Part 15

7.2K 446 1
                                    

Claire menaruh cangkir tehnya. Matanya memandang orang-orang yang duduk menikmati sarapannya di restoran hotel.

James tampak tidak tertarik untuk sarapan. Dia tampak gelisah.

"Apa kamu mau aku ambilkan buah?" Tanya Claire.

"Hm, tidak usah, aku sudah kenyang minum jus ini"

Mood James pagi ini lebih pendiam. Claire tahu, pria ini memendam emosi yang membebaninya sekian lama.

Semalam, ibunya menelponnya. Ibunya ingin bertemu, karena tahu James sedang berada di Parris juga.

Claire meminta James mengiyakan untuk menemuinya. Awalnya James menolak, tapi sama seperti dirinya dia juga harus berani menghadapinya.

"James, maaf aku memberi saran seperti ini" Claire khawatir.

James tersenyum datar. Dia menggenggam tangan Claire.

"Hm, mungkin ini saatnya aku sepertimu juga, punya kekuatan untuk menghadapi ketakutan dari diri kita kan?"

Dari kejauhan, Claire bisa melihat seorang wanita anggun berkacamata hitam dengan rambut silvernya. Penjaga pintu membukakan pintu untuknya. Dengan jelas Claire bisa tahu brand apa yang dipakai wanita itu.

"James?" Sapa Hera membuka kacamata hitamnya.

James hanya mengangguk.

Wanita itu langsung memeluk James. James menatap wanita itu dengan ekspresi yang tidak ramah.

Claire berdiri untuk mempersilahkan wanita itu duduk.

"Aku pergi dulu"
James menahan tangan Claire saat akan pergi.

"Tetap disini! duduk lah" James tetap memegang tangan Claire.

Claire merasa tidak enak. Tapi akhirnya dia menuruti James. Walau Claire tahu ibu James terlihat keberatan dengan ada dirinya disitu.

"Apa kabarmu, James?"

"Baik"

"Akhirnya kamu mau menemui ibu. Sudah lama sekali, ibu ingin bertemu kamu dan Seira secara langsung" Wajahnya tampak sedih tapi dia berusaha tersenyum.

James hanya tersenyum datar.

"Sebenarnya sudah tidak ada gunanya kita bertemu, kami memang menganggap ibu tidak pernah ada" Jawaban James membuat ibunya tampak merasa bersalah.

"Maafkan ibu nak, banyak hal yang terjadi. Ibu tahu kamu dan Seira pasti membenci ibu, tapi ibu sungguh merindukan kalian"

"Berpuluh-puluh tahun aku dan Seira tumbuh tanpa kehadiran Ibu. Waktu kami kecil, kami sangat merindukanmu. Dan tidak mengerti kenapa ibu tidak ada bersama kami. Tapi setelah aku paham, aku menganggapmu mati" James tertawa dingin.

Hera tampak sedih.

"Ibu minta maaf atas sikap ibu yang dulu. Maafkan ibu yang hanya memikirkan diri sendiri" Ibu James hampir menangis, suaranya terdengar gemetar.

James hanya menggelengkan kepalanya.

"Sekarang ibu sudah bahagia kan? begitu pula aku dan Seira, walaupun ayahku sudah tidak ada. Tapi kami tumbuh dengan baik karena ayah tanpa kekurangan apapun"

Claire hanya diam tertunduk. Dia sangat memahami kondisi James. Ini trauma yang harus dia hadapi dari kecil.

Ibu James sangat cantik, walau sudah 65 tahun. Dia benar- benar tampak merasa bersalah. Tangannya terlihat gemetar.

"Ibu harap, ibu berdoa, agar bisa menemuimu lagi bersama Seira" Hera meremas tangan James

"Mungkin suatu hari nanti..." James terlihat enggan. Matanya melirik arah Claire.

"Oh iya siapa gadis ini?" Tanya Hera.

Claire membesarkan matanya.

"Ah.. saya Claire Irine" Claire mengulurkan tangannya. Hera menyambutnya.

"Kamu kekasih James?" Tanyanya.

Claire tampak bingung. Dia sendiri tidak tahu hubungan dia dengan James dan kenapa dia ada disini.

"Dia calon Istriku"Jawaban James mengejutkan Claire. James selalu menentukan tanpa persetujuannya.

"Ah calon istri, Claire kamu cantik sekali"

"Te... terima kasih Bu" muka Claire memerah.

"Dia bukan hanya sangat cantik. Hatinya juga baik. Sepeser pun dia tidak pernah minta kepadaku, walau aku Owner perusahaan. Dia tidak melihatku sebagai seorang "Swordly" yang kaya raya. Padahal apa saja aku bisa beri kepadanya" James menatap tajam ibunya.

Hera terdiam.
Dia tahu kesalahannya meninggalkan anak-anaknya dan bercerai dengan Adly Swordly dan memilih rivalnya karena harta.

"Maafkan ibu..." Air matanya mulai menetes.

"Aku sangat trauma karena hal itu. Tapi Aku sudah healing dan saat ini sku tidak membencimu lagi. Aku hanya belum siap menganggapmu ibuku. Mungkin suatu hari nanti"

"James..."

"Hm... Kami harus pulang ke Dily, kalau ada kesempatan kita akan berjumpa lagi" James menarik tangan Claire untuk pergi.

"Ibu, saya permisi" Claire menahan tangan James. James menatap Claire. Dia mengerti.

"Aku pergi" James memeluk ibunya walau pun enggan.

"I Miss you nak, salam buat Seira"

James hanya tersenyum.

===

"Kamu baik-baik saja James?"

James tersenyum menatap Claire.

"Tentu saja"

Matanya kembali menatap ke jendela pesawat. Entah apa yang dipikirkannya.

Claire sadar, James selama ini selalu berusaha ada untuknya, mengatur hidupnya, bahkan mengisi kekosongan hatinya. Padahal dirinya punya luka besar. Semua orang menganggapnya sosok yang menakutkan, bahkan Claire sendiri sangat membencinya.

"Besok kamu mau istirahat atau kerja?" Tanya James.

"Tentu kerja, aku tidak enak dengan ibu Rania" Claire sudah 2 Minggu tidak masuk kerja. Pasti mereka marah dan memecatnya.

"Uuh.. bukan di swalayan. Tapi di kantorku" James menopang dagunya sambil menatap Claire.

"Hah??" Claire tidak bisa berkomentar lagi.

"Kamu lupa? Kan aku sudah bilang kamu kerja sama aku sekarang" James tertawa.

"Kamu lagi-lagi mengatur tanpa persetujuanku" Claire kesal.

"Lagi pula sayang, kalau skill kamu hanya di bagian gudang seperti itu. Besok aku minta Seira kasih ruangan khusus untukmu"

"Ta... Tapi..."

"Gada tapi tapi..." James membuang mukanya kembali ke jendela pesawat.

Claire lagi-lagi hanya bengong.

Misteri MiliknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang