Prolog

9K 538 8
                                    

Enam belas tahun telah berlalu. Namun, Aku masih merasa berada dalam pusaran waktu yang telah lalu. Selalu begitu. Saat kuenyahkan sekelabat bayangan itu, justru sisi hatiku yang lain tidak pernah mau melepaskannya. Aku seperti dipaksa tetap berada dalam kubangan masa lalu yang selalu ingin kutinggalkan...

"Permissiii...!!" Suara laki-laki tanggung mengagetkanku dari lamunan singkat. Di luar terdengar hujan turun. Tidak terlalu deras, namun tetap membuat orang-orang yang berada di luar berlarian mencari tempat untuk berteduh.

Aku mengangkat kepalaku yang terasa sakit karena sedang berpuasa. Hari ini hari kamis. Merupakan jadwalku untuk melakukan puasa sunnah. Namun saat sahur tiba, aku tidak sempat makan, sehingga hanya punya waktu untuk memimum air putih sebanyak-banyaknya dikarenakan azan subuh akan berkumandang lima menit lagi.

"Ya..." Aku bergegas ke depan. Membenarkan Jas putih yang di bagian dadanya tersemat  name tag nama lengkapku.

Laki-laki tanggung itu terdiam sebentar. Kedua tangannya mengatup mulutnya. Dan lihat apa yang terjadi. Laki-laki itu bersin sejadi-jadinya. Untung saja Aku berdiri jauh darinya, sehingga tidak terkena droplet yang keluar dari mulutnya.

Dia mengambil sapu tangan di belakang saku celananya. Melap hidung dan mulutnya dalam satu kali gerakan. Lalu, dengan satu gerakan lagi, dia memasukkan sembarangan sapu tangan itu ke  dalam saku celananya kembali.

Aku yang memperhatikannya, meringis melihat tingkahnya yang menurutku terkesan jorok itu. Bagaimana mungkin dia memasukkan begitu saja sapu tangan ke dalam saku celana kembali? Apa dia akan memakai lagi, sapu tangan itu? Lalu membiarkan kotoran yang menempel di sapu tangannya kembali menempel di hidung dan mulutnya juga?! Hei, bukankah dia baru saja terserang Flu? Flu itu disebabkan oleh virus yang ukurannya saja lebih kecil dibandingkan bakteri. Flu sangat mudah menyebar, bahkan waktu penyebarannya bisa dibilang singkat, dan sangat mudah menularkannya ke orang lain yang memiliki daya tahan tubuh lemah.

Dan orang itu, bisa saja aku, kan?

Setelah selesai dengan hidung dan mulutnya yang baru dia lap, laki-laki itu baru kemudian menatapku. Usianya mungin berkisar di akhir sembilan belas. Itu terlihat dari raut wajahnya yang masih sangat muda, namun berjerawat. Rambutnya hitam legam, lurus, seperti habis dipomade. Perawakannya tinggi besar. Dan dia mengenakan baju kerja seperti pegawai yang layaknya bekerja di salah satu perusahaan. Tapi bukan sebagai eksekutif muda. Melainkan petugas kebersihan.

"Saya mau beli obat pilek, bu!" Beritahunya. Matanya menerawang isi etalase yang ada di dekatnya. Untuk obat pilek yang kebanyakan orang awam bilang obat warung, apotek memang meletakkannya di etalase luar, karena semua logonya berwarna biru. Artinya boleh dibeli bebas. Tapi tetap saja harus melalui swamedikasi dari Apoteker.

Aku mengambil salah satu obat pilek, lalu meletakkan obat itu persis di depannya.

Dia tersenyum. "Bukan yang ini, bu! Yang satu lagi. Biasanya diambil ke dalam." Ucapnya membuatku speechless.

"Namanya apa?" Tanyaku. Dia menggaruk kepalanya. Meringis. Pasti dia lupa. Ohya, obat yang bekerja mencegah keluarnya histamin atau nama lainnya anti histamin atau yang dikenal sebagai obat alergi, sekali lagi masih bisa dibeli bebas, selama ada pengawasan dan pemberitahuan dari Apoteker.

"Lupa, bu!" Seringainya. Menggaruk hidungnya, lalu meletakkan jari-jarinya ke atas etalase. Membuatku kesal dengan tingkahnya. Lihat saja nanti, setelah dia pergi akan aku semprot etalase di tempat dia berdiri ini dengan Alkohol.

"Ya sudah, tunggu sebentar!" Tekanku, mengambil obat di etalase depan, memasukkannya kembali ke tempatnya. Lalu berjalan masuk ke dalam ruangan yang khusus menyimpan obat-obat berlogo keras, injeksi, infus, Narkotik, psikotropik, hingga nebule.

"Yang ini, kan?!" Tanyaku.

Dia mengangguk. "Ah, iya! Yang ini, bu! Benar sekali!" Senyumnya.

"Sudah tahu cara minumnya, kan?" Tanyaku.

"Sudah, bu!" Jawabnya.

"Selain minum obat ini, usahakan untuk banyak mengkonsumsi vitamin, minum air putih dan istirahat yang cukup. Flu bisa sembuh kalau penderitanya menjaga pola hidup yang sehat. Seandainya flu tidak kunjung sembuh setelah tiga hari, sebaiknya langsung ke dokter!" Nasihatku. Entah dia menyerapnya entah tidak. Kuperhatikan sedari tadi dia hanya mengangguk-angguk saja.

"Ah, Ibu ini bisa saja! Belum minum obat saja, saya rasa flu saya bisa sembuh sendiri! Habis, Ibu seperti Mama saya, yang perhatian sama anaknya yang lagi sakit!"

Whatt???

Dia mengeluarkan uang dari dalam saku celananya. Kuperhatikan dari saku bagian mana dia mengambil uangnya. Semoga saja tidak bercampur dengan tempat dia menyimpan sapu tangannya tadi. Dan Aku bernapas lega, karena uang itu berada di saku bagian depan celananya.

"Makasih, bu! Doakan saya cepat sembuh, yaaa! Nanti kalau ada yang mau beli obat, saya suruh saja ke sini! Habis, sus nya baik hati." Mengambil uang kembalian dan segera berlalu pergi, menembus hujan yang masih sama seperti tadi.

Aku mencebik. Sus...sus.., emang Aku perawat? Aku ini Apoteker tahu! Apoteker Wirda Wati S. Farm.

######

09/12/2021

Phi

TANPA MU✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang