18

22 11 0
                                    

18. Darah memang sekental itu.

Skai menatap Andrea, sejenak. Pemuda itu memilih keluar, tak kuat rasanya bila melihat sang gadis. Semalam Andrea ditemukan pingsan, Skai kelimpungan. Tekat pemuda itu sudah bulat, tak akan dibiarkannya Andrea tetap di markas. Skai memutuskan agar Andrea di rawat di Rumah Sakit saja. Keputusannya yang sejak lama dirinya usahakan.

" Gimana keadaan Andrea?! " Marina datang bersama kakek Raza. Skai hanya menggeleng, sebagai jawaban.

" Cucu saya ... " lirih lelaki tua itu, membuat Skai tak bisa menahan kekehannya.

" Cucu? Cucu yang di telantarkan maksudnya? "

" Kamu tahu kan kondisinya seperti apa? " Lelaki itu masih bisa menahan emosinya.

" Saya juga tahu, koneksi anda tuan Raza. "

" Masalahnya jadi rumit karena kami keluarga, Malgara! " Marina yang hanya bisa menyaksikan dua orang itu berdebat, memilih masuk ke dalam ruang rawat sang puteri.

" Anda lupa dengan kalimat yang selalu saya ucapkan, ketika kita bertemu? "

" Lakukan apapun itu, tetapi saya tidak menerima segala bentuk kekerasan terhadap gadis saya. "

" Saya hanya ingin bersikap adil pada keluarga saya! " Skai berdecih.

" Adil matamu! "

" Raka! Yang sopan! " Tiba tiba saja Arkan datang, tak lupa Serli mengikuti dari belakang. Skai menghembuskan nafas kasar, mengalihkan pandangannya.

" Ingat! Tuan Raza itu orang tua " peringat Arkan.

" Gaada yang bilang dia bocah lima tahun yah. "

" Mas! " tegur Serli pada puteranya.

" Maafkan Raka, tuan Raza- "

Kakek Raza menggeleng, sadar betul bahwa yang di ucapkan Skai itu benar adanya. Seharusnya, ia bisa lebih tegas pada Rafa. Sehingga semua hal buruk yang telah terlewati, tak akan terjadi. Seharusnya, dirinya mampu menasehati Rafa, bukannya ikut ke dalam permainan yang Rafa ciptakan.

" Malgara benar, seharusnya saya bisa menyadari posisi saya. Seandainya putera saya masih hidup, entah semarah apa dia, mengetahui puteri kesayangannya di sakiti. " Lelaki itu terduduk dengan punggung yang mulai bergetar.

" Saya terlalu menyayangi cucu laki laki saya, entah harus bagaimana agar masalah ini cepat usai- "

" Seharusnya kalian di siksa! Agar tahu bagaimana rasanya menjadi Andrea! " Skai berlalu begitu saja, tak tahan jika harus berdekatan dengan orang yang sudah menyakiti miliknya.

Sementara itu, di dalam ruangan Andrea. Marina duduk sambil menggenggam tangan mungil puterinya itu, wanita itu menangis. Menyesal, atas segala yang sudah terjadi. Sungguh, Marina menyesal atas sikapnya pada Andrea selama ini. Jika, waktu bisa di putar kembali, Marina akan menjadi orang pertama yang menentang Rafa. Puteranya itu telah di butakan oleh rasa benci, bahkan pada adiknya sendiri.

" Maafkan mama, sayang tolong bangun. " Marina menyingkirkan beberapa helai rambut, yang menutupi wajah damai Andrea.

" Bangun sayang, Mama akan lakukan semua maunya Rea. "

Andrea Dan Buminya ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang