16

2.5K 201 5
                                    

Gilang mengerjapkan matanya beberapa kali saat cahaya masuk ke dalam celah-celah jendelanya. Diliriknya jam yang sudah menunjukkan jam setengah enam pagi.

Dengan langkah gontainya ia mengambil handuk dan seragamnya lalu memasuki kamar mandi yang ada di kamarnya.

Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang lebih segar beserta seragam yang sudah melekat apik di tubuhnya.

Tagannya terulur mengambil tas sekolahnya dan memutuskan untuk segera turun ke bawah sebelum telinganya berdenging mendengar teriakan dari dapur.

Tapi belum sempat ia beranjak dari situ Gilang bisa merasakan sengatan di dadanya. Rasanya ronggo dadanya seperti terbakar "akhh shit penyakit sialan'' Gilang meringis sambil mencengkram dada kirinya yang semakin menyiksanya.

Gilang meluruhkan tubuhnya ke lantai yang ada di kamarnya. Rasanya ia ingin berteriak saja, tapi entah kenapa suaranya seperti tercekat di tenggorokannya.

Samar-samar ia bisa mendengar suara Rizka mamanya yang memangil-manggil namanya dan beserta suara handle pintu yang terbuka.

Dan Gilangpun cukup bersyukur Rizka menemukannya sebelum ia kehabisan tenaga.

Rizka yang melihat Gilang kesakitan langsung menghampirinya dan langsung duduk bersimpuh di samping Gilang yang masih mencengkram erat seragamnya.

"Gilang kamu bisa dengar mama nak? Ya ampun kamu kenapa kok bisa kayak gini sih. Tahan sebentar mama ambilkan obatmu'' Rizka langsung mengobrak-abrik kamar Gilang untuk mencari obat Gilang.

Rizka mengusak rambutnya frustasi saat hanya menemukan beberapa botol kosong tak berpenghuni. Saat melihat tas Gilang ia mencoba membukanya dan mengeluarkan semua isinya berharap apa yang ia cari ada di dalam tas itu.

'' arrgg mama..hiks sakit..''

''PAPA..PAPA CEPAT KESINI PA..!'' Rizka berteriak memanggil suaminya yang sekarang tengah berada di meja makan. Rizka yang kalutpun tak tahu harus berbuat apa melihat Gilang kesakitan.

Jadi yang bisa ia lakukan adalah mencoba untuk menenangkan Gilang sambil menunggu suaminya datang.

Setelah mendengar teriakan Rizka Adit langsung membuka kamar Gilang dengan kasar di belakangnya Saga mengikutinya. Mata Adit dan Saga langsung terkejut melihat Gilang yang sudah terduduk lunglai di dekapan Rizka yang mencoba menenangkannya.

''obat Gilang sudah habis pa'' kata Rizka saat Adit menyuruh Saga untuk mencari obat Gilang. Mendengar perkataan Rizka Adit langsung berlari keluar kamar.

Seingatnya ia masih punya obat cadangan untuk Gilang, yang memang ia sediakan saat-saat genting seperti ini. Dan benar saja ia menemukannya di laci meja kerjanya setelah tadi mengobrak-abrik mejanya.

Adit langsung berlari kembali ke kamar Gilang dan langsung memberikan butiran obat itu ke mulut Gilang yang langsung ditelan oleh Gilang. Dengan cekatan Saga menyodorkan gelas air putih dan membantunya memegang gelas itu supaya tidak jatuh.

Adit dan Saga langsung mengangkat tubuh Gilang ke kasurnya. Rizka dengan cekatan menarik Selimut hingga menutupi setengah tubuh Gilang.

Saga menatap sedih ke Gilang yang kini terkulai lemas setelah tadi mendapatkan serangan. Wajahnya pucat , nafasnya cepat seperti orang yang habis lari maraton. Dan beberapa jejak air mata di sekitar matanya yang sembab.

''mama jangan nangis,Gilang gak suka'' lirih Gilang yang melihat Rizka manangis sesegukan sambil beberapa kali mencium tangan Gilang. Lagipula hati orang tua mana yang tak sakit melihat anaknya kesakitan seperti itu.  Apalagi itu adalah anak yang sudah ia sayangi sejak kecil.

''mama gak papa sayang. Mama cuman ga mau kehilangan kamu. Kamu terlalu berarti untuk mama'' Gilang tersenyum lemah mendengar perkataan Rizka.

''makasih ma..'' ucup Gilang dengan tulus.

''Saga lebih baik kamu berangkat sekolah sekarang nanti kamu terlambat'' titah Adit yang baru menyadari Saga masih berdiri di samping Rizka.

''tapi pa...''

''gak ada tapi-tapian Saga, sebentar lagi kamu ujian'' Saga akhirnya pasrah saja saat mendapati tatapan tajam Adit. Meskipun ia enggan melangkahkan kakinya, Saga tetap melangkahkan kakinya untuk pergi ke sekolah.

Sebelum itu ia sempatkan mengusak sebentar surai Gilang. Gilangpun yang tak suka di perlakukan seperti itu ingin protes, tapi tak jadi sebab tenaganya belum pulih.

"sekarang kamu istirahat dulu, mama mau buatin bubur dulu'' Rizka beranjak dari tempat duduknya setelahnya ia mencium kening Gilang, lalu pergi keluar kamar Gilang.

Sekarang tinggal Gilang dan Adit yang berada di kamar itu. Adit menatap sendu Gilang yang sudah memejamkan matanya. Ia merutuki kebodohannya yang membiarkan Gilang kehabisan obatnya. Padahal sebelumnya ia tidak pernah melakukannya.

Pikirannya sedang kalut beberapa minggu ini. Hingga melupakan orang yang ia jaga dengan baik selama ini.

''maafin papa Gilang..''.




Galang kini sudah berada di kelasnya, padahal ini masih pukul enam pagi tapi dia sudah duduk manis di bangkunya. Mengabaikan ponselnya yang terus berdering, Galang terlampau malas mengangkatnya.

Tanganya yang tadi sibuk membolak-balikkan novel kini beralih ke dadanya. Galang bisa merasakan denyutan tak teratur di jantungnya hingga menimbulkan nyeri di sertai sesak.

Sebenarnya ia sering merasakannya, dia bahkan sempat berpikir ada masalah di organ vitalnya tapi nihil. Saat ia check ke dokterpun hasilnya baik-baik saja.

Tapi kenapa ia sering merasakan sesak yang tak tahu apa penyebabnya. Netranya melihat ke arah bangku Gilang yang masih kosong. Mendadak ia merasa khawatir dengan saudara kembarnya itu.

Bagaimana kondisinya setelah ia memukulnya kemarin malam. apakah ia baik-baik saja. Atau justru sebaliknya.

''tumben jam segini udah datang lo?'' tanya Beno yang baru saja datang dan menaruh tasnya di bangkunya.

''lah gue biasa kali datang pagi'' Galang menatap heran ke arah Beno yang menurutnya aneh.. Bukannya dia sudah biasa melihatnya berangkat pagi.

''ya juga sih. Lo kan mau nyaingi tukang kebun sekolah ini yang datangnya aja pagian lo''.

''serah lo aelah'' Galang kembali melanjutkan membaca novelnya yang sempat terhenti saat Beno datang tadi.

Beno yang melihat Galang kembali sibuk dengan novelnya berdecak kagum. Menurutnya Galang itu seperti cewek-cewek yang sukanya membaca novel. Dan tak sekali dua kali Beno melihat Galang membaca novel tentang roman picisan.

Saat Beno bertanya Galang hanya menjawab dengan santai. Bukan hanya ceweek saja yang suka baca novel roman kayak gini. Cwok juga banyak kok meski tak sebanyak cewek.

''ngantin yok, laper gue belum sarapan'' Beno mencoba mengalihkan tatapan Galang yang sangat fokus denga novelnya.

''males..'' Beno berdecak sebal ke arah Galang yang menurutnya sangat menyebalkan kalau sudah berada di dunianya sendiri.

Pada akhirnya Beno menyerah untuk mengajak Galang ke kantin untuk sekedar menemaninya sarapan. Hanya buang-buang waktu saja yang ada bel masuk nanti keburu berbunyi.
Dan dia tidak memberikan jatah pada perutnya.

Setelah melihat Beno keluar kelas dengan wajah masamnya, Galang kembali melihat ke arah bangku Gilang. Disitu ia bisa melihat Gevan sudah duduk manis di bangkunya sambil berbincang dengan Ardhan, lalu kemana Gilang.

Galang sudah menunggunya sedari tadi bahkan ia menolak tawaran Beno yang mengajaknya ke kantin mengabaikan perutnya yang juga keroncongan hanya untuk meminta maaf ke Gilang.

Tapi sampai sekarang Gilang tak juga menampakkan batang hidungnya dan itu membuatnya diliputi rasa khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan Gilang.

''Gevan lo tau dimana Gilang?'' tanya Galag ke Gevan yang notabennya adalah teman Gilang. Namun Galang kembali harus menelan kekecewaannya saat Gevan hanya mengedikkan bahunya pertanda ia juga tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.

''lo dimana sih lang..?''.





Tbc....

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang