ENAM

714 79 11
                                    

Sudah dua minggu lamanya setelah Yaksa bertemu kembali dengan Langit, hari-harinya menjadinya sangat membuat pusing. Entah kenapa di otaknya masih memikirkan Langit, Langit dan Langit.

"Sekala pergi, Yah."

Suara tersebut membuat Yaksa kembali ke realita. Ya, sekarang dia bukanlah pacar dari remaja yang kemarin dia temui di caffee, sekarang peran dia adalah suami wanita dan ayah dari remaja berusia lima belas tahun.

Yaksa berdeham. "Kau akan pergi sekarang?"

Sekala yang tengah memakai sepatunya mengangguk. "Hanya latihan basket."

Yaksa menganggukan kepalanya. Hah, bahkan anak sambungnya sangat menyukai basket.

Sama seperti Langit, batinnya.

"Sekala, jangan pulang terlalu malam, sayang." Alina datang menghampiri Sekala dan membawakan sebuah box makanan dan air minum.

Sekala berdiri setelah selesai memastikan sepasang sepatunya terikat rapih. "Sekala pergi, Mom." ucap remaja tersebut diiringi mencium kedua pipi Alina.

Alina menoleh ke arah Yaksa yang masih duduk di sofa depan televisi. "Ayah nggak mau antar Sekala sampai depan?" ujar Alina dengan nada sedikit menyindir.

Yaksa terkesiap, pada akhirnya Yaksa ikut mengantar Sekala hingga sampai di garasi rumahnya. Sekala memang belum mendapatkan SIM, tetapi remaja tersebut sudah lama membawa kendaraannya sendiri.

Yaksa harus sadar dia sudah memiliki keluarga kecil sekarang, Langit pun begitu, bukan? Langit memiliki keluarga kecilnya sendiri. Jadi untuk apa lagi Yaksa berharap bisa kembali dengan Langit? Bukankah waktu tidak bisa diputar? Jadi untuk apa menyesali apa yang sudah terjadi.

Yaksa meringis, setelah mobil Sekala keluar dari pekarangan rumah, Yaksa kembali masuk ke rumah meninggalkan Alina yang masih di belakangnya.

"Adhi, berhenti!" seru Alina seraya mengejar Yaksa yang masuk rumah terlebih dahulu.

Yaksa berhenti dan mendengus. "Ada apa lagi, Alina?" tanya Yaksa dengan culas.

"Kamu tidak seharusnya bertindak cuek terus sama Sekala. Biar bagaimanapun dia anak kamu sekarang, Adhi." tutur Alina.

Yaksa memijat pelipisnya. "Okay. Saya minta maaf, ya?" sahut Yaksa mengalah.

Alina menatap Yaksa dengan tajam. Alina sadar sekali sikap Yaksa belakangan ini berubah, entah apa yang telah terjadi dengan suaminya.

"Kamu kenapa sebenarnya?"

Pertanyaan tersebut membuat Yaksa menaikan sebelah alisnya. "Maksud kamu?" tanya Yaksa.

Alina mendengus. "Jangan pikir aku nggak sadar ya kamu berubah akhir-akhir ini."

"I'm okay, Alina. Saya cuma sedang suntuk dengan kantor."

Alina menggigit bibir bawahnya. Wanita cantik itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali bersuara.

"Kalau ada apa-apa ngomong ya, sekarang kamu hidup nggak cuma sendirian, kamu sudah punya istri dan anak." ucap Alina.

"Sekala butuh peran kamu, Adhi. Dia emang nggak ngomong, tapi dia mau dekat sama Ayahnya." lanjut Alina kembali.

Untuk sesaat Yaksa sadar bahwa dia membangun tembok tidak kentara di antara dia dan anaknya.

・゜✭・.・✫・゜・。.

"Sekala, tangkap!"

Sekala menangkap bola basket yang dilempar oleh seniornya. Permainan basket telah selesai dari beberapa menit yang lalu, namun Sekala masih enggan beranjak pergi dari lapangan.

FALL  |  WinBrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang