---
"Lo udah di mana sih?"
Raka langsung berdecak sebal. Tangannya memukul setir dengan kesal. Jalanan Jakarta memang kadang sangat menyebalkan. Ini hari sabtu, ada pekerjaan yang membuatnya harus datang ke Sanjaya dan menghabiskan weekend bersama berkas-berkas yang harus ia pelajari dan tanda tangani.
Dan sekarang sudah pukul sembilan malam, dari Cawang menuju Senopati yang biasanya bisa ditempuh setengah jam sekarang ia masih terjebak macet, dan molor dari waktu janjinya lebih dari satu jam.
"Raka Sanjaya, lo beneran lagi di jalan kesini kan?"
Raka meringis pelan sebelum membalas dengan godaan.
"Iya sayang. Bentar lagi nyampe kok,"
"Najis!"
Raka langsung tertawa. Mobilnya juga kembali bergerak.
"Lagian kenapa mesti di sana sih? Dan kenapa juga gue harus ikut? Lo gak inget mereka dulu gimana bencinya sama kita,"
Kirana yang ada di seberang sana menghela napas panjang. Musik yang berputar dari tempat hiburan itu terdengar mengalun di telinga Raka.
"Gak usah dijawab. Gue tahu kenapa,"
Kirana berdecak. "Yaudah gue tutup. Pastiin lima belas menit lagi lo udah di sini. Paling lama!"
Setelah panggilan itu terputus, Raka langsung tersenyum kecil. Kirana terdengar seperti Sagara, mungkin karena menghabiskan waktu bersama selama sepuluh tahun, Kirana jadi memperlakukan dia seperti Sagara dan Arjuna memperlakukannya. Dulu sebelum ikut pindah ke Korea bersama Sagara, Kirana selalu menatapnya was-was dan penuh curiga. Ya tidak salah juga sih mengingat perlakuan Raka padanya sewaktu mereka masih sekolah.
Diam yang akhirnya justru banyak menghancurkan dirinya sendiri. Namun juga Sagara yang membuatnya sadar dan paham, diam kadang justru menenangkan. Diamnya justru kadang membawa kedamaian. Diam yang mengajarkan makna sebuah penerimaan.
Tempat yang dituju Raka adalah sebuah bar semi indoor. Banyak sekali anak muda menghabiskan malam disana. Setelah berkeliling beberapa saat, Raka akhirnya menemukan keberadaan Kirana diantara kerumunan orang lainnya. Meja besar yang memuat banyak orang itu terletak di pojok dan terkesan lebih privat.
Kirana sedang duduk paling pinggir. Perempuan itu yang tampak feminim. Jika bukan karena Arjuna dan Sagara, Raka tidak akan mau repot-repot datang ketempat itu.
Raka paham sekali. Sagara menjaga gadis itu dulu awalnya hanya untuk memenuhi janji pada Arjuna, sahabat mereka yang mungkin menyelamatkan keduanya dulu. Kepergian Arjuna yang tiba-tiba banyak merubah mereka. Dan dulunya sebelum ada kejadian dan firasat apa-apa, Arjuna pernah meminta Sagara untuk menjaga gadis yang ia cintai. Yang Raka yakin sekarang juga dicintai oleh sagara.
"Hoi!"
Raka menyapa semua orang disana. Awalnya Raka pikir kumpul teman SMA itu hanya tiga atau empat orang, tapi yang datang justru lebih dari sepuluh termasuk Kirana.
Setelah saling bertukar sapa dan bertanya kabar masing-masing, Raka mengambil tempat di samping Kirana. Memesan sebotol beer untuk menjadi kawannya berbincang malam ini.
Umur yang sudah hampir kepala tiga tidak berbohong. Obrolan mereka terkesan lebih berat dan dalam. Pekerjaan, pasangan, hubungan dengan sekitar menjadi topik yang paling sering dibicarakan.
Lama-lama Raka mulai menyukai tongkrongan ini. Tongkrongan yang sering diceritakan Sagara karena mendengar dari Kirana. Karena saran Sagara juga akhirnya gadis itu menghubunginya dan mulai mengajak ikut serta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Musim Yang Baik [FIN]
ChickLitJIka menjadi baik tidak cukup membuat hidupnya tenang JIka berkelana bertahun-tahun justru membuatnya semakin kosong Bagian mana yang masih kurang dari usahanya memaafkan? Semua orang berkata bahwa waktu sepuluh tahun sudak lebih dari cukup Tapi men...