Menangislah jika kamu menyesali
semua perbuatanmu. Jangan angkuh
dengan dosa, jangan pelit akan
tangis. Karena bisa jadi, setiap tetes
air mata penyesalanmu akan menjadi nilai pahala untukmu.~ Forced Wedding ~
Arya menguap sambil menapaki tangga terakhir, matanya menyipit melihat Ameera yang sedang sarapan sendiri. Kenapa tidak menunggunya dulu? Arya berjalan mendekatinya, lalu duduk di kursi berhadapan dengan Ameera.
"Kamu kok gak nungguin saya sarapannya?" Tanyanya langsung.
"Aku kira kamu tidur lagi habis shalat shubuh, jadi aku sarapan sendiri."
"Saya gak shalat shubuh, ini baru bangun." Jawabnya dengan jujur.
Ameera menelan makanannya lalu meneguk airnya tiga tegukan, "Ya udah shalat dulu sana, nanti habis itu sarapan. Ini nasi gorengnya masih ada."
"Emangnya bisa? Bukannya waktu shubuh udah abis?" Tanya Arya dengan kening yang berkerut.
"Bisa, Mas. Kalo kita ketiduran, kita bisa mengerjakannya ketika kita bangun. Kalo kita lupa, kita bisa mengerjakannya ketika kita ingat, mau jam berapapun itu, shalat aja. Lagipula kita gak sengaja kan ngelakuinnya?"
Arya mengangguk-ngangguk, "Oke, saya ke atas dulu mau shalat." Arya berdiri dari duduknya.
"Aku ada acara bansos hari ini, kemungkinan pulang malem. Kamu makan di luar aja." Ujar Ameera.
Arya hanya mengangguk setelah itu naik ke atas. Entah kenapa dia juga jadi suka makan di rumah, padahal dulu dia tidak pernah makan di rumah. Lebih memilih makan di luar bersama Talita. Sekarang saat mengetahui Ameera akan pulang malam, berarti dia tidak bisa makan makanan enak buatan Ameera. Oke Arya, ini hanya untuk satu malam. Kenapa kamu ini sangat gelay sekali?
Ameera membereskan piringnya lalu menyimpannya ke wastafel, suara klakson mobil Maria sudah terdengar di depan rumahnya. Ameera bergegas menyampirkan sling bag nya lalu keluar dari rumah. Belum sempat Ameera masuk ke dalam mobil, Arya memanggilnya dari atas balkon. Penampilan suaminya masih menggunakan sarung dan baju kokonya.
"Ameera!"
Ameera mendongakan kepalanya ke atas, menggerakkan kepalanya seolah bertanya apa?
"Kamu gak salim sama saya?" Katanya di atas balkon sana.
Bibir Ameera menyunggingkan senyuman tipis, merasa sangat berdebar hanya karena hal kecil saja. Ameera melihat Arya masuk kembali ke dalam kamar, tidak lama setelah itu suaminya muncul dari pintu utama. Menuruni anak tangga lalu berdiri di hadapannya.
"Saya kan belum kasih izin kamu pergi."
"Bukannya tadi udah ngangguk?" Tanya Ameera bingung.
"Ngangguk bukan berarti ngasih izin, kan?"
Ameera mengangguk, dia menoleh ke belakang, "Ria, kamu berangkat sendiri aja, ya. Wakilin aku, udah tanggung soalnya acaranya. Gak bisa di tunda lagi."
Bibir Arya tersenyum, setelah kepala Ameera kembali menghadapnya, dia langsung berujar, "Dasar gemesin. Siapa sih yang bilang gak boleh berangkat?"
Wajah Ameera langsung berubah kesal, tangan kanannya dia gunakan untuk memukul kecil dada bidang suaminya, "Nyebelin banget, sih. Ngomong tuh jangan setengah-setengah, langsung ke intinya aja."
Arya tertawa ringan, dia menggenggam tangan kecil Ameera yang memukul dadanya, "Kamu juga kalo berbakti sama suami jangan setengah-setengah, kalo saya belum bilang iya jangan langsung berangkat. Jangan lupa juga buat selalu salim sama saya sebelum pergi. Karena itu termasuk kewajiban kamu juga terhadap saya. Ngerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Wedding
General FictionAmeera Az-Zahra, demi tujuan yang baik dia mau membantu suaminya untuk bersatu dengan wanita yang di cintainya. Kuat? Tentu tidak. Siapa yang bisa kuat melihat suaminya mencintai wanita lain? Namun dengan hati yang ikhlas Ameera berusaha untuk mene...