Rencana

4.2K 334 4
                                    

Sepanjang jalan, Andre sama sekali tidak berbicara. Bahkan setelah sampai rumah, dia hanya menggandengku turun dari mobil tanpa menatapku. Aku tidak bisa membaca perasaan yang dia rasakan saat ini. Aku memeluknya. "Maafkan aku." Aku mencoba membuka pembicaraan.

"Kenapa minta maaf?" Andre membalas pelukanku. "Aku yang sebenarnya salah. Seharusnya aku tidak mempertemukanmu kembali dengan bajingan itu."

Aku tersenyum. "Benarkah kamu hanya pernah melakukannya denganku?" Aku tiba-tiba teringat perkataan Andre saat memukul Yoga sebelumnya.

Wajah Andre tampak bersemu merah. "Aku memang playboy, tapi aku bukan pria yang asal menyentuh wanita."

"Oh, ya?" tanyaku menggodanya. "Lalu kenapa kamu berani menyentuh dosen wanita di toilet kampus?"

Andre melingkarkan tanganku di lehernya dan mengangkat tubuhku. "Kamu itu punyaku." Dia mencium bibirku lembut. "Aku akan menyelesaikan masalah Yoga. Dia tidak akan pernah berani menyentuhmu lagi."

"Turunkan aku. Aku ingin mandi." Aku memukul pelan dada Andre hingga dia menurunkan tubuhku. "Terima kasih sudah menjemputku dan mengantarkan pulang dengan selamat." Aku mengecup pipi Andre.

"Kamu mengusirku?"

Aku tertawa. "Tidak, aku hanya pamit mandi, mungkin sekitar 30 menit. Rasanya letih sekali, jadi aku ingin berendam sebentar."

"Baiklah."

Aku berjalan masuk ke kamar mandi. Aku mulai mengisi bathtub dan menambahkan bubble bath. Kutanggalkan semua pakaianku dan membersihkan diri sebentar sebelum masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi penuh dan berbusa. Aku melangkah masuk dan memijat-mijat tanganku yang sedikit lebam karena cengkeraman tangan Yoga.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Andre berdiri tanpa busana memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya di bawah shower.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku dan terkejut melihat benda di bagian bawah tubuhnya sudah tegang.

Beberapa menit kemudian tubuh besar Andre melangkah masuk ke dalam bathtub berukuran satu orang ini. Dengan mudahnya dia mengangkat tubuhku dan memosisikan diriku duduk di atas pangkuannya. Aku gugup dan merasa tidak nyaman dengan penis tegang milik Andre di bawah sana.

"Aku akan membuatmu lebih mudah duduk di pangkuanku," bisik Andre di telingaku. Tanpa menunggu persetujuanku, Andre memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.

Refleks, aku mendesah cukup nyaring hingga kurasakan benda tegang itu menyentuh dinding rahimku. Andre meremas payudaraku pelan sedangkan bibirnya sibuk menelusuri leherku. Aku mencengkeram paha Andre dengan kuat saat jari-jarinya menyentuh putingku.

Ciuman Andre turun ke punggungku. Tangannya sekarang turun di pinggangku, memandu tubuhku untuk bergerak di atas tubuhnya. Kudengar desahannya saat aku mempercepat gerakanku semakin berat. Beberapa detik kemudian sebuah cairan hangat terasa mengisi liangku.

Aku berhenti dan mengeluarkan penis Andre. Kubalikkan tubuhku dan menyentuh benda itu dengan tanganku. Dengan cepat penis Andre kembali tegang.

"Kamu akan terus membiarkannya seperti itu?" tanya Andre yang tertawa melihatku terpana pada miliknya. "Semudah itulah aku bergairah melihatmu. Sekarang, aku penasaran bagaimana menyakitkannya Yoga menahan semua gairahnya padamu. Pantas saja banyak sekali wanita yang ditidurinya."

Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Entah itu pujian atau hanya sarkasme yang dilontarkan Andre secara tidak sadar.

Aku bergerak mendekati tubuh Andre. Tubuhnya yang terbentuk dari hasil latihannya selama ini membuatku tertarik. Andre cukup terkejut saat aku mengecup lehernya. "Apa menurutmu aku sama dengan wanita-wanita itu?" bisikku. Aku menyentuh wajah Andre dan mencium bibirnya lembut.

"Tidak. Bahkan seribu wanita tidak akan sebanding denganmu." Andre membalas ciumanku dengan senang. "Aku senang hanya aku yang pernah menyentuhmu seperti ini."

Andre memasukkan penisnya kembali ke dalam tubuhku. Tubuhku secara otomatis bergerak naik turun untuk menikmatinya.

"Kamu sangat seksi sekali saat ini," bisik Andre di tengah desahannya. "Aku tidak tahu kamu akan bisa seperti ini."

Aku memang tidak pernah berinisiatif sebelumnya, karena awalnya semua hanya paksaan. Ini pertama kalinya aku bergerak sendiri. Pertama kalinya aku merelakan diriku disentuh seorang pria. "Aku tidak akan menunggumu wisuda. Aku ingin kamu secepatnya."

Sesaat, aku melihat Andre terpana. Dia tiba-tiba mengangkat tubuhku dengan miliknya yang masih di dalam vaginaku. Dengan tubuh kami berdua yang masih basah, dia merebahkanku di ranjang. Matanya penuh dengan gairah menatapku. "Baiklah kalau itu maumu."

Andre kembali memegang kendali. Dia menciumku dengan bergairah. Tubuh bagian bawahnya terus bergerak mengisi vaginaku sepenuhnya. Aku mencengkeram bahunya dan meracau di tengah desahanku. "Aku mau keluar," kataku dengan suara tercekat. Ketika klimaks itu datang, aku pun berteriak. Entah kenapa terasa berbeda dari sebelumnya.

Tubuhku lemas. Tapi, kurasakan kembali penis Andre menegang kembali di dalam tubuhku. "Jangan kira malam ini akan berakhir dengan cepat. Aku tidak akan membiarkanmu tidur malam ini."

***

Sebuah tangan memijat lembut tubuhku. Aku merasakan terpaan napas di tengkuk leherku. Aku menggeliat dan membuka mataku. "Apa yang kamu lakukan?" Tanganku menyentuh dagu kasar Andre. "Kamu perlu bercukur."

Dengan sengaja Andre menggesekkan dagunya ke leherku. Aku tertawa menahan geli.

"Hentikan." Aku memutar tubuhku menghadap Andre dan mengecup bibirnya. "Selamat pagi."

"Lenganmu lebam. Mau ke rumah sakit?"

Aku menggeleng. "Sudah nggak sakit, kok. Aku cuma capek karena kamu minta terus." Kusandarkan kepalaku di dada bidang Andre.

"Besok, aku akan ke rumah orang tuamu untuk melamarmu. Minggu depan kita akan menikah. Jadi, siapkan energi untuk memuaskanku tiap malam."

"Kamu mengatakannya seakan semua proses itu mudah. Kamu nggak gugup?" Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Ndre! Cincinku!" Aku menengadahkan kepalaku dengan panik.

"Coba dilihat dulu di jarimu," kata Andre dengan tenang.

Aku menemukan cincin itu kembali di jari manisku. "Bagaimana kamu mendapatkannya?" Aku bahkan tidak ingat kemana Yoga membuang benda kecil itu, tapi Andre menemukannya.

"Menurutmu bagaimana aku tahu kemana Yoga membawamu?"

Ya. Aku tahu Andre mempunyai banyak relasi dan mungkin beberapa pesuruh. Tidak heran dia mengetahui segalanya tentang hidupku. Tapi, hanya aku yang hampir tidak tahu apa-apa tentangnya. Apakah keputusanku benar mempercepat pernikahan? Aku dapat satu pelajaran yang pasti, tidak akan memutuskan apapun di tengah-tengah kegiatan seks.

"Selama seminggu ini, bisakah aku lebih mengenalmu?" tanyaku ragu-ragu. "Aku bahkan hanya tahu nama lengkapmu dan samar-samar tentang orang tuamu."

"Apa yang ingin kamu tahu?"

"Pekerjaanmu? Ulang tahun? Hobi? Cita-cita? Hewan peliharaan? Semacam itu."

"Setelah pertemuan orang tua kita besok, aku akan mengajakmu ke kantorku. Bagaimana?"

Aku mengangguk senang. "Iya. Tidak ada seks, ok?"

Andre tertawa. "Kita lihat saja nanti."

PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang