Dua Puluh Enam

3.5K 426 14
                                    

---

Perasaan kosong yang menghampiri Raka pagi itu tidak juga kunjung hilang. Sudah hampir tiga hari sejak Bianca meminta untuk tidur bersamanya. Definisi tidur bersama yang diinginkan Bianca hanyalah tidur sembari berpelukan sepanjang malam.

Selain berciuman singkat tidak ada yang terjadi setelah itu. Suasana hati Bianca yang tampak muram juga membuat Raka juga hanya diam malam itu.

Setelah rapat siang ini dengan petinggi perusahaan, Raka menaiki lift menuju lantai sembilan. Seperti sudah siap dengan apa yang terjadi, ia tidak begitu kecewa ketika mendengar kabar bahwa Bianca tidak masuk sudah tiga hari. Alasannya adalah sakit.

"Bayu udah bohongin gue, lo gak usah ikut-ikutan, Cal."

Ical yang tadi menghampiri Raka langsung menghela napas panjang.

"Gue gak bohong. Gue beneran gak tahu dia dimana, Mas. Yang lain juga,"

Raka mengusap wajahnya dengan lelah. Beberapa hari lalu adalah saat-saat bahagia dihidupnya. Keberadaan Bianca, penerimaan Opa dan Oma atas pilihan Raka, perdamaiannya dengan Lika dan banyak hal baik lainnya. Ia sangat yakin bahwa semua kebahagiaan ini ada karena Bianca, namun kini pusat dunianya itu tiba-tiba hilang. Bianca mendadak lenyap dari hadapannya.

"Berhenti melindungi cewek itu, Cal!"

Raka dan Ical menoleh. Nada kini tengah menatap keduanya dengan sorot penuh luka. Tangannya menggenggam erat seolah siap menghajar siapa saja.

"Nada!"

Nada menggeleng tegas. Matanya masih tertancap pada Raka yang kini menatapnya dengan sorot penuh tanya.

"Siapa nama kakaknya Bia?"

"Bio?"

"Kakak keduanya?"

Pertanyaan itu tidak mampu dijawab oleh Raka. Ia tidak tahu bahwa Bianca memiliki dua kakak.

"Selain di apartemen kecil yang bikin lo beli satu lantai itu, di mana lagi dia tinggal?"

Raka mengerutkan dahi. Darimana Nada tahu bahwa ia membeli semua unit di lantai yang sama dengan apartemen Bianca?

"Lo tau gak makanan kesukaan dia? Lo tahu gak warna apa yang sering dia pakai? Lo tau gak negara mana yang pingin banget dia kunjungi?"

Ical sudah bergerak mendekat untuk menghentikan Nada.

"Tadinya gue gak akan nyembunyiin itu cewek. Tadinya gue akan bantu lo, tapi yang lo cuman berlagak kayak anak kehilangan mainan doang. Bianca gak begitu berharga buat seorang Raka Sanjaya,"

Wajah Raka langsung memerah. Ingatannya memunculkan sebuah kalimat yang dulu pernah ia ucapkan. Tentang bahwa bermain-main sedikit dengan Bianca tidak ada salahnya.

"Lo jadiin dia pacar cuman buat ngusir Lika. Lo jadiin dia pacar karena dia gak bisa nolak hanya karena taruhan bodoh lo semua waktu olahraga, kan?!"

Semua ucapan Nada menamparnya dengan keras.

"Kenapa lo gak gunain semua power lo itu buat nyari mainan lo yang hilang?"

Nada melepaskan pegangan Ical dari bahunya. Gadis itu mendekat pada Raka lalu memeluknya pelan.

"Bukan cuman lo yang menderita, Mas. Dia juga."

---

"Permintaan keempat gue. Berhenti jadi pengecut yang melarikan diri. Lo tau kan kalo lo gak bisa sembunyi selamanya?"

Setelah mengirimkan pesan singkat pada kekasihnya itu, Raka melangkahkan kaki menuju lantai dua. Jika tidak bisa menemukan Bianca lewat orang-orang terdekatnya, Raka akan menggunakan nama Sanjaya kali ini.

Musim Yang Baik [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang