20. Happy sweet seventeen.
" Aku ga takut mati, aku lebih takut kalau kamu yang mati. "
Andrea terlelap, setelah dokter memberikannya obat. Gadis itu tidur dengan nyaman. Dia tak sendiri, ada Skai yang menemaninya. Pemuda itu selalu menolak, ketika Andrea menyuruhnya pulang. Alasannya selalu sama, takut Andrea kenapa kenapa.
Pemuda itu masih menatap sang kekasih. Tatapannya begitu lembut, tulus. Tatapan yang selalu di idamkan semua perempuan di luar sana. Tak ada senyum, Skai hanya terus memandang Andrea dalam diam. Ruangan itu sunyi, tapi tidak dengan kepala pemuda itu. Yang di penuhi oleh segala kemungkinan kemungkinan yang mungkin saja terjadi.
" Gue ga yakin, bisa hidup lebih lama kalau pada akhirnya kita di kalahkan oleh semesta."
" Kalau lo pulang, kemungkinan besar gue juga akan ikut pulang. "
Getaran ponsel mengalihkan perhatiannya. Skai mengalihkan pandangannya, sesaat. Melihat, ternyata asal getaran itu bukan berasal dari ponsel miliknya. Melainkan ponsel milik Andrea. Nama Mario terpampang jelas di layar. Skai mendengus, sedikit tak suka. Dengan malas, Skai menjawab panggilan dari Mario.
" Re! Gue ga bisa ngomong lama lama! Sesuai permintaan lo, gue udah nemuin tempatnya Rafa, gue kirimin setelah ini. "
" Anjir! Gue ketahuan cok!! "
Tuutt ...
Panggilan terputus, membuat amarah Skai memuncak. Pemuda itu melempar asal, ponsel milik Andrea. Rahangnya mengeras dengan tangan yang mengepal sempurna. Skai kesal, setelah mendengar nama laki laki itu disebut.
" Gue ga tau, apa maksud lo nyari tahu tempat dia, " monolognya.
Mengetik beberapa angka di ponselnya, Sisi keluar dari ruang rawat Andrea. Pemuda itu menekan ikon hijau, lalu menempelkan ponsel ke telinga.
" Segera cari tempat persembunyian Rafa Atmaja, saya ingin memajukan rencana. "
" Siap bos! " Terdengar suara tegas pria, dari sebrang sana.
" Jika, sampai malam ini, saya tidak mendapatkan informasi. Nyawa kalian taruhannya. "
Tutt ...
Skai memutus panggilan, sepihak. Memasukkan ponselnya ke kantong, pemuda itu kembali ke dalam. Namun, ada yang berbeda. Skai tak melihat ponsel milik Andrea, padahal gadis itu masih di posisi yang sama.
Menghela nafas pelan, pemuda itu menatap sang kekasih. Kakinya melangkah mendekat, memecah kesunyian yang menyelimuti ruangan itu.
Tangan besarnya bergerak pelan, mengelus rambut Andrea. Sesekali tangannya berhenti, tetapi tidak dengan tatapannya. Skai menatap Andrea, dalam. Seolah tengah mencari sesuatu, yang ia yakini ada pada Andrea.
" Gue lebih pinter dari lo, sayang. Jadi, silahkan lakuin apa yang lo mau, lari sejauh mungkin. Dan gue akan selalu nemuin lo. "
Markas pegasus kali ini lumayan ramai, karena kedatangan anggota dari Bandung. Semuanya berkumpul, heboh. Ada yang sibuk dengan balon, ada pula yang sibuk dengan ponselnya.
Saga menjadi salah satunya. Pemuda itu sibuk meniup balon, dengan mata yang fokus menatap layar ponsel. Pipinya mengembung, lucu. Sementara, Bian sibuk mengarahkan kameranya pada Saga.
Beberapa anggota sibuk meniup balon. Sisanya menyusun kepingan puzzle bergambar wajah sang ibu ketua. Tiba tiba saja Arjun datang bersama Bima. Kedua pemuda itu datang sambil menggaruk kepala.