Penis Andre berada tepat di mulut vaginaku. Aku berjongkok di atas tubuhnya dan memasukkannya dengan pelan. Kurasakan benda itu masuk sangat dalam, membuatku mendesah cukup keras. Kunaik-turunkan tubuhku, mencari sensasi kenikmatan yang sering kudapatkan dari Andre. Aku meremas bahu Andre dan bergerak semakin cepat saat hampir mendapatkan sensasi itu.
Tubuhku tersentak dan sebuah pekikan keluar dari mulutku. Napasku tersengal-sengal dan keringat membasahi seluruh tubuhku. Aku menatap Andre yang tersenyum melihatku.
"Kamu tahu? Itu sangat seksi." Andre mengangkat tubuhku ke ranjang. Kini, dia berada di atasku. "Giliranku."
Andre kembali memasukkan penisnya. Aku mengerang saat benda itu kembali bergerak di dalam tubuhku. Samar-samar suara desahan Andre pun terdengar saat mempercepat gerakannya. Tangannya yang berada di pinggangku, membuat gerakanku seirama dengannya.
"Ndre--!" Kutahu sebentar lagi klimaks itu akan datang kembali. Tidak perlu waktu lama hingga cairan milik Andre menyembur di dalam tubuhku. Aku benar-benar kelelahan hingga tidak sadar tertidur begitu saja.
***
Suara dering ponsel membangunkanku. Aku mengerjap mencoba beradaptasi dengan cahaya matahari yang memasuki celah ventilasi jendela. Wangi khas Andre menguar di udara dan kudapati dia sedang berdiri di depan cermin dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya.
Aku mencoba duduk dan terkejut mendapati diriku tanpa busana di balik selimut. Cepat-cepat kutarik selimutku hingga kembali menutup tubuh saat Andre menyadari bahwa aku sudah terjaga. Beberapa saat kemudian, dia menutup panggilan telepon di telinganya dan berjalan ke arahku.
"Selamat pagi, Sayang. Maaf membangunkanmu." Andre sedikit membungkuk dan mencium keningku. Tidak berhenti sampai di situ, dia kembali mencium hidung, pipi kanan, pipi kiri, dan bibir. Dia menatapku. "Aku akan melakukan ini setiap sebelum tidur, bangun tidur, pergi dan pulang. Semacam salam."
"Jadi, kalau kamu menjemputku di kampus, kamu juga akan melakukannya?" tanyaku terperangah dengan ide baru yang diutarakan Andre.
"Tentu saja. Biar semua orang tahu kalau kamu milikku."
"Tidak bisakah hanya cipika-cipiki saja? Terlalu vulgar untuk mencium bibir di tempat umum." Dahiku berkerut. Aku tidak ingin membayangkan seisi kampus melihat rutinitas baru ini.
Andre mengedikkan bahunya. "Baiklah. Aku akan menyesuaikan tempatnya."
"Jadi, siapa yang telepon?" tanyaku penasaran. Beberapa saat lalu aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi.
"Hanya asistenku saja. Dia menjadwalkan ulang semua meeting perusahaan dan menanyakan pendapatku. Kurasa beberapa pertemuan bisa dilakukan tanpaku. Apalagi sekarang aku akan menjadi suami dan ayah. Karena itu, aku sekarang harus membawamu ke kamar mandi dan memandikanmu." Andre mengangkatku bersama gulungan selimut.
"Apa yang kamu lakukan? Aku bisa mandi sendiri." Aku meronta-ronta. "Nanti selimutnya basah."
"Aku yang akan mencucinya." Andre mendudukkanku di atas dudukan kloset yang tertutup. Dia melepaskan handuk di pinggangnya dan kubiarkan dia membuka selimutku. Tangannya dengan lembut menggandengku memasuki bathtub yang sudah terisi air. Dia membimbingku untuk duduk memunggunginya dan memeluk pinggangku.
Sensasi air hangat menyentuh kulitku hingga setinggi dada. Tangan Andre bergerak merapikan rambutku yang terurai. Dia mengikat rambutku dengan sebuah karet rambut yang entah dia temukan dari mana. Aku meliriknya dari balik bahuku saat dia mengecup lembut leherku.
"Apa semua pria bisa mengikat rambut pacarnya?" tanyaku. "Kurasa perlu latihan beberapa kali hingga bisa melakukannya seperti ini." Aku menyentuh rambutku yang terikat rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
RomancePria itu hadir begitu saja ke kehidupanku. Panggilan private yang muncul tiap malam di telepon genggamku membawaku ke dalam peristiwa yang tidak terbayangkan. Note: untuk versi revisi bisa dibaca lewat aplikasi fizzo/kubaca dengan judul yang sama