33 : Rumah Delima

321 34 0
                                    

Sepulang sekolah, Davin tidak langsung mengantarkan Deeva pulang. Cowok itu justru sengaja membawa Deeva ke suatu tempat. Suatu tempat yang mengajarkan Davin arti kata peduli. Suatu tempat yang mengajarkan arti menjadi manusia sejati. Dan suatu tempat yang dulu menjadi sumber kebahagiaan Davin dan kekasihnya.

Apa kabar Diana sayang? Hari ini, Davin kembali ke tempat favorit kamu.

Sudah dua tahun lebih Davin tidak menginjakkan kaki di tempat itu. Sejak seseorang yang Davin sayangi pergi, Davin tidak sanggup lagi mendatangi tempat itu. Entah, sebenarnya Davin juga tidak tahu, apakah tempat itu masih seperti dulu, atau sudah berubah. Apakah tempat itu masih berkenan menerimanya atau justru telah melupakannya.

Rumah Delima.

"Nah kita udah sampe." Ujar Davin saat melihat sebuah plang berwarna coklat di depan sebuah rumah yang memiliki halaman cukup luas.

Motor maticnya ia parkir di bawah pohon mangga yang rindang. Setelah itu, Davin turun, melepaskan helm yang melekat di kepala Deeva.

"Gue capek." Keluh Deeva.

Gadis itu nampak sekali lelah. Bukan lelah fisik, melainkan lelah batin. Davin tahu, meskipun sebagian teman sekolahnya sudah banyak yang peduli terhadap Deeva, masih banyak pula orang-orang yang mengucilkan Deeva yang membuat mental Deeva menjadi tidak stabil.

Seperti kata bijak yang sering beredar, bagaimana pun kita tidak akan pernah bisa menutup mulut orang-orang yang berbicara buruk mengenai kita, tapi kita bisa menutup telinga agar tidak mendengarnya. Begitu pula maksud Davin membawa Deeva ke rumah Delima.

Davin ingin Deeva bisa belajar menutup telinganya dari ujaran-ujaran yang mampu membuat Deeva terpuruk. Davin ingin, Deeva bisa merasakan kebahagiaan tanpa dihantui lagi oleh masa lalu yang tak mungkin bisa diperbaiki.

"Davin?"

Davin menoleh pada seorang wanita paruh baya yang memanggil namanya. Dia bunda Mela. Pengasuh sekaligus pemilik rumah Delima.

"Ayo Dee, kita masuk."

Deeva tak menjawab apa-apa. Ia hanya menurut ketika tangan Davin menuntunnya menuju pada sebuah rumah yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Ya ampun, Vin... Bunda ngga salah liat, kan?"

Wanita yang menyebutkan dirinya sebagai bunda itu menghambur, memeluk Davin.

"Kenapa kamu ngga pernah ke sini lagi, Vin? Kalau Diana tahu, dia pasti marah sama kamu."

"Iya, Diana pasti marah."

"Kamu ngga lupa sama Diana, kan?"

Davin menggeleng dalam pelukan bundanya itu.

"Kamu ngajak siapa, Vin?"

Davin baru ingat. Cowok itu lantas cepat-cepat melepaskan pelukannya, kemudian kembali menggandeng tangan Deeva.

"Kenalin Bunda, namanya Deeva Anastasia."

Deeva hanya menganggukkan kepalanya sopan.

"Nama yang cantik. Ayo ajak Deeva masuk, Vin."

Ternyata rumah Delima masih sama. Masih memberi kenyamanan dan kehangatan bagi siapa saja yang mencarinya. Davin turut senang, bahkan rumah ini kini sudah memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan lebih modern.

SBBS #1 | Lengkap ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang