Alan duduk dibalkon apartemennya, memandangi jalan yang penuh dengan kendaraan dibawah sana, lampu-lampu jalan sudah menyala, menggantikan sinar matahari yang semula menyinari dunia, begitu juga hidupnya, ini saatnya menemukan mataharinya, bukan Gebi yang bukan miliknya.
Inilah semesta tidak bisa ditebak, tidak bisa diterka, dia kira mereka abadi ternyata hanya melukai, tapi janjinya untuk bahagia walau bukan dengan Gebi akan ia tepati.
Ini balasannya, Safa, Gerald, Ibunya Anya, mereka lengkap, mereka sempurna, tahun ini, tahun kejayaanya, Alan berhasil membeli apartemen ini untuk keluarganya, mewujudkan kebahagiaan yang ia dambakan dari kecil bukan panti asuhan, tapi rumah, untuk pulang.
Gerald kini menjadi pelukis yang cukup mapan, tidak disangka lelaki keras itu berbakat seni, lukisan-lukisan yang ia buat sering membuat terharu orang yang melihatnya, walaupun kursi roda tak lepas dari dirinya, selalu ada Safa yang membantu abangnya, juga Alan dan Gerald mengambil jurusan yang sama saat kuliah.
Alan bekerja keras untuk mereka, bukan hanya untuk mereka untuk dirinya juga, bahagianya saat ini keluarganya.
Ceritanya dengan Gebi cukup hingga penghujung masa SMA, cerita mereka akan ia kenang, akan ia banggakan pada anak dan cucunya nanti, bahwa ia punya kisah cinta remaja tak kalah mengharukan dari novel-novel yang dibaca.
^^^^^
Malam itu, malam terakhir Gebi di Indonesia.
Sorenya Alan menyiapkan segala persiapan untuk mengantarkan kekasih nya itu ke Bandara, tapi lagi-lagi dunia suka bercanda, Alan dapat telepon dari Safa, adik perempuanya itu menangis sejadi-jadinya, sayangnya terjadi hal buruk pada Gerald yang sekarang menjadi utamanya.
Langsung saja Alan menuju rumah sakit, dan tidak memedulikan urusan sebelumnya, ini lebih penting ujarnya.
Gebi tahu Alan akan datang malam ini ia menunggu di bandara, penerbangannya malam hari, hari ini hari terakhirnya melihat kekasihnya itu, sebelumnya mereka sepakat untuk hubungan jarak jauh.
Sudah mendekati waktunya, semula bunda Gebi yang ikut menunggu sambil duduk mendekati Gebi.
"Kamu udah coba telepon Alan?"
Gebi bergerak gelisah, "Udah, dari tadi dia nggak angkat."
Bundanya juga bingung, sedangkan waktu penerbangan mereka sebentar lagi.
Dari kejauhan ada motor dengan kelajuan tingga yang menghampiri mereka.
Berhenti dekat tempat Gebi dan bundanya berdiri, ia melepaskan helmnya, senyum yang mula naik kini sirna di wajah Gebi.
"Malam tante, saya Gibran, temennya Alan." Ucap Gibran seraya menyalimi tangan bunda Gebi.
Gibran menyodorkan totebag berwarna putih tulang yang cukup besar itu pada Gebi.
"Alannya ada urusan mendadak, jadi nggak bisa dateng." Kata Gibran lagi.
"Urusan apa?" Tanya Gebi langsung.
Gibran menimbang-nimbang akan memberi tahukan nya atau tidak.
"Urusan apa Gib? Jawab gue, gue khawatir, please kasih tahu gue, atau nggak gue nggak tenang waktu flight nanti."
Gibran terlihat berpikir sejenak, "Gerald diserempet orang waktu coba latihan jalan, sekarang ada dirumah sakit." Jelas Gibran yang tak kalah cemasnya.
Bahu Gebi langsung turun, badannya lemas ada saja cobaan didunia ini.
"Nak, sebentar lagi waktu keberangkatan kita." Ucap Bunda Gebi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikit-dikit Cembokur [END]
Teen FictionDi bilang sayang nggak juga, dibilang cinta apalagi. "Kita ini pacaran berdasarkan apa?" "Harus banget ada dasarnya nih?" "Ck! Iya." "Berdasarkan UU yang dibaca tiap hari senin aja dah." "Ngaco." Rank: #1 fakgirl in 14-08-2021 #5 fakgirl in 10-05-2...