Sinar matahari membuat tubuh Andre tampak lebih berkilau. Perut dan tangannya begitu terbentuk, menandakan betapa rajinnya dia melatih tubuhnya. Dia tidak pernah benar-benar memperlihatkan tubuhnya padaku selama kami berhubungan badan.
"Kamu sendiri yang membawaku ke sini. Kamu sendiri yang mengingatkanku padanya." Aku sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhku saat Andre berada di atasku. Wajahnya tepat di depanku dan tampak begitu marah.
Bibir Andre melumat bibirku. Tidak perlu waktu lama baginya hingga membuat napasku tidak beraturan. "Aku bisa melihatnya cemburu. Aku sangat tahu dia ingin memilikimu tapi dia tidak bisa. Dia pasti tidak tahu bahwa mantan kekasihnya memiliki tubuh indah seperti ini." Andre menyingkap sedikit kerudungku dan mencium leherku dengan agresif.
Tangan Andre menyusup ke belakang punggungku. Dengan perlahan dia menurunkan risleting kecil gaunku hingga ke pinggang. Tampaknya dia sudah meneliti pakaianku terlebih dahulu sebelum memberikannya padaku. Kait bra-ku pun sudah dilepaskannya tanpa perlu waktu lama.
"Aku yakin dia pernah terangsang dengan aroma tubuhmu. Apakah dia pernah memberitahumu tentang hal ini?" Andre menurunkan lengan gaunku serta tali bra hingga dia dapat melihat sedikit belahan dadaku. Dia kembali menjelajahi leherku dengan bibirnya. Aku hanya terdiam dan melenguh pelan. Di ujung kesadaranku, aku berharap orang-orang di luar sana tidak bisa melihat kami dari balik jendela besar kamar ini.
Beberapa kali kurasakan bibir Andre mengecup leherku lebih kuat. Terkadang, dia menggigit pelan beberapa area di sekitar dadaku. Aku sangat yakin akan ada bekas merah yang masih membekas di tubuhku hingga beberapa hari ke depan.
Andre dengan pelan dan tetap cekatan menurunkan gaunku hingga terlepas dari tubuhku. Hanya tersisa bra hitam yang hanya menutup payudaraku seadanya, celana dalam tipis, dan kerudung yang masih tetap rapi menghiasi kepalaku. Dalam satu hentakan, Andre menarik bra-ku. Bibirnya pun ikut beralih menulusuri payudaraku yang bebas.
Lidah Andre memainkan puting kananku. Puting itu mengeras. Kurasa Andre pun merasakannya dan beralih ke puting kiriku. Di saat yang sama, tangan kirinya meremas payudara kananku. Aku kembali melenguh pelan. Hanya perlu beberapa menit untuk Andre hingga membuatku terangsang.
Meski aku tidak ingin mengakuinya. Tapi, beberapa kali Andre bisa menaklukanku dengan foreplay yang dilakukannya. Di saat itu lah kupikir aku akan jatuh cinta padanya.
Aku kembali melenguh saat diam-diam tangan Andre menyusup masuk celana dalamku. Tubuhku menggelinjang. Dia memasukkan jarinya ke dalam vagina. Seperti dihipnotis, tubuhku mengikuti pergerakan jari Andre yang keluar masuk di bawah sana.
"Erotis sekali," bisik Andre di telingaku. Dengan gemas dia memilin-milin putingku. "Aku yakin dia pun tidak tahu sisimu yang ini."
Jari-jari Andre sudah tak lagi di dalam tubuhku. Giliran penis Andre yang sebentar lagi akan masuk. Masih dengan remasan kasar di payudaraku, tangan Andre lainnya membimbing kejantanannya melewati liang vaginaku. Kini aku menjerit. Penis Andre memenuhi rongga tubuhku dan mulai bergerak di dalamnya.
Dia memajumundurkan pinggulnya, menggesek dinding vaginaku dengan kejantanannya dengan kecepatan rendah. Tangan dan bibir Andre pun terus menjelajah tubuhku, hingga membuatku sulit bernapas. Aku mendesah semakin keras ketika kenikmatan itu tak lama lagi akan terjadi. Seperti sudah mengerti, Andre semakin liar mempompaku. Namun, di saat ujung permainan, Andre berhenti.
Andre membimbing kedua tanganku untuk merangkul lehernya. Dia pun melingkarkan kakiku di pinggulnya. Tiba-tiba, dia mengangkatku dan menumpukan tubuhku pada dinding. Kurasakan penis Andre yang masih di dalam tubuhku masuk semakin dalam.
Aku merasakan keringat yang turun di leherku. Andre menjilatnya dengan rakus. Kembali dia melakukan foreplay dengan bibir dan kedua tangannya di tubuhku. Kedua putingku terus mengeras. Tubuhku lagi-lagi bergelinjang saat penis Andre mulai menyerang kembali. Kali ini aku bisa merasakannya menyodok dinding rahimku.
Tanpa aba-aba, Andre melakukannya dengan kecepatan tinggi. Di sela-sela jeritan kecilku, aku melihat dia menatapku tajam, seakan dia menikmati ekspresi wajahku.
"Andre," panggilku di tengah desahanku. "Aku akan-" Aku menjerit saat cairan mengalir keluar di dalam vaginaku. Entah itu milikku atau milik Andre.
Aku mengatur napas, memenuhi rongga paru-paruku dengan oksigen sebanyak mungkin. Andre masih menatapku. "Katakan padaku. Apa saja yang telah dia lakukan padamu? Apa dia pernah menciummu? Memelukmu?" Dia mulai meracau lagi.
"Dia tidak melakukan apapun," kataku.
"Dia tidak pernah menyentuhmu seperti ini?" Tangan Andre lagi-lagi meremas payudaraku.
"Tidak." Aku mengerang pelan.
"Menciummu seperti ini?" Bibir Andre mengecup lembut bibirku. "Lalu, melakukan ini?" Dengan pelan Andre menggerakkan penisnya yang masih berada di dalam tubuhku.
Aku melenguh. "Tidak," jawabku dengan suara bergetar.
Andre mencabut penisnya dan membuatku berdiri menghadap dinding kaca. Dia menekan tubuhku di antara kaca dan tubuhnya yang besar. Sembari meremas-remas pantatku, dia mulai berbisik. "Apa kamu melihat orang-orang itu? Bagaimana jika mereka melihatmu seperti ini? Aku yakin salah satu dari mereka melihat kita."
"Tidak, Andre." Suaraku tercekat saat kurasakan Andre memasukkan penisnya kembali.
"Lihatlah, bagaimana kalau Yoga melihatmu seperti ini? Apa yang akan dia pikirkan saat melihat putingmu mengeras dan terlihat menikmati perlakuanku?"
Entah apa yang terjadi di otakku. Mataku menatap Yoga di kejauhan. Aku mulai meramal detik-detik kejadian jika dia benar-benar melihatku dalam keadaan sekarang ini. Mungkinkah aku akan malu? Atau aku akan menikmati tatapan matanya?
"Putingmu benar-benar mengeras." Kurasakan sentuhan lembut di ujung payudaraku. Aku menikmatinya di sela-sela gerakan kejantanan Andre di dalam tubuhku.
Kini tangan kanannya, melepas penutup kepalaku dan mengurai rambutku. Andre sepertinya lebih bersemangat menggenjotku dan sentuhan-sentuhannya di tubuhku semakin kasar. Dia bahkan tidak ragu-ragu memasukkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke dalam mulutku.
Tubuhku sedikit melengkung. Klitorisku tidak luput dari permainan Andre. Aku semakin terlihat seperti orang kesetanan. Dinding-dinding vaginaku berdenyut-denyut. Tak lama kemudian, semprotan cairan menusuk tubuhku untuk kedua kalinya hari ini.
Andre menahan tubuhku yang terasa lemas. Dia menggendongku bak putri raja, lalu merebahkanku di ranjang. Matanya menatapku. Kubiarkan tangannya menari-nari di tubuhku. "Kamu masih mencintainya?"
Dahiku mengernyit. "Aku sudah melupakannya sejak lama. Kenapa kamu begitu khawatir aku mencintainya? Bukankah kamu bilang ingin balas dendam padanya?" Aku hanya bersuara lemah. Aku tidak yakin Andre dapat mendengarnya.
Andre memelukku. Diselipkannya kepalanya di leherku dan bernapas dengan berat. "Tidak. Aku hanya merasa marah saat tahu kamu pernah bersama pria brengsek itu." Dia menghela napas panjang. Dalam keadaan setengah bugil pun tampaknya tidak mengganggunya sama sekali untuk terlelap.
Kutatap langit-langit kamar. Aku sudah tidak peduli lagi jika ada satu atau beberapa orang melihat kami dari balik dinding kaca. Dengkuran halus Andre seakan menarikku ikut masuk ke alam mimpi. Degup jantungnya yang teratur pun terdengar seperti nyanyian nina bobo bagiku. Akankah aku jatuh di pelukannya suatu hari nanti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
RomancePria itu hadir begitu saja ke kehidupanku. Panggilan private yang muncul tiap malam di telepon genggamku membawaku ke dalam peristiwa yang tidak terbayangkan. Note: untuk versi revisi bisa dibaca lewat aplikasi fizzo/kubaca dengan judul yang sama