Sesi kedua kuliah hari ini sangat lancar. Presentasi para mahasiswa tentang laporan pengamatan terhadap produksi beberapa perusahaan tempat mereka magang cukup baik. Walaupun beberapa dari mereka masih kelihatan sangat gugup, tapi aku sangat senang mereka bisa mengatasinya.
Aku merapikan buku-buku dan beberapa makalah mahasiswa sebelum pergi meninggalkan kelas. "Terima kasih atas presentasinya hari ini. Semua kelompok sudah melakukan risetnya dengan sangat baik. Saya akan mengumumkan nilainya besok di papan pengumuman."
Heels-ku berkeletuk pelan saat berjalan keluar dari kelas. Kelas yang tadinya hening, berangsur-angsur ramai setelah jam kuliah selesai.
Seorang pria tampak sudah menungguku di luar. Hari ini dia berpenampilan sangat formal, membuat orang yang melihatnya mengira dia bukan salah satu mahasiswa di kampus ini. Rambut-rambut halus di sekitar rahangnya pun membuatnya lebih berbeda.
Pria itu mengambil setumpuk laporan di tanganku dan dengan pasti berjalan di sisiku. Banyak mata tertuju ke arah kami, entah penasaran dengan apa. Aku hanya mengabaikan semuanya, lalu kembali fokus pada Andre.
"Bagaimana bimbingannya? Apa sudah bisa lanjut ke sidang?" tanyaku, membuka pembicaraan.
"Iya. Ini revisi terakhir. Minggu depan sudah boleh ikut sidang. Mungkin jadwalnya akan diumumkan lusa."
Perasaanku seperti menghangat. Rasanya seperti baru pertama kali kami berbicara akrab seperti ini. Benarkah ini yang pertama kali?
Kami tiba di depan pintu ruanganku. "Perlu bantuan untuk mengerjakannya?"
Andre tiba-tiba menatapku seakan-akan tidak percaya. Bola matanya seperti menghisap nyawaku dari dalam tubuhku.
"Ada yang salah?" Tubuhku bergerak-gerak aneh sendiri. Perutku rasanya seperti tergelitik dan ini sangat tidak nyaman. Aku dengan mudahnya salah tingkah di depan Andre hanya karena dia menatapku.
Sebuah senyuman merekah di bibir Andre. "Tidak. Aku memang sedang perlu bantuan."
"Benarkah?" Aku sedikit merasa tidak yakin dengan pertanyaanku sebelumnya.
Andre berjalan mendahuluiku memasuki ruang kerjaku. Dia meletakkan berkas di tangannya di sisi kosong meja. "Benar." Tiba-tiba saja bibir Andre mendarat lembut di dahiku. "Aku akan menjemputmu nanti sore. Sampai jumpa." Kali ini dia mencium pipi kananku.
Detak jantungku seakan terhenti. Hari ini pria itu bersikap sangat manis padaku, membuatku bertanya-tanya kembali tentang perasaanku kini padanya.
***
Aku baru saja berjalan keluar kantor dosen saat seorang staf tata usaha menghampiriku. Dia menyerahkan sebuah jadwal presentasi tugas akhir.
"Tolong simpankan dulu ya, Mbak. Besok saya ambil langsung dari ruang tata usaha," kataku sambil menyerahkan kertas di tanganku kembali padanya.
"Baik, Bu. Oh, iya. Ada pacar Ibu nunggu di ruang TU."
Pacar?
"Iya. Terima kasih."
Aku berjalan menuju ruang tata usaha dengan menjinjing sebuah tas berukuran tanggung. Sepertinya Andre datang tepat waktu. Dia tampak sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang di ruangan itu. Beberapa dosen senior yang sedang beristirahat tampak tertarik dan memperhatikannya.
Suasana tampak hangat. Andre mengeluarkan sedikit lelucon, membuat seisi ruangan ikut tertawa bersamanya. Dia terlihat sangat dewasa. Kini aku merasa dia sudah masuk sangat dalam di kehidupanku.
"Asyiknya yang dapat brondong." Seorang wanita setengah baya mengejutkanku. Dia muncul dengan sebuah cangkir kopi di tangannya. "Tapi cocok kok sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
RomancePria itu hadir begitu saja ke kehidupanku. Panggilan private yang muncul tiap malam di telepon genggamku membawaku ke dalam peristiwa yang tidak terbayangkan. Note: untuk versi revisi bisa dibaca lewat aplikasi fizzo/kubaca dengan judul yang sama