Empat

50 1 0
                                    

Benar-benar penasaran, tapi gue gak sekepo itu.
Angkasa Kenzo Narendra

Pagi, 06.41 WIB. Jakarta masih macet-macetnya. Mungkin klakson masih di pencet berkali-kali. Zelda masih melihat papan putih dengan duduk di bangku. Sebenarnya ia tak melihat papan itu, namun sedang membayangkan kejadian kemarin. Ia mulai menelan ludahnya.

Flashback

Setelah apa yang dilakukan Angkasa padanya, Zelda berlari keluar sekolah. Yuki melihat itu. Ia berteriak memanggil namun tak di tanggapi Zelda. Zelda pun naik ke mobil yang sudah menunggunya. Ia hanya diam. Sopirnya hanya diam, melihat nonanya itu diam.

Sesampai di rumah, Zelda berlari cepat. Lalu menyusuri tangga rumahnya. Ia mengabaikan suara yang memanggilnya. Itu suara mamanya dan bi Sri, pembantu yang baik di rumahnya itu. Tutupan pintu dengan keras, membuat Natalie, mamanya itu diam.

Zelda mulai mencengkeram bantalnya. Ia menangis. Natalie mengetok pintu, namun Zelda tetap tak mau membuka. Pintunya di kunci.Natalie begitu khawatir, sehingga meminta Bi Sri mengambilkan kunci cadangan.

Cetek

Pintunya terbuka. Natalie dan Bi Sri bernapas lega. Mereka tidak pernah mendapati Zelda seperti ini. Natalie mendekat. Bi Sri hanya diam di depan pintu. "Sayang, ada apa? Kok nangis?"
Zelda masih diam. Ia tidak ingin bicara. Ia merasa ingin sendiri.

"Sayang?"

"Ma, Zelda ingin sendiri dulu ya." nada lembut dari seorang Zelda. Seperti anak usia sepuluh tahun. Natalie menghembuskan napas. Ia takut meninggalkan Zelda. Namun, bagaimana lagi? Biarkan Zelda sendirian dulu.

Natalie memang seperti itu, tidak pernah mengekang Zelda. Namun, satu sikap dari Zelda yang ingin ia berantas, manja.

Sampai malam tiba, Zelda tak turun dari kamarnya. Natalie semakin cemas. Ia mulai membuka kamar Zelda. Natalie mendekat, Zelda masih menangis?

"Sayang, ceritakan ada apa!? Jangan seperti ini nak!"

Zelda mengambil posisi menghadap Natalie, lalu memeluk mamanya itu. Mama yang bahkan sangat mirip dengan Zelda. "Ada apa sayang?"

"Pipi Zelda," ucap Zelda seperti anak kecil. Sebenarnya itu sikap Zelda, namun saat di sekolah ia takut berlebihan seperti itu. Takut banyak yang mengejek. Secara dia sudah SMA. Tapi Gisti sahabatnya, tak pernah mempermasalahkan itu.

"Memangnya ada apa sama pipi Zelda?" tanya Natalie yang heran dengan Zelda. Pipi anaknya itu masih mulus bukan? Tak ada apapun. Tak ada bekas luka, atau lainnya. Bersih. Lalu?

"Zelda di cium seorang laki-laki ma,"

Di cium?

Natalie terkejut, lalu tersenyum indah. Siapa yang berani mencium anak manjanya ini? Paling-paling, kakaknya. Kevin.

"Kok mama senyum?"

"Siapa laki-laki itu? Ko Kevin?"

"Bukan ma,," nada ngambek Zelda. Natalie terkejut. Lalu siapa? Zelda melanjutkan kata-katanya "Kakak kelas Zelda."

Ha?

Natalie begitu terkejut. Sekarang ia lebih tersenyum indah. Anaknya di cium kakak kelasnya? Untuk apa kalau tidak ada unsur rasa?

"Pacar kamu?"

"Tidaklah ma." Natalie terkejut. Kalau bukan pacar? Lalu Siapa?

"Lah terus siapa?"

"Zelda gak tahu ma, baru seminggu kenal. Udah berani cium-cium."

"Hmm,"

"Kenapa ma?"

"Bakal pacar kali?" Natalie membisik ke telinga Zelda. Lalu berjalan cepat dengan tawa dan menutup pintu Zelda.

"Mama!"

Suara itu menggema. Zelda hanya terdiam. Lalu memikirkan jika ia bersamanya. Tidak, tidak. Pasti hanya ada ketakutan. Dia kan kasar.

Flashback off

"Zel! Kok diem di tanya dari tadi?"

"Eh, Gisti. Udah dari tadi ya?"

"Hmm, baru nyadar nih orang."

"Hehe, iya maaf gis."

Pelajaran pun dimulai. Zelda mulai menikmati pelajaran itu. Biologi. Ia sangat suka dengan pelajaran itu. Sscara, ia suka dengan botani. Setelah melewati empat jam pelajaran, bel istirahat pun berbunyi.

Zelda berjalan dengan menunduk. Ia takut sekali jika ada wajah itu. Orang yang sangat kasar. Namun kemarin? Apa yang lelaki itu lakukan?

"Zel, kenapa sih?" ucap Gisti yang dari tadi melihat tundukan Zelda.

"Enggak papa,"

***

"Zel, kamu disini dulu ya! Aku mau beli es teh." ucap Gisti membuat Zelda terdiam.

"Aku ikut saja ya,"

Zelda aneh? Ada apa dengan sahabatnya itu? Itu yang di rasakan Gisti. Gisti mulai menjelaskan pada Zelda, bahwa ia hanya sebentar. Zelda mengalah untuk duduk.

Tiba-tiba saat Zelda fokus ke jus di gelasnya, ada bayangan seseorang di depannya. Bayangan pria itu. Pria kemarin? Pria yang men. Ah, Zelda serasa tak ingin meneruskan. Zelda mulai mengerjapkan matanya berkali-kali. Itu bukan bayangan. Itu dia.

Iya, dia. Zelda lupa namanya. Setahunya, Gisti selalu memanggilnya 'Sa'. Keysha? Tidak mungkin lah. Risa? Sama saja tidak mungkin. Dia kan laki-laki.

Zelda mulai memerhatikan laki-laki itu dengan ketakutan, laki-laki itu memakai jaket. Ini siang oy! Serasa ingin berkata begitu. Apalagi, sekolahnya melarang siswa memakai jaket saat sekolah. Kecuali sakit. Nah yang dilihat Zelda? Malah kekeliruan. Penyelewengan istilahnya.

Zelda menelan ludahnya. Ingin menyesap jusnya kembali, namun tidak bisa. "Kok pergi kemarin?" ngomong juga tuh mulut.

Zelda diam saja. Ia masih tidak suka. Secara, berani-beraninya lelaki itu menciumnya. Risih. Semoga saja kemarin tak ada yang melihat. Kalau ada, matanglah Zelda.

"Kok gak jawab?" sebenarnya Zelda menunduk bukan hanya karena lelaki itu. Namun, karena di bangku-bangku lain, semua mata tertuju padanya. Terutama yang perempuan.

"Gimana perasaan setelah-"

"Diem kak..." Zelda membungkam mulut lelaki itu. Seperti anak kecil yang takut akan pencuri. Anak-anak di bangku lain lebih terpaku pada situasi itu.

"Zll, gbs-" ucap lelaki itu dengan mulutnya yang di tutup Zelda.

"Maaf kak, " Zelda melepaskan tangannya, lalu tersenyum dan menunduk. "Aksa!"

"Gisti?"

Oh, Aksa. Batin Zelda.

"Kenal sama Aksa Zel?" ucap Gisti melihat kedekatan mereka. Secara sepupunya itu adalah anak sedikit berandal. Zelda mana mau dengannya.

"Ti-tidak,"

"Bohong tuh Gis," ucap Angkasa. Zelda melotot seperti anak kecil. Memang ia anak kecil. Haha.

"Kemarin ajah, aduuhhhh-"

Tiba-tiba satu injakan membuat Angkasa merintih keasakitan. Kaki Zelda? Zelda menginjaknya? Ingin tertawa sejenak, namun rasa sakitnya masih tertinggal.

"Kenapa Sa?"

"Gak papa, udah sana masuk kelas!"
Gisti menurut. Angkasa hanya memperhatikan Gisti dan Zelda yang lenyap dengan senyuman.

Haaaiii, belum baper?Tunggu sabar. Ikutin terus. Gak selalu senin ku update. Lihat situasi.

Pasuruan, 5th october 2018

ZeldaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang