Bersama masa yang terus maju

5 2 0
                                    

Para filsuf harus memandangi arus manusia yang telah berhenti semenjak ribuan tahun yang lalu. Seperti keajaiban kecil yang menertawakan penyakit yang tak tersembuhkan.

Jumlah kita menyusut. Di tengah kerumunan para penyair dan ahli gambar. Hanya satu di antara gerombolan penduduk kota yang akan menjadi kita. Atau bahkan tidak.

Abad apa ini? Kematian segala yang dalam? Kemerdekaan apa pun yang dangkal?

Oh, tawa kita hanya bisa diperoleh dari tatapan menusuk ke masa depan yang jauh. Hanya saja, kita hidup di masa yang menyukai ulangan akan kebodohan yang dicintai bersama.

Meneruskan ketololan dari generasi ke generasi adalah kesaksian paling menghibur sekaligus menyedihkan bagi filsuf mana pun. Hanya saja, apakah masih ada seorang filsuf di dekat napas paraumu?

Ataukah mereka telah punah? Atau tinggal seorang yang berjuang mengatasi kelambanan dan penurunan semua nilai?

Bersama masa yang terus maju dengan segala kebutaannya. Para filsuf berjatuhan layaknya buah yang belum masak diterpa badai. Menyisakan pepohonan yang kering nan berjamur.

Di sebuah masa di mana para sastrawan yang pandai berbohong menjadi tolak ukur akan segala sesuatu. Dan topeng keterkenalan yang mewarnai setiap orang awam, dibiarkan untuk terus mencela isi.

Lalu, apa yang tersisa dari sungai dan laut? Tidakkah panas udara sudah cukup untuk merusak isi pikiran dan nurani terbaik para manusia bijak di masa ini?

..

AforismeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang