Pagi itu Gilang mulai dengan acara rutinitasnya yaitu bangun tidur lalu membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Setelah itu ia turun ke lantai bawah dengan perlengkapan sekolahnya.
Di meja makan semua sudah berkumpul untuk melakukan rutinitas paginya yaitu sarapan. Hidangan yang mampu membuat perut Gilang berdisco sudah tersedia di meja makan.
"pagi pa..ma..kak.." sapa Gilang kepada seluruh keluarganya yang sudah duduk manis di kursinya masing-masing.
"pagi.." jawab mereka serentak bak paduan suara.
"kamu sudah mau berangkat sekolah lang..?" tanya Rizka yang menyodorkan seporsi nasi goreng ke arah Gilang, yang langsung di sambut dengan senang hati oleh Gilang.
"iya. Gilang udah bosan banget di rumah. Gue juga udah kangen sama teman-teman". Jawab Gilang.
"ya udah. Tapi jangan nakal, itu obatnya juga jangan lupa di minum. Bekalnya juga jangan lupa di bawa" titah Rizka yang hanya mendapatkan anggukan dari Gilang.
"oh ya ma.. Paa Saga nanti pulangnya agak maleman, soalnya ada rapat osis" ucap Saga yang sedari tadi diam saja.
"ya udah kamu pulangnya nanti hati-hati.." balas Adit sambil mengusap bibirnya dengan tisu lalu bangkit untuk mengambil peralatan yang akan ia bawa ke rumah sakit. Setelah itu pamit kepada istri dan kedua anaknya.
"papa keknya sibuk banget.." keluh Gilang setelah melihat Adit keluar dengan tergesa-gesa.
"maklumlah Lang, papamu itukan lagi banyak-banyaknya pasien..".
"tapi papa jadi kurang istirahatnya. Karena itulah Gilang gak mau jadi dokter. Gak kuat" Rizka dan Saga hanya menggelengkan kepalanya.
"emang lo mau jadi apa?" tanya Saga yang mendadak penasaran dengan cita-cita Gilang.
Meskipun mereka selalu bersama, mereka sangat jarang membicarakan tentang keinginan mereka di masa depan. Begitupun dengan Rizka yang juga penasaran dengan keinginan Gilang.
"emmm, gue gak tahu.." jawab Gilang gamang. Sebenarnya ia juga tak tahu apa yang dia mau.
"tapi baru-baru ini gue lagi tertarik banget dengan komputer dan juga desain" lanjut Gilang yang baru sadar ia punya ketertarikan dengan komputer. Mungkin menjadi ahli komputer tidak buruk atau arsitex, itu juga bukan ide yang buruk.
"udahlah mau jadi apapun kalian nanti mama bakalan dukung. Asalkan itu di jalan kebaikan dan tak merugikan orang" Rizka menyahuti perkataan kedua anaknya.
"udah jam enam lebih kita berangkat dulu deh ma. Takutnya telat" pamit Saga yang di setujui oleh Gilang. Merekapun pamit pergi ke sekolah.
"gue nanti pulang naik apa dong kalau kakak harus rapat dulu?" tanya Gilang sambil membuntuti Saga yang berjalan menuju mobilnya.
"angkot" jawab Saga santai yang sukses membuat Gilang mendelik tak terima, dan berakhirlah mereka yang berdebat di sepanjang perjalannya ke sekolah.
Sesampainya di sekolah Gilang langsung pergi ke kelasnya. Di perjalanan menuju ke kelasnya Gilang mendengar beberapa gosip. Dan juga tatapan yang aneh dari beberapa siswa kepadanya.
Kalau saja Saga juga berjalan bersamanya mungkin ia bisa bertanya. Secara Saga itu pasti tahu desas-desus di sekolahan ini. Sayangnya Saga tadi pamit ke ruang kepsek.
"iya denger-denger Galang sampai bunuh diri itu karena kembarannya".
"kasian ya Galang, padahal galang itu orangnya baik dan ramah.."
"iya tuh beda dengan kembarannya yang dingin sok-sokan cold.."
"eeyy tapi tampan Gilang kali. Sementara Galang itu lebih ke imut".
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen FictionKita memang berbeda, meskipun kita punya wajah yang sama. Semenjak hari itu kita sudah tak sama lagi. Semenjak mereka membuangku. Start ; 7 November 2019