Saga melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah padatnya kendaraan yang memenuhi jalan raya siang ini.
Mengabaikan gerutuan dan rengekan Gilang yang memintanya langsung pulang. Gilang yang duduk di sebelahnya dengan tangan yang bersedekap di dadanya terus menggerutu tak jelas.
"berisik..! Bisa diem gak sih lo.." Saga menyentak Gilang yang langsung terdiam mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
Sebenarnya Saga tak sengaja menyentak Gilang, ia refleks melakukannya. Saga jengah melihat tingkah laku Gilang yang seperti anak kecil. Padahalkan ia sedang fokus-fokusnya menyetir. Kan bahaya kalau sampai nabrak.
"sudah sampai, cepet turun papa sudah nunggu di dalam.." Gilang hanya terdiam tak ingin keluar, ia hanya meremat jari-jarinya dengan kepala tertunduk.
Saga yang melihat itu menjadi serba salah sendiri. Gilang pasti marah karena tadi ia bentak.
"lo marah ya? maafin gue,tadi gue gak sengaja bentak lo" Saga menyentuh pundak Gilang dan tersenyum hangat ke arah Gilang yang masih menundukkan kepanya.
"gu..gue gak mau masuk ke dalam. Gue gak mau check up.." cicit Gilang. Mendengar itu Saga mendesah pasrah.
"kenapa..? Kenapa tidak mau hmm?" Saga akhirnya menanyakan apa alasan kenapa Gilang tak mau melakukan check up rutinnya.
Tapi yang ia dapatkan hanyalah gelengan kepala Gilang. Tubuhnya sedikit bergetar dan Saga sudah yakin kalau Gilang menangis sekarang.
"adek sayang kakak, mama dan papakan..? Adek gak maukan lihat kita sedih? Apa adek sekarang udah gak sayang lagi sama kita?".
Gilang langsung menggelengkan kepalanya. Itu semua tidaklah benar. Gilang sayang keluarganya sangat, melebihi apapun malah.
Hanya saja beberapa hari ini ia mulai pesimis dengan semuanya. Hanya rasa lelah dan menyerah yang menggerayangi otaknya.
"gue cuman capek hari ini kak. Kita pulang ya..?".
"hanya sebentar dek.. Kakak janji hanya sebentar setelah itu kita langsung pulang dan istirahat di rumah".
Gilang sudah tak bisa membantah lagi, apalagi nada suara sarat akan kelembutan dari Saga yang membuatnya tak bisa menolak jika tidak mau didiami seharian oleh sang kakak.
Pada akhirnya di sinilah mereka berdua duduk berhadapan dengan Adit selaku dokter pribadi Gilang. Dan bertambah bingunglah adit saat mendapati kedua putranya hanya terdiam, apalagi Gilang.
"kalian kenapa..?" Pertanyaan itu membuat kedua putranya menatapnya seolah berkata 'memangnya kenapa kita'.
Dan itu membuat Adit menatap mereka berdua jengah. Jengah karena di tanya malah balik menunjukkan raut bertanya.
"ya sudahlah kita langsung mulai saja. Gilang pergi ke tempatmu seperti biasa" Gilang langsung berdiri dari duduknya menuruti perintah sang dokter yang tak lain papanya sendiri.
Sebenarnya ia terlalu malas untuk melakukannya. Tapi Gilang juga tidak mau mengecewakan keluarganya yang sudah berbaik hati mau merawatnya selama ini.
Terkadang Gilang sendiri bingung, kenapa keluarga angkatnya begitu menyanyangi dirinya yang sakit-sakitan dan selalu merepotkan.
Padahalkan mereka bisa saja cari anak yang sehat dan pintar untuk dijadikan anak mereka dan kelak akan membuat mereka bangga. Tapi Gilang benar-benar beruntung memiliki mereka berdua.
Sementara Saga kembali fokus dengan ponselnya, sesekali matanya melirik Gilang yang sedang menjalani check up seperti biasanya.
Meskipun Saga bisa melihat wajah masam dan jengah Gilang yang membuatnya terkikik geli sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen FictionKita memang berbeda, meskipun kita punya wajah yang sama. Semenjak hari itu kita sudah tak sama lagi. Semenjak mereka membuangku. Start ; 7 November 2019