DUA PULUH DUA

545 57 16
                                    

Langit tau jika apa yang ia inginkan tidak pernah terjadi, seolah semesta menentang dia untuk bahagia. Langit sejujurnya lelah, ia memiliki banyak sekali keinginan yanh rasanya hampir tidak akan pernah terwujud. Seperti kini, dia masih ingin bahagia tinggal dengan Bu Sora dan anak-anak yang lain, di sisi lain dia juga memiliki anak kandung yang sudah dua tahun lamanya tidak ia jua. Mau tidak mau dia pasti akan kembali ke tempat asalnya, siap atau tidak siap pasti dia akan kembali, meskipun masih banyak sekali ketakutan yang selalui menghantui pikirannya setiap waktu, banyak sekali rasa trauma yang terikat dalam memorinya.

Langit menghela napasnya, ia tersenyum getir. Benarkah? Astaga, dia masih belum ingin kembali.

Ia meraih kopernya lalu keluar dari kamar yang menjadi tempat tidurnya selama dua tahun terakhir, banyak sekali anak-anak berjejeran di luar kamarnya dengan berderai air mata. Wajar, mereka sudah cukup lama bersama jadi rasanya sangat sakit begitu harus terpisah tiba-tiba.

Junho memeluk Langit erat, membuat Langit terkekeh dengan tangan yang mengusak surai halus anak kecil itu.

"Kak Sky akan berkunjung lagi nanti. Janji."

Bu Sora menghampiri Langit lalu memeluknya. Langit menitikan air matanya, sejujurnya ia masih belum siap dengan perpisahan yang tiba-tiba ini.

"Tumbuh sehat, ya! Hubungi kami jika ada waktu luang."

Ucapan dari Bu Sora tersebut semakin membuat Langit terisak, Bu Sora benar-benar sudah menganggap dirinya seperti anaknya sendiri.

・゜✭・.・✫・゜・。.

"Papa? Papa, Dadda?" oceh Arash di gendongan Jeff, sementara Eden berada di gendongan Orion.

Orion gugup, sungguh. Ini pertama kalinya ia bertemu kembali dengan Langit. Apa yang harus ia katakan pada Langit untuk pertama kalinya? Apa Langit mau memaafkan kesalahannya di masa lampau? Bagaimana jika—

"Tenang, okay? Aku kenal Langit banget, dia pasti maafin kamu kok. Manusia bisa berubah, kan? Dan kamu berubah lebih baik, dia justru pasti senang, apalagi kalau tau kamu sering ajak main Si Kembar." ujar Jeff mencoba menenangkan Orion.

Jeff mengusak surai lembut Orion, membuat Orion sedikit lebih baik. Orion tersenyum, ia mencium pipi Eden dengan lembut. Sungguh, Orion sangat menyayangi Eden dan Arash. Mereka bahkan sering jalan-jalan ke Mall bersama bermain di timezone.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah restoran Korea. Sebenarnya itu request dari Yaksa, dia ingin mereka bertemu di Restoran alih-alih Jeff menjemputnya di bandara.

"Dadda, dadda, papa.." celoteh Arash lagi.

"Iya, sayang. Kita akan ketemu Papa. Senang, kan?" sahut Jeff sembari mereka memasuki sebuah restoran.

Sementara Jeff memesan tempat, Orion membawa Eden ke sebuah kolam berisi ikan. Mengajak Eden bermain setidaknya membuat perasaannya lebih baik.

"Papa kamu akan maafin Uncle, kan?" lirih Orion, netranya menatap penuh wajah Eden. Ahh, melihat Eden seperti melihat Langit versi perempuannya, mereka sungguh mirip.

"Nio, tutu, Nio!" seru Eden.

Orion tersenyum. "Eden mau susu?"

Eden mengangguk. "Ayo kita ambil susunya. Hmm, Dadda dimana yaa?"

Orion berjalan memasuki restoran, pihak restoran langsung mengantar Orion pada ruangan privat. Benar saja, Jeff sudah duduk di sana dengan Arash yang sudah tertidur pulas di gendongannya.

Jeff tersenyum, ia tidak menyangka bahwa pada akhirnya ia akan jatuh hati pada sosok rival dari sahabatnya. Jeff sadar, bahwa setelah ia mengenal dalam sosok Orion, Orion adalah pribadi yang sangat baik sekaligus rapuh, karena itu pula pada akhirnya Jeff luluh dan terjatuh pada sosok manis yang sudah duduk di depannya.

FALL  |  WinBrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang