Chapter 8

8.8K 1.1K 30
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi belaka

Cerita ini hanyalah fiksi belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀🥀🥀

"Aldric, bisakah kamu berhenti menatapku seperti itu?" Tanya Calyta setelah beberapa saat dirinya berhasil mengunyah roti isi guna mengganjal perutnya dan memberi kekuatan untuk bicara pada suaminya yang mendadak terlihat menakutkan.

Calyta merasa tertekan untuk menikmati makanannya jika berada di bawah tatapan Aldric saat ini.

Aldric, pria itu beberapa saat lalu berbaik hati mengantarkan roti isi dan segelas susu hangat. Calyta merasa sedikit tersentuh, meski masih berwajah datar seperti biasa setidaknya suaminya itu memberi secuil perhatian padanya.

Tapi rasa tersentuh Calyta menguap begitu saja berubah menjadi rasa kesal dan jengkel karena sedari tadi Aldric berdiri disamping tempatnya berbaring, menatapnya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup. Membuat dirinya susah payah menelan makanan yang sebenarnya tadi terlihat begitu menggoda.

Aldric masih tetap mempertahankan posisinya membuat Calyta semakin merasa terpojokkan. Dengan geram Calyta langsung mengambil segelas susu di meja sampingnya dan meminumnya sampai tandas dengan sekali tegukan.

'Ttak' dengan kesal Calyta meletakkan gelas susunya di meja kecil yang berada disamping tempat tidurnya.

"Baik. Aku mengaku bersalah. Aku dengan ceroboh tanpa berpikir mengikutimu dan menyamar sebagai kusir. Aku tidak berpikir matang tentang konsekuensi yang akan terjadi. Maaf jika kehadiranku merepotkan. Sekali lagi aku minta maaf." Cecar Calyta tanpa henti  dengan kecepatan cahaya membuat Aldric hampir saja membuka mulutnya karena terkejut. Untung Aldric segera sadar dan kembali pada mode awalnya sebagai pria datar.

'Ehem'

Aldric berdehem singkat guna membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba kering sebelum menjawab perkataan Calyta.

"Setelah keadaanmu lebih baik, Alex dan Louis akan mengantarmu ke ibukota." Ujar Aldric merespon ucapan Calyta.

"Tapi-"

"Jangan membantah, Calyta!"

"Tapi asal kamu tahu yang ada di pikiranku ketika melakukan ini adalah aku ingin menemanimu mungkin saja kehadiranku dapat membantumu menyelesaikan masalah." Ujar Calyta berusaha membela diri, dirinya belum ingin kembali ke ibukota meski masih shock akan kecelakaan kereta tadi pagi, Calyta masih bersikukuh untuk ikut dan menambah pengalaman hidupnya yang akan monoton jika dirinya hanya berdiam diri di kediaman Duke.

"Aku tidak sedang ingin dibantah Calyta. Diam dan turuti perkataanku!" Ujar Aldric lugas dan emosi mendengar omong kosong yang baru saja keluar dari mulut istrinya. Kenapa istrinya akhir-akhir ini semakin tidak terkendali.

Aldric memijat pelipisnya pelan.

"Aldric..." lirih Calyta sembari mengerucutkan bibirnya.

"Besok ahli medis dari kota akan tiba dan memeriksa keadaanmu. Sekarang istirahatlah!" Ujar Aldric sembari berjalan kearah sofa yang ada di kamar itu, pria itu berbaring dengan sebelah tangan menutup matanya. Saat ini, Aldric hanya ingin tidur dan mengistirahatkan diri karena dia tahu musuh yang tadi pagi menyerangnya lebih dari satu. Dan masalah yang dihadapinya tidak sesederhana itu.

Calyta hanya menatap Aldric nanar, ingin membantah tapi tak sanggup karena itu dengan cepat dia berbaring dan menyelimuti dirinya hingga kepala.

"Menyebalkan." Gerutunya kesal, kemudian kembali berbaring.

*********

"Berhenti!" Teriak Eros keras pada 50 prajurit yang mengikutinya. Eros terkejut melihat banyaknya bercak darah dan beberapa mayat bertopeng yang tergeletak begitu saja di tanah. Keadaan yang ada disekitarnya sekarang benar-benar berantakan.

Pengawal pribadi Calyta itu, saat ini bersama rombongannya telah sampai di sebuah hutan di perbatasan kota. Awalnya Eros ingin mengabaikan saja  para mayat itu tapi dia tidak bisa melakukannya ketika netranya menemukan pedang yang patah dengan logo Duke Allard (mawar hitam) di gagang pedang, tergelak begitu saja diantara para mayat.

Eros segera turun dari kudanya memeriksa pedang itu, dirinya semakin yakin bahwa pedang itu adalah milik salah satu pengawal yang mengikuti Duke.

"Kalian dengarkan baik-baik. Kemungkinan rombongan Tuan Duke diserang. Kalian harus menyusuri tempat ini dengan teliti dan mencari mereka sampai ketemu. Laksanakan perintah sekarang!" Perintah Eros tegas. Eros yakin saat ini tuannya dan para prajurit baik-baik saja. Karena selain tidak ditemukan mayat mereka, tuannya dan para prajurit Duke itu memiliki kemampuan yang sangat mumpuni dan tidak akan kalah begitu saja.

"Baik." Jawab para prajurit serentak dan segera melaksanakan perintah Eros.

Eros berjalan kearah kudanya mengikuti para prajuritnya untuk segera mencari Duke. Namun, langkah Eros seketika berhenti ketika melihat salah satu mayat yang tidak jauh dari tempatnya. Dilengan mayat itu terdapat tato naga merah yang sangat dikenalnya. Eros lantas berjalan mendekati mayat itu.

"Luke." Ujarnya kaget ketika membuka topeng mayat itu.

*********

Seorang wanita berambut pirang alias Calyta mengerjap pelan ketika netranya terganggu oleh cahaya yang masuk melalui celah kamarnya. Meski lelah mau tidak mau Calyta terpaksa bangun dan merenggangkan ototnya yang terasa sakit semua. Mungkin ini karena insiden kemarin, pikirnya.

Calyta duduk dan menguap pelan, lalu menggosok matanya agar bisa bangun sepenuhnya.

"Oh, Astaga!" Pekiknya kaget saat pandangan pertama yang dilihatnya ketika bangun adalah roti sobek milik Aldric. Rasanya Calyta ingin mimisan sekarang. Gila! Sudah tampan, badan bagus, kaya, cerdas lagi, batin Calyta memuji suaminya. Tidak bisa dibiarkan, dia harus menjalin hubungan rumah tangga yang baik dengan Aldric, pasti anak mereka akan sangat lucu, menggemaskan dan juga menawan.

"Tutup matamu!" Sentak Aldric kaget mendengar suara istrinya. Pria itu secara reflek berbalik kearah Calyta dan ketika melihat tatapan istrinya yang menggelikan Aldric merasa wajahnya memanas.

"Untuk apa?" Balas Calyta santai. Enak saja, pemandangan indah seperti ini sayang jika dilewatkan, batin Calyta tidak peduli jika Aldric marah. Yang paling penting adalah cuci mata dan kebahagiaan batinnya ketika mengagumi ketampanan Aldric.

Tak tahukah istrinya, bahwa Aldric saat ini malu? Dia pikir wanita itu masih tidur dan tidak akan bangun secepat ini, karena itu dia memutuskan untuk berganti pakaian dikamar karena tadi Aldric hanya sempat mencuci muka di sumur yang berada di halaman rumah yang ditempatinya. Aldric menyesali keputusan yang menurutnya ceroboh itu.

Malas mendebat istrinya yang sekarang menjadi keras kepala, Aldric segera merapikan pakaiannya dengan cepat dan beranjak keluar kamar dengan sedikit tergesa.

"Wah, apa aku salah lihat?" Pekik Calyta heboh, "Pria robot itu, mungkinkah dia malu?" Imbuhnya sedikit tidak percaya karena saat Aldric berbalik dan berjalan kearah pintu tadi Calyta melihat dengan jelas bahwa belakang telinga Aldric memerah.

"Menggemaskan." Ujar Calyta seraya tersenyum lebar menampakkan giginya yang putih itu. Hatinya senang sekali sekarang. Baginya melihat Aldric salah tingkah dan malu adalah jackpot tersendiri.

 Baginya melihat Aldric salah tingkah dan malu adalah jackpot tersendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀🥀🥀

The Unmatched LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang