1 : Deeva Anastasia

3.6K 181 4
                                    

Pernahkah kamu merasa bahwa dunia tidak pernah berada di pihakmu? Atau merasa bahwa segala takdir yang kamu miliki adalah takdir yang tak pernah orang lain inginkan? Seberapa besar pun energi yang kamu gunakan untuk mengeluh, sekuat apa pun kamu mencoba untuk menolak, nyatanya semua itu tak menghasilkan apa-apa, sebab hidup memang seperti itu, manusia dituntut untuk menerima dan mencari cara terbaik untuk menikmatinya.

Klek

Deeva terkejut, dengan cepat tangannya menutup laptop, sebelum sang papa membuka pintu. Tak butuh waktu lama, gadis berpiyama hitam itu sudah berpura-pura tidur layaknya seekor anak kucing yang tertidur di bawah ketiak induknya, terlihat sangat nyaman dipeluk selimut tebal berwarna abu-abu. Bukan maksud ingin berbohong, Deeva hanya tidak ingin papanya mencemaskan kondisi kesehatannya karena jam tidur yang bermasalah.

"Sudah tidur kamu rupanya." Usai mematikan lampu tidur, Bram meninggalkan kamar Deeva dengan perasaan tenang.

Bersamaan dengan itu, Deeva menarik napas lega. Papanya tak curiga. Ia lantas segera menarik laptopnya yang disembunyikan di bawah selimut, menekan tombol on lalu melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda. Menulis. Menulis adalah kegiatan favorit Deeva, karena dengan menulis segala keresahan, ketakutan, dan kebahagian Deeva akan tersimpan dengan aman.

Tepat pada pukul dua pagi, mata bulat yang dikelilingi lingkaran hitam itu akhirnya terpejam. Gadis yang berusia belum genap tujuh belas tahun itu akhirnya dapat merasakan ketenangan, sama seperti yang dirasakan oleh orang-orang, yaitu tertidur tanpa ada rasa takut, tanpa ada rasa ingin menangis, dan tentu saja tanpa menambah beban sang papa. Deeva merasa tenang. Dan Deeva ingin hari-harinya berjalan tenang, selamanya.

***

Pukul enam lebih tiga puluh, seorang gadis dengan setelan putih abu-abu yang dilapisi kardigan berwarna hitam sudah siap untuk pergi ke sekolah. Gadis itu adalah Deeva Anastasia. Tanpa berlama-lama, Deeva segera turun dan bergabung bersama papanya untuk melakukan rutinitas wajib orang Indonesia, yaitu sarapan.

"Pagi sayang... "

Itu adalah sapaan hangat dari sang papa yang tengah mengoleskan sedikit madu pada dua lembar roti gandum. Sudah menjadi kebiasaan papa, pikir Deeva. Padahal di rumah itu ada Bik Siti, tapi papanya, tak pernah sekalipun absen menyiapkan sendiri sarapan untuknya. kecuali jika papanya keluar kota.

"Pagi, Pa..." Balas gadis itu.

"Hari ini Papa tinggal ke Semarang, beneran ngga apa-apa, kan?" Tanya Bram memastikan sekali lagi sembari menyerahkan sarapan spesial itu untuk anak semata wayangnya.

Deeva mengangguk sembari menerima piring berisi roti yang telah disiapkan papanya. Kemudian melahapnya sedikit demi sedikit.

"Nanti malam Tante Yana sama Tamara ke sini nemenin kamu."

Deeva berhenti mengunyah.

"Papa nyuruh mereka?"

"Ngga, Tamara yang minta."

"Paa... Deeva ngga mau sama orang asing." Protes gadis itu tak suka.

Laki-laki itu tersenyum hafal betul tabiat putrinya.

"Sayang, Tamara itu sepupu kamu, bukan orang asing. Selain itu, papa juga ngga mau kamu terus-terusan kesepian."

Deeva menghela napas panjang, Deeva lebih suka kesepian. Deeva tidak membutuhkan teman, rasa sepi itu sudah biasa bagi Deeva. Jika diberi pilihan antara berteman dengan rasa sepi atau berteman dengan orang asing, tentu saja bagi Deeva pilihan pertama adalah pilihan terbaik yang ada di dunia.

SBBS #1 | Lengkap ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang