''apa orang itu yang udah bikin lo kaya gini...?'' Gilang masih terdiam.ia tahu siapa yang di maksud oleh Saga, dan ia sangat tau watak Saga, pasti setelah ini ia akan membuat perhitungan dengannya dan Gilang gak mau semua itu terjadi.''kenapa lo diam saja sih lang? Kalau orang tanya itu di jawab'' geram Saga yang sedari tadi hanya terdiam saja tanpa menanggapinya sama sekali.
''udahlah kak. Gue juga udah gak papa. Gak usah di perpanjang percuma juga nanti juga mereka membuat masalah lagi'' Saga mendengus mendengar perkataan Gilang.
"kali ini dia lolos, tapi sekali lagi buat lo kayak gini jangan salahin gua kalo patahin tangannya'' Gilang terkekeh mendengar nada menggebu-gebu Saga. Hatinya menghangat mendengarnya.
Gilang cukup bersyukur memiliki kakak seperti Saga. Meskipun tak jarang ia tertampar akan kenyataan yang sebenarnya.
''makasih kak, lo udah mau jadi kakak terbaik gue'' Gilang memeluk Saga. Saga yang terkejut dengan pergerakan spontan Gilangpun tersenyum. Hatinyapun juga menghangat melupakan kekesalannya ke Galang yang sudah berani membuat wajah adiknya babak belur.
Saga saja tidak pernah sekalipun membuat luka di tubuh Gilang, tapi kenapa orang yang selalu mengaku saudara kembarnya justru selalu membuat luka fisik maupun batin Gilang.
''makasih juga udah mau jadi adik gue dan bertahan selama ini'' Saga membalas pelukan Gilang sambil sesekali terkekeh geli saat Gilang semakin menduselkan wajahnya di ceruk leher Saga.
Dan seseorang yang mengintip adegan itu tersenyum bahagia. Adit yang awalnya ingin memastikan anak-anaknya sudah tidur apa belum malah di suguhkan dengan pemandangan yang membuatnya mengucapkan beribu syukur kepada Tuhan yang sudah memberikan malaikat-malaikat terbaik dalam hidupnya.
''semoga kita di berikan kemudahan untuk ini semua ini. Dan kita bisa bersama selamanya''
⤵⤵
⤵⤵
Galang melangkahkan kakinya dengan lunglai memasuki rumah besarnya. Tangannya masih setia menggenggam paperbag yang tadi di berikan oleh Gilang.
Pikirannya sejak tadi berkelana memikirkan perlakuannya terhadap Gilang. Ia tak tahu apakah perbuatannya salah atau benar. Hanya saja ia tak mau Gilang berkata keterlaluan seperti itu.
Tapi ia juga merasa bersalah karena sudah berlaku kasar ke Gilang. Galang hanya terlalu marah kepada keadaan dan takdir yang sudah memutar balikkan kehidupannya seperti roller coster. Galang hanya tak tahu harus berkeluh kesah kepada siapa.
Kepada orang tua?.
Untuk apa,sementara mereka saja hanya perduli dengan dunia mereka sendiri. Kepada orang lainpun ia juga tak sanggup, karena ia sadar di sini keluarganyalah yang bersalah.
''dari mana saja kamu jam segini baru pulang..?!'' lontaran tegas itu menghentikan langkahnya yang akan menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.
Galang baru tersadar ada kedua orangtuanya yang sekarang menatapnya dengan tajam. Galang juga baru tersadar sekarang sudah tengah malam.
Pikirannya terlalu penat hingga ia memutuskan tinggal sebentar di taman yang tepat berada di pintu masuk ke komplek rumahnya.
''cuman cari udara segar di luar''.
''cari udara segar di luar atau datang untuk memukul saudaramu sndiri hah..!'' geram Nic yang masih menatap tak percaya ke arah anak yang ia banggakan selama ini. Ia kecewa.
Jangan pikir ia tak tau apa saja yang anaknya lakukan di luar sana. Nic sudah membayar orang-orangnya untuk mengikuti kemanapun Galang pergi.
Dan baru saja ia menerima kabar dari bawahannya yang mengatakan Galang memukuli Gilang di depan cafe dekat sekolahannya. Dan tentu saja itu membuatnya murka. Menurutnya Galang terlalu gegabah dalam mengambil keputusan.
Sementara ia dan istrinya tengah memperjuangkan kembali hak asuhnya Gilang. Dan dengan perbuatan Galang tentu saja akan mempersulitnya. Karena ia tahu Gilang akan bertambah benci kepadanya dan keluarganya.
''kamu sadar gak sih Gal, dengan perlakuan kamu kayak gini bakal mempersulit posisi kita untuk mendapatkan Gilang kembali'' galang menundukkan kepalanya tak berani menatap papanya yang tengah marah kepadanya dan Vina yang menatapnya sedih.
''apa kamu memang gak mau Gilang kembali ke keluarga kita hah?!'' Galang langsung menggelengkan kepalanya, ia tak mau hal itu terjadi. Ia tak mau kehilangan saudaranya lagi. Sudah cukup ia sendirian selama ini.
''gak gak boleh.. Gilang harus kembali ke Keluarga ini lagi. Gilang punya kita bukan punya mereka'' Nic menghampiri Galang yang menggelengkan kepalanya dan netranya yang sudah berkaca-kaca.
''karena itulah papa minta sama kamu, jaga emosi kamu. Abaikan saja semua perkataannya. Anggap saja kita memang pantas dapatkan itu semua karena perbuatan kita ke dia selama ini'' Galang mengangguk mengerti dengan tuturan lembut NIc papanya.
Awalnya ia takut kalau papanya itu akan semakin marah kepadanya. Tapi sekarang ia bisa bernafas lega, karena ternyata dugaannya salah.
''ya sudah sekarang kamu istirahat dulu. Ini sudah larut besok kamu sekolahkan'' Galang menuruti saja perkataan Vina lalu memberikan paperbag yang tadi di berikan oleh Gilang.
''tadi Gilang nitipin ini buat mama'' setelah mengatakan itu ia langsung pergi ke kamarnya meninggalkan Vina yang menatap sendu paperbag di tanganya. Vina tau pasti apa isinya sebab ia sendiri yang membelikannyan dan menitipkannya ke Rizka dan pada akhirnya di kembalikan lagi kepadanya.
Vina terlampau sadar akan sikap Gilang selama ini. Perbuatannya di masa lalulah yang sudah menjadi karma untuknya saat ini. Dan itu yang membuatnya di liputi rasa sesal yang tak berpenghujung.
Nic yang melihat istrinya kembali bersedih merengkuhnya, mencoba memberi kekuatan karena ia tahu tak mudah baginya menjadi seorang ibu yang tak di anggap oleh anaknya yang sudah ia lahirkan dengan susah payah.
Tapi mereka bisa apa. Bahkan kata memperbaikipun terasa tak pantas untuk mereka.
''jangan terlalu di fikirkan. Aku yakin suatu saat dia akan kembali kepada kita dan kita akan menebus semuanya''. Ucap Nic mencoba untuk memberi kata penenang untuk sang istri. Lalu mereka berlalu menuju ke kamarnya.
Galang merebahkan tubuhnya yang lelah ke kasurnya lalu memejamkan matanya mencoba melupakan apa yang tadi terjadi diantara dirinya dan Galang.
Tapi tetap saja ia tak bisa melupakannya. Kejadian tadi terus terngiang-ngian di kepalanya. Bagaimana brutalnya dia memukuli Gilang.
Bodoh memang apa yang tadi ia lakukan terhadap Gilang. Tak seharusnya ia memukul Gilang. Ia bodoh karena sudah termakan oleh emosinya.
Tanpa memikirkan bagaimana perasaan Gilang selama ini. Ia ingin di mengerti Gilang tapi ia tak mencoba mengerti bagaimana rasanya berada di posisi Gilang.
''maafin gue Lang. Maafin gue karena udah membuat semuanya menjadi rumit. Jujur saja gue capek lo benci kayak gini. Gue juga iri saat lo lebih bahagia sama Kak Saga. gue gakk mau lo di miliki orang lain'' gumam Galang sambil menatap hampa plafon di kamarnya.
''huhh lebih baik gue tidur dan pikirin lagi gimana caranya meminta maaf ke Gilang besok'' galang memutuskan tidur dan memikirkan kembali cara untuk meminta maaf ke Gilang yang pastinya sekarang bertambah benci kepada dirinya.
Hah membayangkan saja membuatnya pusing.
Dan Galangpun menutup matanya menyelami alam mimpiya berharap di mimpinya ia bermimpi hal-hal yang indah. Yah semoga.
Tbc......
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen FictionKita memang berbeda, meskipun kita punya wajah yang sama. Semenjak hari itu kita sudah tak sama lagi. Semenjak mereka membuangku. Start ; 7 November 2019