Part 28

243 41 27
                                    

Biasakan untuk menghargai karya seseorang. Karena menciptakan sebuah karya itu sulit.
.
.
.
.
.

Matahari telah tersenyum pada dunia, mungkin lebih tepatnya sudah membagi sinarnya untuk sebagian belahan bumi agar menjadi hangat. Berada pada singgasananya tepat di atas porosnya. Satu manusia ini masih lelap dalam tidurnya dalam posisi tengkurap, kaki terbuka lebar dan hanya diselimuti selimut putih, setengah badan telanjangnya terekspos.

Sisi kasurnya kosong saat tangan gembilnya merabanya. Matanya dibuka sedikit, kepalanya menoleh ke samping dan benar kosong. Otaknya sedang mengolah memori semalam, karena seingatnya dia dan kekasihnya bercinta di ruang piano dan tertidur di sofa. Lalu, kenapa sekarang bisa berada di kasur besar dan empuk milik Jiyong?

Dengan ringisan kecil, Seungri membalik badannya, berusaha mendudukkan pantatnya di kasur. Pinggulnya terasa nyeri, meski kasur itu sangat empuk tetap tidak bisa meredam nyeri pada bongkahan pantatnya.

"Sshh arkh, shit!" umpatnya, "dia lembut di luar. Di ranjang seperti orang gila. Badanku sakit semua."

Mulutnya memang mengeluh, tapi badannya menikmati. Hatinya pun menghangat mengingat bagaimana dia bisa menghabiskan malam bersama laki-laki yang seluruh Korea tahu siapa Jiyong itu dan bisa-bisanya dia menjatuhkan hati pada seorang Kwon Jiyong. Menyerahkan apa yang dia punya.

Perlahan tapi pasti, dia menuruni kasur besar Jiyong, meraih jubah tidurnya yang terlipat rapi di kepala kursi di kamar Jiyong. Mengikat talinya dengan benar, barulah dia keluar menuruni anak tangga demi mencari orang terkasihnya. Matanya mengedar, namun dia tidak menemukan sosok yang dicari.

"Pagi Tuan Lee," sapa sang pelayan.

"Hum, pagi. Kau lihat Jiyong Hyung?"

"Tuan Kwon ada di-"

"Mencariku, Sayang?"

Seungri langsung menolehkan kepalanya begitu mendengar suara orang yang dicari. Sosok itu berjalan dari satu ruang yang Seungri tahu itu ruang kerjanya.

"Hyung, kupikir kau pergi ke kantor."

"Tidak. Aku hanya perlu menyelesaikannya di rumah," jawab Jiyong seraya mengecup pipi si pujaan hatinya.

Kemudian Jiyong berjalan ke arah dapur untuk mengambil secangkir kopi dan menuangkan isi ke dalamnya dari sebuah coffee maker. Menghirup sejenak wanginya, barulah dia seruput. Seungri mendekati Jiyong dengan senyum tipis.

"Kopi, Sayang?" Jiyong menawarkannya.

Seungri ambil cangkir kopi Jiyong dan ikut menyeruputnya sedikit.

"Breakfast?"

Seungri mengangguk.

"Ahjumma, tolong buatkan sa-"

"No!" potong Seungri, "kau!"

"Aku? Wae?" Jiyong tidak mengerti.

Seungri meletakkan cangkir kopinya di meja pantry. Dia mendekat pada Jiyong, sangat dekat. Bahkan kedua tangannya tanpa ragu melingkar di pinggang Jiyong.

"Bukan buatan Ahjumma, tapi buatanmu," pinta Seungri.

"Tapi aku tidak bisa, Sayang."

"Aku maunya kau."

"Sayang ..."

Wajah ceria Seungri menjadi mendung. Bibirnya mengerucut kesal, begitu juga dengan tatapannya.

"Tuan Lee, biar saya yang buatkan sarapannya," izin sang pelayan.

"Aku tidak memintamu, Ahjumma dan jika tuanmu ini tidak mau buatkan, aku tidak jadi sarapan!" ancam Seungri.

Let's not Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang