"Ma, mama ke Paris lagi?" tanya Gisti dengan nada malas. "Iya sayang, papa saja sudah disana. jadi, mama juga harus segera menyusul." ucap mama Gisti mengusap kepala Gisti.
"Mama kan sudah bilang, sekolah di Paris saja!"
"Mama.." Gisti mengelak.
***
Zelda mulai melangkah ke arah kelasnya, membuka pintu kelasnya. Kosong, itu sudah jelas, masih 05.54 WIB.
Zelda mendekat ke arah bangkunya. Setangkai bunga. Mawar merah, merekah indah. Zelda memperhatikan dalam-dalam. Ada secarik kertas,
To: Zelda
Angkasa
Siapa Angkasa? Batin Zelda. Lalu menyakukan kertas itu pada saku roknya.
Zelda terkejut ketika bahunya di tepuk, "Wiih, bunga? Dari siapa?" Gisti berucap dengan menggoda.
"Dari siapa ya?"
"Lah kok malah tanya?" Gisti melotot ke arah Zelda, ini bukan candaan kan? Gisti mengambil bunga yang tergeletak di bangku Zelda itu. Lalu mulai memperhatikan bunga itu.
"Merah? Tanda!" Gisti melotot ke arah Zelda. Zelda mulai bingung, "Tanda apa Gis?" Zelda mulai cemas.
"Tanda cinta!"
Haa?
Yang benar saja,
Zelda menatap tidak percaya pada Gisti, itu memang harus? Cinta? Ia saja masih ragu mengatakannya, serasa belum pantas merasakannya. Itu karena sifat dan perilaku Zelda yang masih kekanak-kanakan. Ia masih ingin terbang tak memikirkan rasa itu, kebebasan, kemanjaan akan ia dapatkan.
"Ah, tidak."
"Lah kenapa Zel? Itu pertanda ada yang naksir kamu!"
"Aku gak suka Gis,"
"Kok gitu? Kenapa?"
"Takut,"
"Takut apa?"
"Takut patah hati,"
Gisti tersenyum kepada Zelda, ia melihat wajah Zelda yang seperti, anak kecil. Gisti ingin tertawa, namun ia urungkan.
"Zelda, kita itu udah dewasa. Dan cinta, itu wajar Zel."
"I-i-iya ya?"
"Zel, Zel! Itu emang bener. Kalau masalah patah hati, itu nomor terakhir. Sesuai bagaimana cara kita menyikapi hubungan kedepannya."
Zelda mengangguk, ia mulai paham perkataan Gisti. Cinta bertahan, tergantung pada bagaimana dua kekasih bersikap.
***
Angkasa mulai tersenyum, ketika melihat Zelda membawa bunga. Benarkah? Ia tak salah lihat?
Angkasa hanya memperhatikan sosok Zelda yang masuk ke mobil sedan hitam. Ia hanya ingin mengintai, ia merasa malu pada Zelda atas perlakuannya kemarin.Eh, malu? Maksud gue tadi apa ya? Batin Angkasa. Angkasa menutup matanya sambil mengibaskan kepalnya ketika ia sudah memarkirkan mobil di garasinya. Ia ini Angkasa Kenzo Narendra kan?
"Gis?" ucap Angkasa ketika ia melihat Gisti duduk di ruang tamunya. Sebenarnya ada apa sepupunya itu kesini? Pasti ada hubungannya dengan orang di keluarganya. Mamanya? Papanya? Ah, jarang-jarang Gisti menemui orang tuanya itu, dan di pikir-pikir, tidak mungkin. Secara orang tua Angkasa belum pulang.
"Sa? Duduk lo!" ucap Gisti dengan penegasan. Sepertinya masalah ini adalah dengan Angkasa, melihat tatapan Gisti yang begitu serius pada Angkasa.
Angkasa duduk di sofa depan Gisti, ia memilih untuk saling berhadapan. Gisti mulai menatap Angkasa dengan mata tajam. Ada apa sebenarnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Zelda
Teen FictionHappy Reading, "Gis?" nada lembutku muncul. Aku seperti orang yang di penuhi tanda tanya. Aku sendiri tidak tahu tentang kesalahan teman baruku sendiri? Teman akrab masuk SMA seminggu ini. "Maafin aku Zel," Gisti meninggalkanku sambil berlari dengan...