1. Andrea Zarani Atmaja.
" Ternyata menyakitkan itu kamu, hha "
Seorang gadis dengan seragam sekolah rapi tengah memandang boneka beruang di meja belajarnya. Boneka itu mengingatkannya pada bocah lelaki yang dulu pernah menolongnya. Kedua sudut bibirnya terangkat, menciptakan senyuman yang begitu manis. Merapikan beberapa helai rambutnya, ia kemudian keluar dari kamar itu.
Ekspresinya berubah datar begitu melewati pintu kamarnya. Pintu itu seakan menjadi pembatas antara sifat dingin dengan sifat periangnya. Sambil menggendong tas hitamnya, gadis itu pun menuruni satu persatu undakan tangga.
" Ahaha ini masih pagi, tapi kamu sudah bisa membuat lelucon. Haha cucu kesayangan kakek. "
" Ah kakek mah, hihi. "
Terdengar suara dari ruang makan yang membuat gadis itu langsung mendengus. Ia merotasikan bola matanya mendengar pujian sang kakek, pujian pada kakak perempuannya hanya karena sebuah lelucon. Menurutnya lelucon itu tak begitu bagus, kakeknya saja yang berlebihan sampai sampai memuji kakak perempuannya itu sebegitu 'lebay' nya.
Tak ingin terlalu julid di pagi hari, gadis itu berjalan melewati semua orang yang tengah menikmati sarapan. Melewati tanpa pamitan atau bahkan sapaan pun, membuat semuanya menghentikan aktivitas mereka untuk sejenak. Apakah gadis itu peduli? Ah tentu tidak!. Dia tak akan peduli, kecuali.
" Andrea!, " Panggilan dari kakak lelakinya itu mampu menghentikan langkah gadis bernama Andrea itu.
Ya! Andrea Zarani Atmaja. Gadis dengan tatapan tajam yang mampu menghabisi lawannya, gadis ambisius kebanggaan SMA Anak Bangsa. Dan satu satunya gadis dengan julukan Ratu jalanan.
" Iya bang?. " Gadis itu menjawab setelah menoleh.
" Sarapan?. " Andrea tersenyum lalu menggeleng.
" Uang jajan?. " Kali ini gadis itu mengangguk, membuat kakak laki lakinya itu mendengus geli.
" Yaudah inih, " Cowok itu memberikan lima lembar uang pecahan seratus ribu rupiah.
" Muach! Makasi abang. " Gadis itu hendak berlalu setelah mengucapkan terimakasih, tentunya.
" Tidak tahu diri, giliran uang saja langsung di ambil. "
Andrea menyeringai, kemudian menatap kakeknya yang baru saja bersuara. " Terus? Gue harus bilang wow gitu, Hmm?. "
" Kurang ajar!, " Geram sang kakek, Raza Vansisten Atmaja.
" Difikir- "
" Re udah, kek lagian kan ini juga uang Rafa. Wajar kan kalau seorang kakak ngasih uang ke adiknya. " Rafa mencoba menengahi, di antara mereka memang hanya dia yang peduli dengan adiknya itu. Hanya Rafa Atmaja.
" Berangkat ya dek, " pinta Rafa.
" Iyyyaaaa, Rea berangkat ya bang. Bay bay! Keluarga tercemar! Ups, keluarga cemara maksudnya hahaha. " Andrea langsung berlari setelah mengucapkan hal itu.
" Keterlaluan!. " Kakek Raza sampai melempar garpu di tangannya.
BRUM! BRUM! BRUM!