14 : Rumah Belajar Kenanga

427 35 0
                                    

"Mara... hari ini jangan kemana-mana yaa sayang..." Seru Riyana dari bawah tangga.

Di hari minggu yang cukup cerah ini, ibu satu anak itu terlihat sibuk sekali menyiapkan acara arisan yang akan dilaksanakan di rumahnya, mulai dari menyiapkan kudapan, menata bingkai foto dan prestasi anaknya yang terpajang dalam pigura, serta mempersiapkan pakaian terbaik sebagaimana biasanya. Untuk urusan bersih membersihkan rumah sendiri sudah ia percayakan penuh pada asisten-asisten rumah tangganya.

Dengan gesit Riyana menata ulang pigura-pigura, dengan menempatkan piagam-piagam prestasi anaknya di spot-spot yang mudah dijangkau oleh mata dari segala penjuru ruang tamu, serta menempatkan satu foto dengan pigura berukuran besar di atas tembok yang menghadap langsung ke arah pintu, foto itu menunjukkan sebuah potret keluarga bahagia yang beranggotakan seorang wanita cantik dengan balutan dres mewah merah meriah, seorang gadis blasteran yang juga mengenakan dress berwarna sama, kemudian seorang laki-laki bule mengenakan setelan jas hitam, duduk di kursi yang di apit oleh anak dan ibu itu.

Setelah puas menatap hasil kerjanya, Riyana beranjak menuju dapur, kembali memastikkan bahwa kudapan yang disiapkan benar-benar mencerminkan seleranya yang elegan, mewah, dan mahal.

"Bik Surti!"

Riyana menatap tak suka pada salah satu menu yang ada di meja.

Orang yang dipanggil datang, dengan wajah takut ditambah kelelahan, "Kenapa Nyonya?"

"Cepat ganti piring yang di tengah itu dengan piring yang saya beli di Perancis kemarin." Titahnya yang langsung mendapat anggukan cepat dari Bik Surti.

Riyana menatap pergelangan tangannya, di sana jarum pendek menunjuk di angka delapan. Itu artinya, sebentar lagi teman-temannya akan segera datang. Riyana segera keluar dari area dapur menuju ruang tamu.

"Mara mau kemana kamu?"

Mara menghentikan aktivitasnya yang tengah mengikat tali sepatu.

"Mara mau ngajar di rumah belajar, Mah."

"Mama ngga izinin, hari ini ada tamu-tamu mama, masa kamu malah pergi."

"Tapi Ma..."

"Ngga ada tapi-tapian! Cepet kamu ganti pakaian kamu. Dan inget, jangan malu-maluin mama."

Tamara menghela nafasnya panjang sebelum ia kembali melontarkan kalimat penolakan.

"Kemarin kan Mama udah janji, kalo minggu ini Mara boleh dateng ke rumah belajar."

"Cepet ganti pakaian kamu!" Bentaknya tak terelakkan.

Tamara tak lagi dapat berkutik. Sekali bentak, Tamara tahu itu bukan lagi perintah melainkan sebuah paksaan. Dengan berat hati, ia kembali naik ke atas, ke kamarnya. Niatnya untuk memberikan sedikit ilmu pada anak-anak yang kurang beruntung di Rumah Belajar Kenanga harus ia urungkan.

Tamara :
Sorry ya No, gue gabisa dateng lagi minggu ini.

Rino :
Nyokap Lo ngelarang lagi?

Tamara :
Yagitulah, Lo pasti tau kan?

Rino :
Yaudah gapapa, sabar ya cantik.
O

hiya, dapet salam dari anak-anak katanya mereka kangen di ajar matematika sama Lo.

Tamara mengulas senyum, senyum haru. Ia juga sangat merindukan anak-anak ajarnya di Rumah Belajar Kenanga. Sudah hampir sebulan ia absen mengajar karena Riyana melarang. Entah mengapa mamanya itu selalu memiliki alasan-alasan untuk mencegah Tamara pergi mengajar di rumah belajar itu.

"Maraku..."

Mara terlonjak kaget, karena tiba-tiba seserorang memeluknya dari belakang.

"Lho? Mimin? Kok Lo ada di sini?"

SBBS #1 | Lengkap ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang