"Zel.."
"Ga enak Ma..." Nathalie mencoba untuk menarik nafas perlahan. Ia mencoba menenangkan pikirannya, apalagi ia sangat tau dari ekspresi anaknya itu. Sepertinya ada kekesalan di raut wajahnya sehingga suasananya tidak baik. Tapi kalau tidak begini, sangat fatal akibatnya.
"Zelda ada masalah sama Angkasa?"
Zelda menatap wajah Nathalie, seolah-olah ia bingung harus jujur atau tidak, sedangkan ini masalah kecil yang harusnya tidak perlu ia permasalahkan. "Kalau ada masalah tuh cerita mei."
Tambahan dari perkataan Nathalie membuatnya jauh lebih tertarik untuk menceritakan apa yang terjadi. Hampir dua puluh menitan Zelda bercerita, hingga air matanya menetes, padahal problem ini terlalu kecil daripada problemnya sendiri.
"Ma.. Kak Angkasa udah mulai sibuk, sebenarnya Zelda kecewa, tapi mau gimana lagi. Zelda tau sekarang prioritas Kak Angkasa bukan Zelda aja." Nathalie mengangkat satu alisnya mendengar penjelasan Zelda, ia mulai menyadari bahwa anak gadisnya sudah punya pemikiran yang dewasa. "Lagian, kan organisasi juga bagus buat Kak Angkasa ngelatih manage waktunya. Entar Zelda bisa di kasih tau cara membagi waktu yang baik, iya ga Ma?" Nathalie memberikan dua sudut di bibirnya, tanda bahwa mengiyakan.
"Lama-lama mama liat, kamu jauh lebih dewasa mei dalam berpikir."
Zelda menatap Nathalie dengan wajah penasarannya. "Iyaa kah Ma?" Nada Zelda yang menggemaskan kali ini membuat Nathalie tertawa. "Baru ajah dibilang dewasa, eh dah kayak bayi gede lagiii." Wajah awal penasaran Zelda berakhir dengan rengutan di wajahnya. Nampak sekali bahwa dirinya sedang kesal dengan pernyataan mamanya itu.
"Tunggu dulu dong, jangan ngambek dulu. Gini sayang.. pemikiran sama cara berbicara itu berbeda. Cara berbicara Zelda memang menggemaskam sedari dulu, tapi untuk pemikiran Zelda sekarang jauh lebih baik. Lebih mampu menentukan yang benar dan salah." Seketika wajah Zelda penuh akan senyuman seraya bertanya dengan konteks retoris, "Beneran Ma?" Sontak Nathalie mengangguk.
"Iya sayang.. dari cara berpikir Zelda tadi, sudah benar. Kak Angkasa juga punya banyak prioritas, bukan hanya Zelda, ada pendidikan untuk dirinya, ada Zelda sebagai kekasihnya..."
"Duh Mamaa!!"
"Dan yang paling penting, prioritas utama yaitu keluarga." Pernyataan Nathalie ini menarik untuk Zelda. Ia jadi teringat dengan ajakan Mama Angkasa kemarin malam untuk sesuatu hal.
"Ma.."
"Hmm?"
"Mamanya Kak Angkasa kemarin mau ngajak makan bareng sama Zelda."
"Wah serius?"
"Iya ma.. tapi Zelda bilang akhir pekan ajah. Kalau sama mama gimana?"
"Boleh.."
"Yeyy, asyik sama mama!"
"Siapa tau, Mamanya Angkasa mau ngelamar Zelda, bisa nih besanan." Zelda langsung mencebikkan wajahnya , namun rona merha yang ada di pipinya tidak dapat memungkiri bahwa dirinya malu. "Iiih.. apaan si mamaaa!!"
"Malu nih yaa.." Zelda tetap dengan ekspresi sama, lalu ia juga mengingat hal-hal aneh mengenai Angkasa. Pikirnya, mengapa hanya Angkasa yang ada di pikirannyaa?
"Tapi ada hal yang aneh sama Kak Angkasa Ma.."
"Kenapa lagi? Jangan suka overthinking sayang, entar cepet tuaaa loh."
"Iihh mama! Wajarlah remaja ovt."
"Hmm ya teruss kenapa Kak Angkasa nya Zelda nich?"
"Masa ya ma, pas diajak ke rumahnya tuh Zelda ga diajak masuk kayak ke rumah kita. Apa Kak Angkasa malu kali ya kenalin Zelda ke orang tuanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zelda
JugendliteraturHappy Reading, "Gis?" nada lembutku muncul. Aku seperti orang yang di penuhi tanda tanya. Aku sendiri tidak tahu tentang kesalahan teman baruku sendiri? Teman akrab masuk SMA seminggu ini. "Maafin aku Zel," Gisti meninggalkanku sambil berlari dengan...