Dari awal, aku memang hanya di jadikan sebagai alat.
~ Forced Wedding ~
***
Ameera sedang sibuk berkutat di dapur, selain memasak. Ameera juga sedang membuat kue bolu pisang, kue bolu kesukaannya. Ameera membuat kuenya dua loyang, satu untuk di rumah, satu untuk Ibu Winka. Putra, Lily dan Syila pasti akan sangat menyukainya.
Sambil menunggu sayur sopnya matang, Ameera mengambil dua loyang kue yang sudah matang dari dalam oven, wangi khas bolu pisang menguar begitu kentara. Ameera tersenyum puas melihat kuenya yang bagus. Lalu dia menyimpannya di meja pantry, mendiamkannya selama beberapa menit supaya dingin lalu nanti akan di masukkan ke dalam wadah.
Arya yang baru saja turun dari tangga, menyium aroma yang sangat sedap. Lalu kepalanya di tolehkan ke arah dapur, di lihatnya dua loyang kue yang tersaji di atas meja pantry. Tapi dia justru malah salah fokus oleh pakaian Ameera.
Kaki Arya melangkah ke sana, lalu duduk di kursi sambil melihat pergerakan Ameera di depannya. Istrinya mengenakan gamis warna mocca dengan jilbab pashmina warna hitam. Serta apron warna biru yang tersemat sangat pas di tubuhnya. Sangat membentuk tubuh ramping Ameera yang sangat indah.
"Astaghfirullah." Gumam Arya, mulai sadar atas bayangannya sendiri. Kenapa dia memuji tubuh Ameera yang indah? Sepertinya akhir-akhir ini hati dan pikirannya sedang tidak sinkron.
"Eh, Mas. Kebetulan ada kamu, cobain deh kue buatan aku." Ujar Ameera senang, dia menaruh kuenya dalam wadah, lalu memotongnya menjadi beberapa bagian.
"Buka dulu apronnya sana!" Titahnya santai, meskipun begitu matanya tidak sesuai dengan ucapannya. Terus saja memperhatikan lekuk tubuh istrinya.
Astaga Aryaaaa, apa yang kamu lihaat? Nakal sekali matanya ini!
"Emangnya kenapa, Mas?"
"Kebiasaan nanya mulu kalo di suruh sama suami, apronnya kotor, Ameera. Buka sama kamu atau saya yang bukain?"
"Iya aku buka nih." Pasrah Ameera, tidak mau suaminya marah-marah. Setelah itu dia menyodorkan kuenya di hadapan Arya. Tersenyum manis, Ameera ingin tahu reaksi seperti apa saat suaminya memakan kue buatannya.
Arya meraih satu potong kuenya, lalu melahapnya sambil membalas tatapan Ameera. Satu gigitan, halisnya mengkerut. Dua gigitan, kuenya di telan dengan ekspresi yang kurang enak.
"Kuenya gak enak ya, Mas?" Tanya Ameera merasa sedih karena tidak bisa memuaskan lidah suaminya melalui kue buatannya. Padahal Bapak dan Ibunya selalu suka sama kue buatannya, para pegawainya pun sama. Apa karena suaminya tidak suka kue?
"Kuenya asin, terus keras."
"Hah? Masa sih, Mas?" Ameera langsung mengambil satu potong kuenya, melahapnya dengan perasaan was-was. Tapi setelah kunyahannya sudah tertelan, Ameera merasa tidak ada yang aneh. Kuenya manis, lembut. Dan tentunya enak.
"Kuenya gak asin, kok. Gak keras juga, ini enak Mas."
"Itu kamu tahu, kue buatan kamu emang yang paling enak. Jadi gak perlu di tanya lagi."
Ameera hanya tersenyum samar, merasa sedikit aneh oleh sikap dan perkataan Arya yang akhir-akhir ini sangat manis. Biasanya lelaki itu selalu sewot dan sinis kepadanya, tapi setelah memutuskan untuk berubah, sikap Arya kepadanya juga jadi berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Wedding
Ficción GeneralAmeera Az-Zahra, demi tujuan yang baik dia mau membantu suaminya untuk bersatu dengan wanita yang di cintainya. Kuat? Tentu tidak. Siapa yang bisa kuat melihat suaminya mencintai wanita lain? Namun dengan hati yang ikhlas Ameera berusaha untuk mene...