14. Buta
" Aku memilih buta atas kenyataan yang pahit "
Andrea menatap malas pada pemuda yang kini duduk di depannya. Tatapan pemuda itu melembut, menyentuh hati. Jika saja tatapan itu di dapatkan Andrea dahulu, sudah pasti gadis itu akan sangat bahagia. Namun, kali ini situasi telah berbeda. Begitupun dengan hati, ada nama lain yang bertahta di hati Andrea.
" Tolong stop ganggu gue Zein! " Andrea muak jika harus berdebat dengan Sindi lagi.
" Tapi kita saling cinta Re- "
" Bacot! Ga sudi gue suka sama cowok kayak lo! " Andrea hendak bangkit, tetapi Zein lebih dulu mencekal tangannya. Andrea berbalik, menatap pemuda itu dengan tatapan permusuhan.
" Kasih gue satu kesempatan Re, setelah itu lo bebas memilih. " Andrea menghembuskan nafasnya, kasar.
" Gue mohon Re. "
" Gue- " Ucapan Andrea terhenti saat tubuhnya di balik paksa seseorang.
Plak!
Andrea merasakan pipi kanannya memanas. Gadis itu memejamkan matanya, menahan amarah yang kapan saja bisa meledak.
" Dasar pelakor! "
Kali ini Andrea lebih dulu menahan tangan Sindi yang hendak menamparnya lagi. Andrea menatap nyalang, otakknya sudah kembali bekerja. Andrea tak peduli lagi siapa yang berdiri di depannya. Jika dia mengganggu, makan akan Andrea hancurkan.
" Jangan cari masalah sama gue, Sindi. " Andrea masih berusaha meredam amarahnya.
" Dasar pelakor!- " Sindi tuli akan sirine bahaya dari Andrea, gadis itu masih terus mengoceh sampai sebuah tamparan melayang ke arahnya.
Andrea benar benar marah, gadis itu menganbil jus jeruk di meja sebelahnya. Kemudian menyiramkannya kepada Sindi. Ada seringai tipis yang tercetak. Menandakan Andrea puas akan tindakannya.
" Andrea! Lo- " Andrea mencengkram dagu Sindi.
" Jangan lupa gue siapa Sin! Gue diem bukan berarti lemah dan takut. Kita temenan udah lama, harusnya lo tau gimana gue! " Setelah mengatakan hal itu, Andrea langsung menghempaskan tubuh Sindi.
Semua yang berada disana terdiam. Mereka fikir Andrea sudah lemah, nyatanya tidak. Gadis itu terlihat sama saja, bahkan mungkin lebih kejam dari sebelumnya. Ah! Mereka harus lebih berhati hati.
Sindi menatap Zein yang masih duduk di kursinya. Gadis itu kesal, mengapa Zein sama sekali tak membantunya. Apakah cinta pemuda itu benar benar sudah hilang? Jika iya, maka itu semua karena Andrea. Kini alasan Sindi membenci Andrea semakin banyak.
Ada yang menangis, ada juga yang tersenyum. Ada yang tengah menahan rasa sakit dan ada yang tengah bergembira. Menyaksikan pertunjukan di kantin SMANSA. Ketiga pemuda itu tersenyum, akan aksi dari Andrea. Dugaan mereka benar, Andrea tidak selemah itu.
" Queen gue emang sekuat itu, " ucap Malgara yang mendapat anggukan dari Akasa dan Adhi.
" Sekarang gimana Ga? " tanya Adhi.