''Hidup di dalam semesta yang penuh teka teki, dikejar oleh sosok menyeramkan yang disebut ambisi, dan dibesarkan oleh sebuah keformalitasan. Hidup itu keras, jangan mengeluh untuk mendapat dukungan.''
.
Anrez termenung menatap jawaban ulangan harian matematikanya yang mendapatkan nilai 95. Sangat tinggi sebenarnya karena mata pelajaran itu sangat menguras otak. Tapi Anrez yakin, setinggi apapun nilainya, tidak akan pernah mempengaruhi pemikiran papanya. Orang tua itu akan tetap melihatnya jauh di bawah kakaknya. Posisi seorang anak emas tidak akan pernah menjadi milik Anrez, selamanya.
''Gue dapet 100 juga papa nggak akan pernah bangga sama gue.'' Ucapnya lalu meremas kertas ulangan itu sampai tidak berbentuk lalu melemparnya ke sembarang arah.
''Wop,'' seseorang menangkapnya. Berjalan mendekati Anrez lalu duduk di sebelahnya, ''Jangan buang sampah sembarangan dong, cintai lingkunganmu. Apa sih ini?''
Anrez membiarkan gadis itu membuka kertas ulangannya. Lagipula ia sudah tidak punya urusan lagi dengan kertas itu. Tidak membantunya sama sekali, paling nanti ia akan dihajar lagi oleh papanya.
''HAH, 95?! ANREZ LO PINTER BANGET!!''
Tiara, gadis itu memekik kencang saat kertas itu ia buka dan lihat apa isinya. Sangat mengejutkan seorang Anrez bisa mendapat nilai setinggi itu. Itu prestasi tertinggi Anrez dalam mata pelajaran matematika, menurutnya. Tapi tidak untuk Anrez, itu tetap bukan prestasi dimatanya maupun dimata papanya.
''Rez? Kok diem aja? Lo harusnya seneng dong, nilai lo naik banget ini.'' Ucap Tiara dengan semangat, berkali kali melihat kertas itu dengan takjup.
Merasa tidak ada respon, Tiara menoleh melihat Anrez yang hanya diam saja. Tidak ada ekspresi di wajah tampan itu. Anrez kembali seperti biasanya, datar dan dingin.
''Rez? Lo kenapa? Lo nggak seneng dapet nilai tinggi ya?'' tanya Tiara bodoh, siapa orang yang tidak senang mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya? Mungkin Anrez itu senang, tapi rasa senangnya harus terkubur oleh rasa kecewanya mengingat nilai itu tidak akan pernah ada harganya untuk sang papa.
''Yaampun, Anrez! Gue aja bangga banget loh punya temen kayak lo. Lo mau usaha jadi yang terbaik, lo keren banget tau.'' ucap Tiara, yang tanpa sadar membuat Anrez mengendurkan ekspresi tegangnya. Laki laki itu melihat Tiara yang masih terus mengoceh tanpa henti seputar nilai terbaiknya itu.
Apa sebaik itu ia di mata Tiara? Sebangga itu Tiara berteman dengannya? Anrez berusaha mencari kebohongan di mata Tiara, tapi gadis itu terlalu jujur untuk sebuah dusta. Tiara terlihat bahagia melihat niainya yang membuat dirinya sendiri malah kecewa.
''Lo bangga sama gue?'' tanya Anrez pelan.
Tiara berhenti bersorak, ia menatap Anrez, ''Iya lah, pasti. Biasanya nilai lo rata rata, dan 95 itu nilai terbaik lo. Gue seneng banget tau lihat ini, Rez!'' Ucap Tiara sangat riang. Gadis itu bahagia untuk temannya, perasaan itu datang sendiri dari hatinya.
''Nilai gue, dari dulu nggak pernah di atas 5. Dan lo bisa berusaha dari 7,5 sampai 9 itu luar biasa, Anrez. Seneng dong,'' ucap Tiara. Ia melipat kertas itu menjadi persegi panjang kecil lalu memasukkannya ke dalam saku kemeja Anrez. ''Jangan dibuang lagi, ini seharusnya juga berharga banget buat lo.'' ucap Tiara lalu pergi dari sana.
Anrez menatap kepergian Tiara dalam diam. Apa yang Tiara katakan itu benar, tidak seharusnya ia membuang hasil kerja kerasnya selama ini. Nilai itu, akan menjadi sangat berharga di mata orang yang tepat.
* * *
''Kak Randy,'' Tiara mengambil tempat duduk di sebelah seniornya itu. Randy sedang duduk di taman sekolah, sambil bermain gitar ia bernyanyi pelan. Sampai tiba tiba Tiara datang dan duduk di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast (Anrez & Tiara) [✔]
FanfictionBagaimana jika seorang wakil ketua osis terhormat seperti Anrez harus berurusan dengan murid nakal seperti Tiara? Muhammad Anrez Adelio, laki laki dengan segala sifat dinginnya, terpaksa mengikuti perintah Raja Giannuca untuk memaksa Mutiara Glassi...