Zelda membukakan pintu, Gisti membuntuti. Gisti tersenyum indah melihat banyak boneka di kamar Zelda. Warna cat kamarnya abu-abu, elegan sekali. Rumah Gisti juga elegan, namun kesan warnanya adalah putih.
Gisti menempatkan tasnya di rak tas yang Zelda tunjuk, lalu duduk di sofa sembari menunggu Zelda yang katanya ingin ke kamar mandi. Rasa nyaman hadir begitu saja, ia merasa hidup. Meskipun orang tuanya ada, namun Gisti masih merasa kesepian.
Karena setiap dua minggu sekali dalam satu bulan, orang tuanya harus terbang ke Perancis. Sebenarnya, perusahaan orang tuanya sudah menetap di Perancis dan itu menumbuhkan niat orang tuanya untuk pindah, namun karena Gisti masih mau mengejar cita-cita di tanah air orang tua Gisti memutuskan membagi waktu. Dua minggu di Indonesia dan dua minggu di Perancis.
Drrt drrt drrt
"Hallo" Gisti mendatar ketika tahu suara itu.
"Hallo, kenapa Sa?"
"Lo kok gak ada di rumah?" benar-benar menyebalkan, itulah ungkapan Gisti untuk Angkasa. Protective juga nih orang, dan itu berjalan sejak ia masuk SMA.
"Gue lagi nginep di rumah temen."
"Ah, lo boong lagi Gis."
"Hmm, nih anak yah. Tunggu bentar."
Gisti menghampiri Zelda yang keluar dari kamar mandi dengan baju santainya. Lalu mulai mengarahkan ponselnya ke arah telinga Zelda."Apa?" Zelda berbisik, sepertinya tahu ada telepon di ponsel Gisti.
"Nih ada yang gak percaya kalau aku nginep di rumah kamu Zel." lanjut Gisti dengan bisikan juga.
"Siapa?"
"Ang-" ingin meneruskan, namun ada sebuah ide dari otak Gisti."Om aku"
"Bilangin ya Zel!" ucap Gisti melepas ponselnya, karena ponsel sudah di pegang Zelda. Gisti mundur dan lebih memilih duduk di sofa.
"Mm, maaf mengganggu om. Ini saya Zelda temannya Gisti."
Deg
Di seberang sana Angkasa terkejut lalu bingung dengan panggilan Zelda. Om? Memang dia om om? Sepertinya Zelda sedang di tipu daya, secara Angkasa tahu bahwa Zelda lugu, dan mudah di jaili oleh Gisti. Sedangkan di sofa, Gisti ingin meledakkan tawanya, namun ia tahan.
"Ya, kamu Zelda?" sepertinya sekarang Angkasa yang jail. Ia menirukan gaya samaran suara.
"Gisti ada sama kamu?" melanjutkan sambil cengar-cengir.
"Iya om."
"Gak izin om dulu? Gak sopan." ucap Angkasa dengan tegas, menirukan gaya om om yang sedang marah pada anaknya. Zelda menjauhkan handphone Gisti dari telinganya, lalu menatap Gisti dengan mata memanas.
"Kamu kok gak bilang kalau punya om?" Zelda mulai mewek, sedangkan Gisti terkejut. Om? Gisti tidak salah dengar? Kok malah om? Tadi Angkasa kan, dan om itu adalah wujud kejailannya.
Diam-diam Angkasa bisa mendengarnya, nada Zelda yang merengek membuat hatinya tergetar. Ia ingat terakhir kali mendengar nada itu. Ketika ia membentaknya, dan air mata Zelda tiba-tiba jatuh dengan perlahan.
Angkasa menunduk dengan handphone yang masih ada di telinganya. Ia begitu sejahat itu? Pada gadis lugu bahkan sangat lucu itu?
"Maaf om, tadi tidak sempat mengabari." ucap Zelda dengan kesedihan, Angkasa tahu bahwa nada itu adalah hasil dari nada rengekan. Hati Angkasa serasa penuh, sudahi saja! Batin Angkasa tegas dengan kalimat itu.
"Kenal gue gak?" Zelda melotot ketika Angkasa bersuara seperti biasa.
"Kak A-a-a" begitu lugunya Zelda sampai tergagap melafakan nama Angkasa.
"A siapa? Angsa? " ucap Angkasa menggodanya.
"Angkasa! Ya kan? Kak Angkasa kan!" Zelda setengah berteriak ke arah Gisti. Gisti tersenyum ke arah berbeda dengan Zelda melotot.
"Iya," jawab Angkasa santai.
"Iiih, nyebelin." ingin memutus sambungan, namun ia urungkan.
"Eh,, jangan di tutup!""Apa lagi sih kak?"
"Judes banget!"
"Ok!" ucap Zelda menutup teleponnya. Mengembalikan handphone ke Gisti, sambil mengomel sana sini."Kamu itu ya! Puas! Saudara sekongkolan!" ucap Zelda dengan melipat tangannya dan palingan wajah di depan Gisti yang tertawa.
Drrt drrt drrt
"Apa Sa? Okay!" sambil melihat ke arah Zelda. Lalu mengarahkan ponselnya ke telinga Zelda seperti tadi.
"Apaan sih Gis! Singkirin gak!" ucap Zelda masih dengan ngambek, malah ini di ikuti mulut yang cemberut. Gisti menggeleng lugu menirukan gerakan Zelda seperti biasanya.
"Zelda,"
Suara itu berasal dari ponsel Gisti yang sekarang masih di pegang Gisti mengarah di telinga Zelda. Zelda tercekam, suaranya begitu menghipnotisnya. Berbeda sekali seperti waktu itu.
"Zelda, gue mau ngomong."
Hanya ada hening, itulah kondisinya."Gue suka lo."
Zelda melotot. Apa? Sedangkan Gisti menatapnya dengan kedipan berkali-kali. Zelda mengambil alih handphone dari tangan Gisti.
"Terus kak?"
"Mau gak pacaran sam-"
"Nggak!" sekali tekan, nada terputus.
"Ngomongin apa Zel?" ucap Gisti penasaran. "Itu Gis, kak Angkasa mau minta maaf ke Yuki, terus minta Zelda yang tunjukin arah rumahnya. Eh 'minta Zelda'? 'Minta aku' maksudnya. Hehe, kebiasaan."
"Gapapa kok, aku ngerasa dari beberapa bulan ini. Kamu gak pantes jadi teman aku Zel, "
"Apa Gis?? Kamu gak suka kalau berteman sama aku? Kamu anggep aku ap-"
Zelda memang cerewet, kata-kata Gisti belum berakhir malah di selip tanda tanya. "Maksudnya kamu gak pantes jadi temanku, tapi adikku."
"Ha?"
"Iyalah, emang sih kita cuma beda satu tahun, tapi entah kenapa. Aku berasa beda usia sepuluh tahun dari kamu."
"Jadi kamu anggap aku masih kecil gitu?"
"Itu kenyataan Zelda!"
"Terus gimana caranya biar aku gak kayak anak kecil kek gini?"
"Kalau menurutku jangan berubah! Aku suka sama kamu yang seperti ini." Zelda tersenyum menatap Gisti, ia begitu salut. Ternyata Gisti menerimanya apa adanya, padahal teman-temannya dulu adalah anak yamg dewasa. Malah sekarang di balik, ia memiliki teman yang bersifat seperti anak kecil, namun ia suka dengan sikap Zelda.
"Nambah sayang," ucap Zelda memeluk Gisti, seperti kakaknya.
"Zelda.. Zelda.. " Gisti menggeleng dengan senyuman.
11 Desember 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Zelda
Teen FictionHappy Reading, "Gis?" nada lembutku muncul. Aku seperti orang yang di penuhi tanda tanya. Aku sendiri tidak tahu tentang kesalahan teman baruku sendiri? Teman akrab masuk SMA seminggu ini. "Maafin aku Zel," Gisti meninggalkanku sambil berlari dengan...