Galang duduk termenung di balkon kamarnya. Hari sudah menjelang pagi, tapi Galang tidak berniat meninggalkan tempatnya kini.
Lebih tepatnya sejak kemarin malam ia berada di balkon kamarnya. Mengindahkan tubuhnya yang kini menggigil karena kedinginan.
Wajah Galang nampak begitu kacau. Galang hanya termenung, pandangannya kosong tak bernyawa. Pikirannya berkelana entah kemana. Di genggamannya terdapat botol bening yang berisi puluhan pil entah itu berguna untuk apa.
Pandangannya saja yang kosong, tapi fikirannya berkelana entah berantah. Ucapan Gilang, Saga dan papanya terus-terusan berkeliaran di fikirannya.
''kenapa Lang lo yang harus benci gue? Mana janji lo yang dulu bakalan terus bareng gue selamanya?'' lirih Galang dengan air matanya yang jatuh dari kedua matanya.
Mata Galang yang sudah basah oleh air mata kembali memandang botol pil yang ada di genggamannya.
''mungkin hanya dengan ini lo gak akan benci lagi sama gue. Papa dan mama juga bisa fokus sama lo dan lo juga bakal dapat merasakan kasih sayang papa sama mama''.
''maafin gue lang, gue gak sanggup dengan kebencian lo ke gue''.
Galang langsung membuka tutup botol obat itu lalu langsung meneguk obat itu dalam jumlah yang lumayan banyak. Bahkan Galang bisa merasakan kebas di mulutnya.
Beberapa menit kemudian Galang merasakan pusing yang sangat hebat di kepalanya. Rasa panas menjalar di seluruh tubuhnya yang mengelijang tak karuan.
Galang sudah tak mampu menjaga kesadarannya dan berakhirlah ia meluruhkan tubuhnya di lantai dingin balkon kamarnya dengan mulut yang mengeluarkan busa.
Bertepatan dengan itu, Vina memasuki kamar Galang untuk menyuruhnya bersiap ke sekolah seperti biasanya. Vina menatap bingung ke arah ranjang Galang yang rapi di tambah lagi pemiliknya juga tidak ada di tempatnya.
Vina berpikir mungkin di kamar mandi dan mengetuk pintu kamar mandi Gilang.
Tok
Tok
Tok
''Galang kamu di dalam nak?'' teriak Vina namun tak juga mendapatkan jawaban dari sang empu. Karena penasaran Vina membuka pintu itu, namun lagi-lagi Galang tidak ada di situ.
Vina mulai khawatir karena tak mendapatkan Galang di mana-mana. Setaunya kamar Galang di kunci dari luar oleh suaminya. Dan tidak mungkin juga Galang bisa keluar dari kamarnya. Bahkan tas yang biasa digunakan Galang untuk ke sekolah juga masih tergeletak di meja belajarnya.
''Galang kamu dimana sih? Galang..!'' masih tak ada sahutan dari Galang. Hingga Vina menyadari ia belum memeriksa ke balkon kamar Galang.
Pintu itu tidak terkunci membuat Vina semakin yakin kalau Galang memang berada di situ. Setelah membuka pintu itu dengan sempurna, Vina langsung membulatkan matanya dengan sempurna saat mendapati Galang tergelatak di lantai dengan mulutnya yang berbusa.
''GALANG..! Apa yang kamu lakuin Galang hiks..hiks TOLONG.. PAPA TOLONG..''
''Galang bangun!''
Pintu balkon itu kembali terbuka dan tampaklah NIc dengan seseorang yang menggunakan pakaian serba hitamv turut berdiri mematung di tempatnya sama seperti Nic.
Mata Nic langsung terbuka sempurna saat mendapati Galang yang sudah tak berdaya di pangkuan Vina istrinya.
Dengah tergopoh-gopoh Nic langsung menghampiri Galang lalu meletakkan Galang dengan posisi rebahan. Tangan Nic langsung cekatan memberikan CPR ke Galang. Sementara orang yang tadi mengikuti Nic langsung menghubungi ambulance.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen FictionKita memang berbeda, meskipun kita punya wajah yang sama. Semenjak hari itu kita sudah tak sama lagi. Semenjak mereka membuangku. Start ; 7 November 2019