Dua Puluh Lima

3.6K 457 27
                                    

Belakangan aku lagi gila banget. Terus tiap mood jelek aku selalu dengerin Polaroid Love-nya Enhypen, lagunya bikin happy banget. Suaranya Jake tuh yaampuun, terus tau-tau kangen Raka, Juna sama Sagara.

Dan terbitlah part ini malam ini wkwk

---

"Mau kemana sih? Gue masih ngantuk banget tau!"

Raka tersenyum kecil.

"Mau ngenalin sama seseorang yang penting dalam hidup gue."

Bianca menghela napas panjang. "Harus pagi-pagi buta banget gini? Gak bisa janjinya siang atau sore aja."

Raka menggeleng. "Soalnya abis ini gue ada janji sama Om Wira mau main kerumahnya."

Bianca yang memang masih mengantuk tidak melanjutkan perdebatan. Ia memilih menyandarkan tubuh sembari menatap jalanan di depan.

Setelah hening beberapa saat, Raka menoleh dan mendapati gadis yang beberapa waktu belakangan ini menjadi kekasihnya tengah memejamkan mata sembari tersenyum kecil.

Senyuman yang akhirnya juga membuat Raka menggerakkan bibir karenanya.

Tidak sampai setengah jam setelahnya, mereka sampai pada sebuah taman pemakaman umum yang sangat familiar bagi Raka.

"Ayo turun!"

Bianca yang sempat termenung beberapa saat akhirnya mengangguk pelan. Taman pemakaman ini juga terasa familiar baginya. Sebuah perasaan asing menyelinap dan membuatnya menjadi tidak nyaman.

Tapi genggaman tangan Raka pada jemarinya membuat Bianca mau tak mau mengikuti langkah cowok itu dengan hikmat.

Langkah keduanya lalu berhenti di hadapan sebuah makam yang nampak terawat rapi dan segar seperti habis disiram pagi ini.

"Hai, Ju. Gue kesini lagi. Kali ini bukan karna gue lagi sedih, tapi karna gue lagi seneng."

Bianca ikut berjongkok di samping Raka yang menaruh tiga buket lily pada makam yang berjejer rapi itu.

"Namanya Bianca. Cantik, Ju. Kalo lo liat lo juga pasti suka."

Raka meraih tangan kanan Bianca untuk ia genggam. Lalu dibawa mengusap nisan yang bertuliskan nama sahabatnya.

"Selain Sagara, Arjuna adalah manusai paling penting di hidupku. Tidak seperti Aga yang lebih banyak diam namun menenangkan, Arjuna lebih galak tapi enggak pernah meninggalkan aku. Dulu sekali, jika bukan karena Arjuna mungkin aku sudah berhenti sekolah. Jika bukan karena Arjuna juga mungkin Sagara menghindari anak bermasalah kayak aku."

Raka tersenyum kecil. Tangannya menggenggam jemari Bianca dan mengelusnya pelan.

"Sejak kejadian Papi kena ditangkap, hidup aku gak pernah sama lagi. Aku pikir sampai mati hanya ada gelap. Aku pikir sampai mati gak akan ada yang mau berteman sama anak koruptor kayak aku. Dunia aku hancur. Papi di penjara. Mami hilang gitu aja. Opa sibuk kerja seolah-olah tidak pernah ada kejadian yang menyakitkan menyapa keluarga Sanjaya."

"Semenjak itu aku terbiasa sendiri. Aku mulai dikucilkan dan mulai di-bully di mana-mana. Gak ada anak yang mau kenal dan dekat lagi sama aku. Akhirnya aku terbiasa sendiri. Aku terbiasa tanpa siapapun di samping aku. Nama Sanjaya bukan lagi sematan yang menyenangkan, aku mulai berpikir bahwa Sanjaya yang aku bawa ini adalah kutukan,"

Raka terkekeh pelan. Tangannya yang bebas mengusap nisan Juna.

"Sampai hari pertama aku masuk SMA. Aku telat dan dihukum bareng dua anak lainnya. Karna kesal aku nendang ember merah buat nge-pel. Disitu Juna marah, dan untuk pertama kalinya ada anak yang tidak peduli dengan namaku. Well, Sagara juga. Tapi kan dia bukan besar di sini jadi wajar enggak tahu siapa Sanjaya."

Musim Yang Baik [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang