?" Jeno menggenggam kedua lengan Jaemin seraya menyudutkan pria manis itu pada pintu lemari, mengunci tubuh Jaemin dengan cengkraman yang sesekali meremas kuat ujung lengan atasnya. Dipandangnya netra pria manis itu dengan tatapan intens, berbisik pelan. "Kau akan bertemu dengan Nono. Aku berjanji."

Jaemin kesulitan. Pikirannya mengambang di udara dalam bungkam, mempertanyakan ketulusan Jeno dalam tawaran yang menyelipkan rayuan di kalimat pria itu. Akan tetapi, muncul berbagai kebingungan lain dalam benaknya.

"Kenapa... kau seakan begitu tertarik dengan hal ini?"

Jeno mengernyit, nyaris dibuat membisu oleh pertanyaan itu. "Aku tidak tertarik. Hanya saja, kau dan aku saling menguntungkan. Bukan begitu?"

"Oh ya?" Jaemin mengangguk pelan, tetap tak merasa yakin. "Aku menguntungkanmu dalam hal apa? Sex? Kau memiliki banyak uang untuk membayar pelacur."

"Sudah. Mereka membosankan." Jemari Jeno bergerak, menyibak beberapa helai rambut di wajah pria manis itu. "Aku akhirnya mengerti apa alasan Jaehyun tak mau melepaskanmu dari kekuasaannya. Tubuhmu yang paling hebat, kau tahu?"

Dan Jaemin tak pula memberi perlawanan apapun meski tangannya tak lagi berada dalam kuncian pria itu, hanya melayangkan tatapan jenuh. "Jadi pada intinya?"

"Aku kecanduan." Jeno mengangkat kedua alisnya, menyampaikan kejujuran. "Aku tak ingin orang lain. Aku menyukaimu."

Jaemin tetap pada raut dingin begitu Jeno menempelkan kening mereka, menghubungkan tatapan keduanya pada jarak begitu dekat, saling tak membuat kedipan dalam detik yang cukup lama. Hingga Jaemin perlahan mengulas senyum tipis dari sudut bibir, menangkup rahang tegas pria di hadapannya. "Kau menyukai tubuhku."

Who Are You ? (Nomin Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang