Sembilan

4.2K 535 32
                                    

---

"Apartemen Cakka masih kosong kalo kamu mau, Ka,"

Raka menyeruput teh yang disiapkan oleh Clara. Sehabis makan malam bersama dadakan tadi, Raka dan Bianca diajak untuk pindah ke ruang keluarga untuk mengobrol. Dikarenakan juga Raka yang sudah jarang sekali main kerumah itu, dirinya jadi dimonopoli oleh Lana, gadis kecil yang sudah fasih bicara itu. Sedangkan Levy yang memang sudah sekolah dasar tampak sibuk dengan Bianca mengerjakan tugas sekolahnya.

"Kalo aku tinggal disana, semua orang tahu tempat persembunyianku dong,"

Wira yang duduk tak jauh dari Raka langsung berdecak mendengar jawaban nyelenehnya.

"Tanggung jawabmu udah besar, udah gak ada waktu buat kamu main-main lagi,"

Raka langsung mencibir. "Gak asik banget,"

"Iya papa emang gak asik, suka jarang main sama aku sekarang,"

Clara terkekeh kecil. "Kalo papa pulang cepet pasti papa main sama Lana kok. Tapi kan papa harus ajarin Om Raka biar omnya Lana biar pinter,"

"Emangnya Om Raka anak kecil masih harus diajarin?"

Ketiga orang dewasa itu lalu terkekeh bersamaan mendengar pertanyaan gadis kecil itu. Mereka lalu mulai membahas banyak hal. Tentang pekerjaan Raka, tentang kehidupan Cakka yang kini semakin bahagia, tentang Sagara yang juga semakin sibuk setelah drama yang ia bintangi melejit dan mengguncang industri perfilman dunia, juga tentang opa dan omanya.

Tak lama kemudian, Bianca kembali muncul setelah tadi mengikuti Levy yang mengajaknya pindah ke kamar untuk mengerjakan tugas karena merasa terganggu atas ulah Raka dan Lana yang bercanda dan tertawa terlalu keras. Gadis kecil itu kini sudah tertidur di pangkuan ayahnya.

"Levynya tidur, Bi?"

Bianca mengangguk kecil menjawab pertanyaan Clara. Ia lalu mengajak Raka untuk pulang karena memang malam sudah mulai larut dan mereka harus bekerja lagi besok pagi.

Setelah berpamitan pada Wira dan Clara, keduanya kembali masuk ke dalam mobil yang di kendarai Raka.

"Sampe halte depan aja, Mas. Gue lanjut naik taksi dari sana."

"Gue anter sampe alamat aja,"

"Gak usah. Repotin,"

"Gak repotin. Kan gue juga yang ngajak lo tadi,"

"Sampe halte depan aja."

Mendengar ucapan tegas dari Bianca membuat Raka akhirnya hanya diam. Setelah makan malam tadi, sikap Bianca memang agak berubah. Jika biasanya gadis itu pecicilan dan suka sekali mengobrol, ia jadi lebih pendiam. Raka hanya berpikir bahwa mungkin gadis itu kaget dan canggung tiba-tiba makan satu meja dengan Wira, pejabat paling tinggi ditempat mereka bekerja.

Salah Raka juga tidak memberitahu dari awal kemana tujuan mereka, dan sebenarnya Raka juga tidak punya rencana hanya saja ia tidak tahu kenapa tiba-tiba mobil yang ia kendarai menuju rumah Wira.

"Lo yakin?"

Bianca mengangguk yakin. Setelah sampai di halte yang ditunjuk, gadis itu langsung keluar dari mobil dan menyuruh Raka segera pergi.

Raka memilih memutar arah dan berhenti tepat di seberang halte. Karena ia merasa tidak mungkin meninggalkan Bianca tengah malam di jalanan walaupun memang kendaraan masih ramai berlalu lalang.

Dari tempatnya duduk, Raka bisa melihat bahwa Bianca menelepon seseorang cukup lama. Hingga tidak sampai satu jam kemudian, sebuah mobil mewah berwarna merah berhenti di hadapan gadis itu.

Musim Yang Baik [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang