17. Bencana?
" Gue ga peduli, mau lo cacat kek, bego' kek atau pincang sekalipun, gue ga peduli. Asalkan duit lancar ya sayang! Haha becanda. "
Andrea masih terus menatap Skai yang tengah berbicara dengan seseorang, lewat sambungan telfon. Pemuda itu terlihat serius, sesekali rahangnya mengeras. Andrea mengalihkan pandangannya keluar, menatap lewat kaca mobil.
" Kita pulang ke rumah. " Tanpa mendengar respon dari Andrea, Skai langsung melajukan mobilnya begitu saja.
Andrea tak peduli akan hal itu, otaknya dipenuhi fikiran fikiran negatif. Bagaimana hidupnya kedepan? Apakah Andrea masih punya harapan? Andrea tak yakin. Satu satunya orang yang peduli padanya, kini sudah membuka topengnya. Andrea tak menyangka bahwa kejujuran sepahit ini. Rasanya, kebohongan yang dilakukan Rafa jauh lebih baik daripada semua ini.
Mengalihkan pandangannya, Andrea membulatkan matanya saat Skai menghentikan laju mobilnya. Andrea kira, rumah yang Skai maksud itu kediaman Dirgantara. Nyatanya, rumah yang dimaksud adalah markas pegasus.
Andrea keluar dari mobil, mengikuti Skai. Pemuda itu sudah berdiri di depannya. Perlahan tangan besarnya menggenggam tangan Andrea. Andrea tersentak, menatap tangannya yang bertaut.
" Skai, tangan lo luka? " Skai tak menjawab, pemuda itu langsung menarik pelan Andrea.
Markas itu terlihat sepi dari luar, tak ada motor yang berjejer rapi seperti biasanya. Namun, siapa sangka di dalamnya ada banyak orang. Anggota inti pegasus berkumpul, tak lupa dengan Chika yang menempel pada Rifqi.
" Cewek itu ... "
" Dia Chika, ceweknya Rifqi. " Andrea menatap Skai dengan bibir mengerucut. Skai balas menatapnya, pemuda itu menahan senyumnya.
" Khem! " Semua yang ada di ruangan itu tersentak kaget. Semuanya mengalihkan perhatiannya, menatap sang ketua yang ternyata sudah berada di markas.
" Aaaa!!!! Buk bos ketua lope lope ada disiniii!!!! " Saga berlari menghampiri Andrea. Pemuda itu langsung memeluk Andrea dengan erat. Bahkan sesekali melompat, seperti anak kecil saja.
" Ga gue ga bisa nafas, bego' " Saga langsung melepaskan pelukannya, pemuda itu terkekeh.
" Eh ini kalian udah baik- " Saga menghentikan ucapannya, saat beralih menatap Skai. Ketuanya itu terlihat dingin, tatapannya tajam. Menusuk Saga.
" Mati gue ... " gumam Saga yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri. Semua yang ada di ruangan itu menahan tawanya, tak terkecuali Andrea.
" Aw aw aduuhhh!! " Saga mengaduh sambil meremas perutnya.
" Aw perutku sakit! Aku harus ke tolilet aw!! " Saga langsung berlari ke arah belakang, pemuda itu tak menunggu respon dari Skai atau yang lainnya.
" Bwahahahaha!! " Semua tertawa begitu saja melihat kekonyolan Saga, bahkan Skai ikut menampilkan senyum gelinya.
" Saga gila! Ga berubah tuh anak. " Bian masih saja mentertawakan kebodohan Saga.
" Temen lo! " sahut Bima yang membuat Bian berhenti tertawa.
" Temen lo juga kali! " sewot Bian, tak terima.