Happy weekend!
Kalian ada rencana ngapain aja hari ini?
Tetap semangat dan stay healthy yaa!-Selamat Membaca-
Hari pertama.
Alana mengucek matanya pelan, lalu berjalan keluar dari kamar karena mendengar suara ribut-ribut didapur. Wanita itu diam mematung saat melihat seorang cowok sibuk sendiri dengan kegiatan memasak yang menyebabkan dapur berantakan.
"Loh? Al? Udah bangun?" tanya cowok itu sambil tersenyum hangat.
Dia berujar dengan nada lembut. "Duduk situ aja, aku masak dulu."
Setelah beberapa saat menunggu, Dean menyajikan makanan yang dia buat susah payah didepan Alana. Alana sempat melirik jari telunjuk sampai kelingking Dean, masing-masing dibalut perban kecil.
"Semoga aja kamu suka." tutur Dean sembari duduk didepan wanita itu.
Alana menaikkan kedua alis, lalu mengambil nasi. Sementara Dean mengambilkan lauk dan menaruhnya diatas piring Alana. Wanita itu diam sejenak dengan raut wajah bingung, lalu mulai memakan sarapannya pagi ini.
"Gimana rasanya, Al?" tanya Dean antusias.
Alana berdehem. "Hm, lumayan."
Senyuman Dean langsung merekah. Lumayan itu jawaban yang baik untuk orang yang tidak pernah masak seperti dia. Alana fokus pada makanannya, sementara Dean fokus mengamati Alana. Lengan wanita itu terluka karena tertimpa almari.
"Jari tangan kamu kenapa?" tanya Alana tanpa melihat Dean.
Cowok itu menunduk, melihat tangannya sendiri yang dipenuhi plester luka.
"Ah..ini kena pisau waktu motong ayam." balas Dean.
Alana mendongak. "Semua?"
Dean menggeleng pelan. "Yang jari telunjuk karena kena panci panas, jari tengah kena pisau, jari manis kena parutan, yang jari kelingking nggak sengaja masuk ke kompor." jelas Dean.
Memang luar biasa cowok yang satu ini. Alana tidak bisa untuk tidak tertawa saat mendengar penjelasan Dean yang kelewat aneh. Tawa Alana membuat Dean tersenyum lebar karena merasa senang.
"Ceroboh banget." tutur Alana disela tawa.
Dean tersenyum. "Aku nggak bisa masak, aku nggak bisa urusin Adel, aku nggak bisa urusin rumah sendiri."
Alana menghentikan tawanya, menatap Dean yang juga menatap dia dalam diam.
"Jangan pergi, Al. Aku butuh kamu."
•••
Merenung sendirian, Dean duduk di teras rumah sambil menatap tanaman anggrek yang menggantung di pohon mangga. Cowok itu mengingat perusahaan yang dia bangun dengan jerih payahnya sendiri, hasil dia pergi selama lima tahun.
Kini hancur.
"Gue bingung harus gimana." Dean mengusap mukanya frustasi.
Mengingat perjuangannya membangun perusahaan itu membuat hati Dean terasa sesak. Ada banyak luka yang harus dia lalui untuk itu. Kenapa yang susah dibangun harus hancur dengan semudah itu?
"Memang buatan manusia nggak ada yang kekal." tutur Dean sambil tersenyum miris.
Karena itu dia memohon pada Tuhan. Agar Tuhan membiarkan Alana untuk tetap disampingnya. Dia ingin Alana yang bertahan selamanya, walaupun harta bendanya harus hangus dan menghilang. Dean hanya butuh keberadaan Alana.
Drtt.. Drtt..
Ponsel Dean yang bergetar membuyarkan lamunan cowok itu. Dia segera mengangkat telepon dari Mas Bas.
"Halo?"
"Halo, De. Gue udah urus orang yang bakar perusahan lo, dan menurut pernyataan dokter, dia mengalami gangguan jiwa." ujar Mas Bas menjelaskan di seberang.
Dean menghembuskan nafas. "Karena?"
"Orang tuanya meninggal didepan matanya karena kecelakaan. Dan dia marah karena naskah cerita yang dia buat untuk mengenang orangtuanya ditolak editor." papar Mas Bas.
Dean mengeram tertahan. "Lepasin dia, cabut tuntutan."
"Tapi De--"
"Lakuin aja." ucap Dean, kemudian menutup sambungan telepon.
Cowok itu melempar ponselnya ke meja disampingnya. Tubuhnya bersandar pada sandaran kursi. Matanya menatap sayu langit biru yang terhampar diatas sana. Berharap menemukan ketenangan yang membuat suasana hatinya membaik.
"Mas. Aku mau--" ucapan Alana terhenti saat melihat Dean melamun dengan mata berkaca-kaca.
Alana bersembunyi dibalik pintu, mengamati Dean. Cowok itu beberapa kali mengusap wajah dan mengacak rambutnya frustasi.
Dean sedang tidak baik-baik saja.
Drtt.. Drrt..
"Halo?" Dean berujar lantang.
"...."
"Gue nggak peduli, lepasin aja dia!" balas Dean dengan nada membentak.
"...."
"Biarin perusahaan gue hancur, gue nggak mau masa depan orang itu semakin rusak karena mendekam di penjara." ucap Dean penuh dengan penekanan lalu kembali menutup telepon.
Alana pertama kali melihat Dean uring-uringan sendiri. Dia tidak mengira karena tadi pagi cowok itu terlihat baik didepannya. Dean nampak memukul dadanya sambil bergumam pelan.
"Bahkan gue nggak bisa menghukum orang yang bakar perusahaan gue karena latar belakang hidupnya? Kenapa hati lo lemah banget, Dean. Harusnya lo marah, anj*ng!"
To be continued..
Kasihan si bapak😥
Langsung next aja ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL | Family Series| Lengkap✔
Humor"Serius nggak mau sewa pengasuh?" Dean bertanya entah berapa kali. Alana menyahut dari dalam kamar mandi. "Enggak, Mas Ganteng!" Beberapa saat Dean memasang wajah innocent. Sampai akhirnya pria itu senyam-senyum tidak jelas sambil menggaruk tengkuk...