Part 20

272 44 29
                                    

Biasakan untuk menghargai karya seseorang. Karena menciptakan sebuah karya itu sulit.
.
.
.
.
.

Jiyong menepati janjinya untuk menjemput Seungri begitu dia mendapatkan lokasinya. Kedatangannya bahkan sudah ditunggu Seungri sekitar 15 menit. Tak masalah jika harus menunggu. Toh, Seungri juga perlu persiapan.

Namun, keduanya malah larut dalam keheningan. Seungri dilanda gugup hingga dia melupakan kata-kata yang sudah dia rangkai saat di cafe tadi. Jiyong sekilas memperhatikan Seungri yang meremas tangannya seperti orang cemas.

"Ada apa? Kenapa diam saja? Bukannya tadi kau ingin bilang sesuatu padaku?"

Rentetan pertanyaan yang diberikan Jiyong menambah kegugupan Seungri. Haruskah dia mengatakannya? Atau sebaiknya diurung? Bagaimana kalau selama ini Jiyong mempermainkannya? Pikiran itu yang terus berputar di benak Seungri. Sampai Jiyong menepikan mobilnya di tepi jalan.

"Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Jiyong memperhatikan Seungri.

"Hyung, kita pacaran," ucapnya tanpa melihat Jiyong. Dia tertunduk malu.

"Ne? Apa kau bilang?"

Sekarang Jiyong yang merasa pendengarannya salah atau memang Seungri benar sedang menyatakan perasaannya. Jiyong bingung dan tidak mengerti.

Seungri melihat Jiyong, menatap maniknya dalam-dalam. Bibir tipisnya mulai dia buka untuk berucap, "Aku bilang kita pacaran. Kau dan aku sebagai kekasih."

"Oh oke, tapi kenapa tiba-tiba?"

Jiyong menguji Seungri. Sesungguhnya dia senang tak terkira jika pada akhirnya perasaan yang dia kira hanya bertepuk sebelah tangan dapat berbalas oleh Seungri. Jiyong pandai menutupi ekspresinya.

"Kau tidak mau? Ya sudah, kita batal saja!" tandas Seungri seenaknya.

Jiyong heran sebenarnya sama laki-laki di sampingnya ini. Dia serius atau tidak saat mengajaknya berpacaran.

"Aku tidak bilang tidak mau. Aku hanya tanya kenapa tiba-tiba," tegas Jiyong.

Seungri menggeleng, "Entahlah. Kita jalani saja dulu semuanya. Aku hanya merasa nyaman di dekatmu. Kau menerimaku tanpa memandang siapa aku. Kau tidak pernah meremehkanku."

Jiyong mengangguk, "Hmm ... bagaimana dengan kontrak itu?"

"Batalkan saja. Tapi kau harus tepati janjimu!" Seungri menatap Jiyong tegas.

"Janji? Janji apa?" Jiyong pura-pura tidak ingat.

"Membayar kerugianku. Kau harus membayarku dengan harga tinggi," Seungri mengingatkan.

Jiyong lantas mengeluarkan ponselnya. Membuka tombol kuncinya, mencari aplikasi mobile banking untuk segera mengirimkan Seungri uang.

"Berapa yang harus aku bayar?"

Seungri mencekalnya, "Bukan dengan uangmu. Tapi, dengan hatimu. Cintamu."

Senyum mengembang di dua sudut bibir Jiyong. Sungguh, mimpi apa semalam hingga dia harus diterbangkan jauh ke dalam yang namanya kebahagiaan. Namun, sekali lagi Jiyong mampu mengontrol emosinya.

Let's not Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang