Gilang terus memandang luar jendela di kamar rawatnya. Hari ini ia sendiri sebab Saga sedang sekolah. Rizka sedang ada urusan di butiknya sedangkan Adit tengah di ruang operasi.
Sebenarnya tadi suster Reva yang menemaninya, tapi Gilang memintanya untuk keluar sebab ia ingin tidur tapi itu hanya alibinya saja. Entahlah ia hanya ingin sendiri untuk saat ini.
Ingga pintu kamar inapnya di buka, Gilang berpikir mungkin itu papa dan mamanya yang sudah menyelesaikan urusan mereka masing-masing.
Tapi sepertinya salah, Gilang tak menemukan kedua orang tuanya melainkan seorang pria seumuran papanya tengah menatapnya dengan.. entahlah Gilang tak bisa mengartikan tatapan itu. GIlang tentu mengernyit bingung mungkin orang itu salah kamar.
''maaf cari siapa..?'' tanya Gilang dengan gugup bisa sajakan orang ini penculik atau apapun itu. melihat tatapan itu entah mengapa membuat Gilang takut sekaligus ada rasa rindu yang tiba-tiba hinggap di hatinya.
''Gi..gilang ini papa'' jawab pria itu menatap Gilang penuh dengan kerinduan.
Berbeda dengan Gilang yang menatapnya dengan raut takut sekaligus bingung.
''anda jangan berbohong. Papa Gilang papa Adit dan bukan anda. Gilang tidak mengenal anda sama sekali'' gugup Gilang bahkan tangannya sedah meremat selimutnya. Demi apapun Gilang menyesal berada di ruangan ini sendirian.
"dia hanya orang tua angkatmu Lang. Dan aku papa kandungmu . Ayo pulang Gilang pulang ke rumah kita''.
''gak! Gak mungkin! Anda bukan papa saya ! Pergi! Aku mohon Pergi!''.
''GI..Gilang...''.
''pergi! MAMA! PAPA!'' pekik Gilang dengan keras berharap orang yang ia panggil datang dan membangunkannya dari mimpi buruknya.
Dan benar saja setelah mendengar pekikan melengking itu pintu kamar Gilang langsung di buka dengan kasar oleh Adit yang baru saja selesai dari ruang operasi dan singgah di ruangannya sebentar.
Tapi baru ia akan mendudukan dirinya sebentar pekikan Gilang mampu membuatnya bergegas ke ruangan Gilang. Saat masukpun ia di buat kebingungan sebab menemukan seorang pria seumurannya tengah menenangkan Gilang.
Tapi Adit tak perdulikan itu, tangan besarnya langsung merengkuh tubuh bergetar Gilang yang langsung membalasnya dengan erat tipikal Gilang saat ia merasa ketakutan.
''papa...hiks hiks hiks'' isak Gilang yang justru membuat hatinya sakit. Begitupun Nic yang datang membawa kekacaun itu kini hanya menatap kosong ke arah putranya yang lebih memilih orang lain ketimbang dirinya.
Namun ia terlampui sadar, kesalahannya di masa lalu tidak mungkin termaafkan begitu saja. Jadi wajar Gilang ketakutan saat melihatnya. Mungkin bagi Gilang dirinya hanya seorang monster yang menakutkan.
Dengan langkah lunglai iapun pergi dari tempat itu. Mungkin kedatangannya tidak tepat waktu. Harusnya ia memilah waktu yang tepat untuk menemuinya.
"tidak papa nak, papa di sini kamu jangan takut. Papa akan selalu disini. Maafin papa tadi meninggalkanmu''. Ucap Adit sembari terus menenangkan Gilang, hingga adit tak mendengar isakan Gilang di tambah lagi tubuh itu melemas .
Adit langsung panik saat mendapati Gilang menutup matanya dengan nafas yang tersenggal. Dengan cekatan Adik memasangkan oksigen mask di wajah pucat Gilang.
Adit bisa bernafas lega setelah Gilang kembali bisa bernafas dengan teratur. Aditpun mendudukkan dirinya di kursi samping brankar Gilang.
Pikirannya terus berkelana ke hal-hal yang menjadi ketakutannya selama ini. Ketakutannya akan kehilangan Gilang.
"apapun yang terjadi kamu akan tetap menjadi putranya papakan? Gilang tidak akan kembali ke merekakan?" pertanyaan itu terus menghantuinya setiap malam.
Dan berakhirlah ia tak bisa memejamkan matanya sampai menjelang subuh. Aditpun tak tahu kenapa dirinya seperti ini.
Padahal Gilang hanya anak angkatnya. Tapi ia selalu ketakutan setiap saat melebihi apapun. Mungkin kehadiran Gilang mampu memberikan kebahagian yang selalu ia jaga selama ini. Dan Gilang adalah kebahagiannya juga keluarganya.
"papa!..papa!.." Adit menoleh ke arah suara yang baru saja membuyarkan lamunannya. Di lihatnya Saga berdiri di sampingnya dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya.
"oh kapan kalian datang..?". Tanya Adit ke Saga dan juga Reno yang baru pulang dari sekolah.
"barusan. Adek kenapa yah?" khawatir Saga saat melihat Gilang kembali menggunakan oksigen mask. Sementara sudah sejak kemarin Gilang hanya menggunakan nassal kanula.
"tidak apa-apa. Tadi katanya sesak jadi papa pakein oksigen mask. Kamu tungguin adek kamu dulu papa mau sholat dhuhur dulu sekalian mau beliin kalian makanan. Satu lagi, Gilang jangan di bangunin biarkan dia istirahat dulu" titah Adit ke kedua remaja yang tak lain Saga dan Reno.
Reno duduk di sofa yang ada di ruangan itu sementara Saga duduk di tempat Adit tadi. Tangannya menggenggam erat jemari Gilang.
"dia akan baik-baik aja lo gak perlu sekhawatir itu" kata Reno yang melihat raut gelisah sahabatnya.
"lo gak tau ren, Gilang gak pernah baik-baik aja".
"gue eman gak tau semendetail itu. Tapi gue yakin selama kalian selalu ada untuknya,Gilang bakalan baik-baik aja. Lo percaya itu kan?".
Saga menatap Reno sebentar dan mengangguk yakin. Karena memang apa yang di ucapkan Rena ada benarnya juga.
"tapi gimana kalau dia ngambil Gilang dari gue gitu aja. Gue gak bisa bayangin kalau gue harus hidup tanpa Gilang".
"ckckck lo kayak orang galau yang mau di tinggal kekasih aja sih" Kekeh Reno yang justru mendapat tatapan tajam dari Saga.
"elahh bercanda gue, jangan serius gitu napa. Lagian lo pikir keluarga lo akan biarin mereka ngambil Gilang gitu aja. Gak kan?" Lanjut Reno.
Saga kembali terdiam. Keluarganya memang akan melalukan apapun. Tapi ia juga yakin keluarga Galang bakalan berbuat lebih jauh untuk mendapatkan Gilang kembali. Mengingat keluarga Galang bukan orang sembarangan.
"dan juga ada gue. Gue bakalan bantuin lo. Lagian lo tau kan kalo papa gue seorang pengacara yang.. Yah lo tau sendirikan gimana papa gue".
Saga mendengus melihat Reno memperagakan bagaimana luar biasanya papanya yang katanya seorang pengacara itu.
"biasa ja tu muka. Mau gue tampol pake ini hah" Reno nyengir menampilkan deretan giginya yang tidak rapi saat melihat tangan Saga mengangkat tasnya tinggi-tinggi bersiap melemparkan ke arahnya.
"peecee bercada".
"untung temen kalao..." perkataan Saga terpotong saat pintu ruangan itu terbuka secara tidak sabaran oleh Gevan.
Saga hampir saja melemparkan tasnya ke arah Gevan tapi ia urungkan saat Gevan malah membungkukkan badannya dengan nafasnya yang ngos-ngosan.
"dari mana aja lo kok baru nyampe. Perasaan tadi pamitnya cuma mau markirin mobil dech, tapi lama banget. Emang lo parkirin di mana? Di monas?" gerutu Reno yang melihat Gevan baru masuk ke ruangan itu.
"bo..bo hosh..hosh..kap lo berantem di taman" ucap Gevan yang langsung membuat Saga maupun Reno membulatkan matanya dengan sempurana.
"maksud lo apaan dah. Jangan ngada-ngada" Saga tak mau mempercayai ucapan Gevan yang menurutnya ngawur itu.
"gue seriusan. Papa Adit berantem dan di situ juga ada Galang".
"APA!" Saga langsung berlari keluar di ikuti oleh Reno.
"lo tetap di sini tungguin Gilang" kata Reno sebelum berlari menyusul Saga yang sudah berlari jauh.
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen FictionKita memang berbeda, meskipun kita punya wajah yang sama. Semenjak hari itu kita sudah tak sama lagi. Semenjak mereka membuangku. Start ; 7 November 2019