Galang pulang dari rumah sakit bersama dengan Vina. Sementara Galang tak tahu dimana keberadaan papanya sekarang. Vina bilang Nic sedang mengurusi pekerjaannya.
Galang sendiri tak heran akan hal itu, toh sekalipun Nic kecewa dengan dirinya. Akan tetapi apa yang sudah Nic lakukan untuknya dan Gilang juga tak bisa di maafkan begitu saja. Sudah melampaui batas.
"kamu istirahat dulu di kamar. Mama mau buat makan siang" Vina berlalu begitu saja tanpa menunggu Galang menjawab pertanyaannya. Galang hanya menghela nafasnya, lalu berlalu pergi dari tempatnya berdiri sekarang untuk pergi kekamarnya.
Vina langsung pergi ke dapur. Ia harus segera membuatkan bubur untuk kedua putra kembarnya. Masalah Gilang, kemarin ia kembali demam setelah menangis seharian. Di tambah lagi jantungnya yang kembali kambuh.
Untung saja Nic sudah mempersiapkan segalanya untuk Gilang. Nic memborong peralatan rumah sakit ke rumahnya beserta dokter juga perawatnya. Lagipula akan sangat berbahaya jika harus membawa Gilang ke rumah sakit. Keluarga angkat Gilang akan dengan mudah menemukannya. Dan itu hal yang paling ia dan suami takutkan.
Vina membawa nampan berisi bubur itu ke kamar Gilang terlebih dulu. Ini sudah lewat hari dan Gilang juga sudah melewatkan makan siang dan juga obatnya.
Vina memasuki kamar Gilang. Dilihatnya Gilang tengah duduk termenung entah sedang memikirkan apa.
"Gilang sayang, kamu makan dulu ya?" Vina menyodorkan sesendok bubur ke arah mulut Gilang. Tak memberikan penolokan Gilang memakan bubur itu tanpa niat.
Vinapun sangat senang akan hal itu. Hanya tiga suap dan Gilang menyudahinya. Ia tak ingin Vina berlama-lama dekat dengannya. Kejamkah dirinya? Gilang tak perduli. Mereka pantas mendapatkannya.
Vina tak lagi memaksakan, dengan perlahan ia meletakkan bubur tadi ke meja lalu mengambil beberapa butir obat untuk Gilang. Dan lagi-lagi Gilang tak menolak.
"mama taruh buburnya di sini ya? Nanti kamu makan lagi, kalau butuh apa-apa kamu panggil saja" Vina berdiri mencium sekilas pucuk kepala Gilang lalu pergi keluar kamar itu.
Sementara Gilang hanya melamun saja sejak tadi tapi siapa sangka tangannya justru terkepal,hatinya bergemuruh. Ia marah karena terjebak di tempat ini. Terlebih lagi ia tak bisa berbuat apapun karena kondisinya.
Di kamar Galang Vina meletakkan bubur di samping nakas Galang "kamu makan dulu, jangan lupa minum obatnya. Mama keluar dulu" setelah mengatakan itu Vina keluar dengan wajah lelah.
Berbeda sekali saat ia tadi bersama Gilang. Semalaman menunggui Gilang yang demam membuatnya kini dilanda rasa kantuk.
Galang hanya menatap nanar bubur yang di buatkan untuk dirinya. Biasanya kalau ia sakit Vina akan mencurahkan segalanya untuknya. Bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi dirinya.
Semalaman ia sendirian di rumah sakit. Ia berpikir mungkin keluarganya sedang istirahat di rumah. Tapi kenapa ia bisa melihat dengan jelas wajah kucel dan lelah Vina.
Tak ingin berprasangka buruk, Galang memakan dan meminum obatnya. Ia tak ingin lagi membuat kedua orang tuanya kecewa.
"Gilang, gimana dengan Gilang sekarang. Lebih baik gue pergi ke sekolah besok. Gue udah pengen banget lihat wajah datarnya" Galang mengambil ponselnya dan melihat kembali foto dirinya dan Gilang saat masih kecil. Senyum manis tersemat di bibir Galang.
"gue yakin suatu hari nanti kita bakalan akur lagi seperti dulu. Iyakan Lang?".
Di bawah Nic baru saja pulang kerja, hari sudah malam. Seharian ia menjalani hari yang berat. "mas Nic babak belur lagi?" Nic tersenyum ke arah istrinya yang menatapnya dengan khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen FictionKita memang berbeda, meskipun kita punya wajah yang sama. Semenjak hari itu kita sudah tak sama lagi. Semenjak mereka membuangku. Start ; 7 November 2019