Keraguan

4.2K 326 2
                                    

Cincin bermata hitam di jariku membuatku terus bertanya-tanya tentang hal yang benar-benar ingin kulakukan untuk masa depanku. Andre ingin aku memikirkan jawabanku dan memberiku waktu hingga proses wisudanya selesai. Kupikir dia tidak akan sesabar itu menunggu jawabanku. Mungkinkah dia akan menyuruhku berhenti dari pekerjaanku? Entahlah. Aku harus menanyakannya lagi saat kami bertemu.

Sebuah notifikasi muncul di layar ponselku. Mengalihkan perhatianku dari benda kecil di jariku.

Pengirim: 08xx-xxxx-xxxx

Aku merindukanmu. Bisakah kita bertemu?
(Yoga)

Darimana dia mendapatkan nomorku? Pasti Andre bakalan marah besar kalau tahu. Aku mengabaikan pesan itu dan kembali fokus dengan tumpukan kertas di depanku. Tapi, lagi-lagi ponselku bergetar.

Pengirim: 08xx-xxxx-xxxx

Kumohon berikan aku kesempatan. Aku akan memperbaiki semuanya sesuai kemauanmu.
(Yoga)

Omong kosong.

Ponselku bergetar lagi.

Pengirim: 08xx-xxxx-xxxx

Pergilah dari bocah tengik itu. Dia nggak pantas buat kamu. Dia cuma main-main sama kamu.
(Yoga)

Aku menghela napas panjang. Seorang narsis seperti Yoga tidak akan bisa dihentikan. Dia tipe orang yang tidak bisa dibantah atau dinasehati. Orang paling keras kepala yang pernah kukenal. Bahkan Andre saja tidak sebebal itu.

Setidaknya dia tidak akan berani ke kampus. Kali ini nomor ponsel Andre muncul di layar. "Halo." Aku segera menjawab panggilan itu.

"Pulang jam berapa?" tanyanya dari seberang telepon.

Aku melirik jam tanganku. "Mungkin sekitar 1 atau 2 jam lagi. Ada apa?"

"Baiklah. Aku akan menunggumu di rumah. Hati-hati di jalan." Hari ini Andre sudah meneleponku beberapa kali. Bahkan sepertinya aku tidak punya privasi di tempat kerja. Terlambat sedikit saja menjawab teleponnya, pertanyaan interogasi pun bermunculan. Entah bagaimana kalau kami menikah.

Kumatikan ponselku, berharap tidak akan ada lagi yang menggangguku bekerja. Aku harus cepat menyelesaikan berkas-berkas di depanku karena tidak lama lagi akhir semester. Untuk masalah pria-pria itu, aku bisa memikirkannya nanti.

***

Tidak terasa sudah pukul lima sore. Hampir tiga jam aku berkutat dengan berkas di depanku. Itu pun hanya setengahnya yang sudah selesai.

Aku menyandarkan tubuhku. Entah bagaimana reaksi Andre jika aku terlambat pulang. Dia mungkin akan mulai ritual penghukumanku. Biar sajalah. Toh walaupun tidak terlambat, dia tetap akan mencari alasan untuk melakukannya.

Kurapikan meja kerjaku. Aku mengenakan cardigan rajut yang kusampirkan di punggung kursi dan mengambil tas tanganku sebelum keluar ruangan. Aku berjalan ke parkiran mobil dan segera mencari kuncinya dari tas tangan.

Seseorang memegang lenganku. Dia menyeretku untuk mengikutinya.

"Lepaskan aku, Yoga!" Aku mencoba melepaskan cengkeraman tangannya di lenganku. "Kau sudah gila, ya!"

PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang