Maksudmu itu apa? Seenaknya saja.
Zelda Aileen Victoria05.45 sangat pagi untuk siswa sekolah terkenal di Jakarata itu.
"Lo beneran?"
"Iya udah di setujuin kok sama kepsek,"
Rizal tersenyum menatap anggotanya itu.
****
Pagi memang untuk Angkasa, ia harus ikut tambahan pagi ini. Namun, ia mulai melamun dengan senyuman, saat mendapati Zelda duduk di bangku dengan buku bertuliskan Kimia. Sendirian.
Angkasa mendekatinya. Menampilkan senyuman. Zelda melihat langkahan itu. Ia ingin pindah, namun tangan seseorang menggenggamnya. Ia tahu genggaman tangan itu. Dia.
"Lepasin kak.. " Zelda meronta. Ia masih takut dengan lelaki itu.
"Duduk! Lanjutkan saja membacanya!"
Zelda menghela napas, lalu duduk kembali. Mencoba fokus ke bukunya, namun tidak bisa. Ia takut di dekat Angkasa. Angkasa semakin memerhatikan wajah di samping kirinya itu. Etnis Cina, batinnya. Kenapa rasa ini masih ada? Bukannya sampai satu hari aja? Lagi-lagi Angkasa membatin.
"Baca apa?"
Zelda diam. Ia tidak ingin menjawab. Ia takut, sekaligus masih tidak suka dengan lelaki itu. Cemberut. Itu muka Zelda. Angkasa melihat jamnya. 05.58 . Ha?
Angkasa berdiri menyangklot tasnya, seperti adegan cool seorang anak yang famous di sekolah. Namun, Zelda hanya diam cemberut . Melirik sesaat, namun tak terlihat oleh Angkasa.
Angkasa menoleh ke kanan ke kiri. Sepi. Tak ada siapa-siapa. Secara, masih pagi. Angkasa mendekatkan wajahnya ke wajah Zelda. Entah mengapa ia gemas.Zelda merasakannya lagi. Ia membeku dan mematung lagi. Kecupan lagi?Namun di pipi kanan. Zelda melihat sinis Angkasa yang melipat tangannya dan sedang memperhatikan Zelda. Sebenarnya punya hak apa Angkasa berani menciumnya?
"Gue gak bisa lama-lama, marahnya nanti aja." ucapan itu membuat Zelda lebih diam. Menatap tidak suka ke arah Angkasa yang mulai hilang. Angkasa mulai tersenyum berjalan meninggalkan Zelda.
Entah mengapa, ia selalu tertantang mencium pipinya. Padahal masih banyak perempuan yang ingin di perlakukan seperti itu oleh Angkasa. Untuk hal seperti ini, sepertinya Angkasa tak pernah melakukannya. Ia tidak pernah mencium seseorang selain, mamanya. Mengingat mamanya, Angkasa mulai termenung. Ia ingat bahwasanya, mamanya itu selalu beranggapan bahwa Angkasa harus menjadi seperti apa yang Angkasa inginkan.
Saat akan mengincipi bangku SMA, Angkasa mulai merancang. Ia ingin menjadi seorang pengacara. Masuk dunia IPS. Mamanya sama sekali tak memaksa bahkan mendukung keputusan tersebut, justru papanya yang menentang. Secara, papa Angkasa adalah seorang dokter hebat. Anggapan papanya, IPS itu akan selalu di sudutkan. Dan papanya tidak ingin itu, ia ingin anaknya maju. Tapi semua jurusan sama kan? Mengapa harus mempermasalahkan?
Angkasa bersih keras mempertahankan keputusannya, ia pun masuk dalam IPS. Meskipun kemampuan di IPAnya memadai. Papanya sangat kecewa, sejak saat itulah. Papanya tak mau tau urusan Angkasa. Ia hanya membiayai, tidak mau ikut campur. Mamanya lah yang ada, meskipun papanya tak menolehnya sama sekali. Namun, baru berselang dua bulan masuk sekolah, sikap mamanya mulai seperti papanya. Mamanya mengacuhkan Angkasa.Disinilah, kehidupan Angkasa. Ia harus berjuang sendiri di jurusannya. Ia tak melihat setitik semangat dari orang tuanya. Mamanya begitu berubah, mengapa? Apakah dia malu memiliki Angkasa? Dari dulu, sikap Angkasa begitu keras. Namun, setelah tak ada satu pun semangat, sikap Angkasa malah lebih keras dari sebelumnya.
Ia tak mau ada di sekumpulan oraganisasi. Ia ingin sendirian, individu. Ia takut, jika bersama kumpulan, maka akan berujung pada kesedihan. Mungkin ia akan mendapatkan rasa tidak enak bersama teman-temannnya. Atau yang lain.
Jam di lihat lagi, 06.15.
Ha?
Angkasa berlari secepat kilat. Menuju kelasnya. Dan,
Sepi
Tak ada guru. Kemana gurunya itu?
"Kok gak di mulai?" tanya Angkasa pada seorang temannya."Bu Sheryl ada kepentingan,"
Angkasa bernapas lega. Ia tidak akan dapat tinta merah. Lalu mulai memikirkan gadis lugu tadi. Bagaimana sekarang ia? Manyun? Atau malah tersenyum? Tidak akan. Pasti manyun, lebih ke cemberut.
Pasti lebih lucu, pikir Angkasa pada batinnya. Angkasa menggeleng lalu tersenyum. Ia menatap jam, 06.30. Sabar, lirih hatinya membatin.
Hai, sedikit singkat. Belum baper? Tunggu ajah nextnya.Pasuruan, 8 Oktober 2018
Salam manis,
KAMU SEDANG MEMBACA
Zelda
Teen FictionHappy Reading, "Gis?" nada lembutku muncul. Aku seperti orang yang di penuhi tanda tanya. Aku sendiri tidak tahu tentang kesalahan teman baruku sendiri? Teman akrab masuk SMA seminggu ini. "Maafin aku Zel," Gisti meninggalkanku sambil berlari dengan...